Page 02

2.1K 297 11
                                    

Masih membiarkan matanya terpejam. So Hyun melebarkan tangannya; membiarkan angin menyentuh daksanya. Hal yang terkadang ia lakukan kala bosan mendera dan cuma bisa duduk sendirian di taman belakang sekolah. Taman yang juga menjadi tempat rahasianya—dan itu sesuatu hal yang baik.

Sampai ....

"Hiya!"

So Hyun hampir terjatuh kebelakang sebelum tangan Jungkook berhasil menahan bagian belakang tubuhnya.

"Kau ... kenapa kau tiba-tiba muncul di depan mukaku?" tanya Sohyun yang diikuti nada membentak.

Ia hampir saja terjatuh karena terkejut melihat muka Jungkook yang begitu dekat ketika ia membuka matanya.

"Harusnya akulah yang bertanya. Apa kau gila? Apa barusan kau mengira dirimu adalah reinkarnasi Rose dari film Titanic? Cih ... Menggelikan!"

Sohyun bergegas mengambil buku yang ia letakkan di sebelahnya. Tenaganya sungguh tak layak dihabiskan untuk meladeni orang bodoh seperti Jeon Jungkook.

Geriknya berhenti dan perlahan So Hyun kembali memandang wajah Jungkook yang masih berdiri di depannya.

Apa ini kesempatan yang diberikan Tuhan padanya? Membiarkan pemuda itu datang pada Sohyun untuk bisa diajari?

Mungkin saja.

"Kau Jeon Jungkook, bukan?"

Pertanyaan ganjil yang membuat Jungkook mengernyitkan dahinya. Sepertinya hampir semua orang di sekolah mengenali dirinya. Tapi kenapa kutu berkacamata seperti So Hyun malah menanyakan hal bodoh?

"Kau ingin aku menjawab serius atau berbohong?" goda Jungkook tak serius.

So Hyun menggelengkan kepalanya. Tidak perlu dijawab pun, So Hyun cukup yakin pria ini memang Jeon Jungkook, orang yang dimaksud Guru Han.

"Aku akan mengajarimu, Jungkook~ssi."

Jungkook kembali dibuat bingung dengan pernyataan gadis yang mungkin lebih baik dibiarkannya terjatuh. Tidak terjatuh saja ternyata kepalanya sudah bermasalah.

"Guru Han memintaku mengajarimu selama 8 bulan, sampai ujian kelulusan," sambung So Hyun.

Jungkook memainkan lidah di dalam mulutnya yang tertutup seraya menyematkan tangannya di saku celana.

"Hah? Apa menurutmu aku bodoh hingga membutuhkan seorang guru sepertimu?" tanya Jungkook dengan gaya sok keren.

"Hem." Sohyun mengangguk mantap.

Jungkook menelan ludahnya. Ternyata pesona kerennya tidak mempan pada gadis kampungan seperti Sohyun. Masih dengan tatapan memohon, Sohyun berharap Jungkook setuju dengan permintaannya.

"Jangan bercanda! Aku tidak membutuhkan guru kampungan sepertimu. Setidaknya kau harus sedikit sexy atau menggoda kalau ingin menyakinkanku. Bagaimana bisa dengan baju urakan dan muka memelas sepertimu bisa membuatku tertarik belajar? Yang ada aku akan ketiduran. Melihatmu saja sudah membuatku mengantuk."

So Hyun menatap ulang dirinya. Mungkin benar yang diucapkan Jungkook bahwa dia tidak terlihat menarik. Namun, setidaknya ia tidak bodoh seperti Jungkook dan teman-temannya.

"Hah ... kalau bukan karena aku terpaksa, aku juga tidak ingin memohon untuk mengajari anak bodoh sepertimu. Baiklah! Anggap saja aku tidak pernah mengatakan ini sepertimu. Bagaimanapun seekor nyamuk penghisap darah sepertimu tidak akan pernah menjadi kupu-kupu yang pantas untuk dikagumi."

So Hyun pun memantapkan langkahnya; meninggalkan Jungkook. Membuta pria itu mendengus kesal dengan tangan yang terkepal erat.

"Dasar perempuan kampung," dengusnya mencibir sengit.

.

.

.

.

.

.

Tiupan hangat menemaninya. Menghangatkan hatinya yang selalu terasa nyaman setiap ia kembali ke sini. Meski rasa lara juga menggerogotinya. Tapi, tetap tempat ini adalah yang terbaik.

So Hyun berdiri di depan kedua batu nisan orang tuanya. Lelehan bening dari kedua sudut netranya, terus menitik membasahi pipinya. Berapa kali pun ia menyeka, air mata itu tak langsung berhenti.

"Seharusnya kalian tidak meninggalkan aku sendirian di sini. Kenapa kalian berdua sungguh tega padaku?"

Masih terisak, So Hyun masih memandangi nisan dengan ukiran nama kedua orang tuanya dengan jelas.

"Maafkan aku, Appa. Maafkan aku, Eomma. Mungkin aku tidak akan bisa masuk ke Universitas Seoul seperti keinginan ayah. Nilai olahragaku ternyata jelek sekali. Ayah tahu aku paling benci olahraga, bukan? Padahal Guru Han tadinya sudah mau membantuku untuk memberikan nilai yang bagus, tapi dengan syarat aku harus mengajari pria bodoh bermarga Jeon itu. Dia orang bodoh dengan mengandalkan wajah tampan. Sebenarnya aku juga tidak yakin bisa mengajarinya saking bodohnya dia. Bukan hanya bodoh, tapi aku juga kasihan pada nasibnya yang terlalu narsis. Ah ... beraninya dia mengatakan kalau putrimu yang cantik ini sebagai anak kampung. Aku juga bisa berpenampilan sexy, Appa. Mungkin satu-satunya cara membuatnya berubah hanya dengan me-reset isi kepalanya."

"Hahaha ...."

So Hyun terhenyak dan tangisnya terhenti sesaat mendengar suara tawa pecah dari seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.

"Maafkan aku" ujarnya singkat dengan tangan yanh terkatup.

Walaupun ia mengucapkan maaf, perangainya tetap membuat So Hyun bingung.

Apa mungkin pria itu gila? Kenapa dia bisa tertawa di depan nisan? Apa dia senang orang itu meninggal? Mengerikan.

So Hyun tidak bisa menyembunyikan wajah ketakutan begitu pria yang dibicarakannya dalam hati, kini berjalan mendekatinya. Selangkah demi selangkah, So Hyun bergerak mundur. Sangat jelas menggambarkan kegusarannya pada pria berperawakan tinggi yang tersenyum kala berjarak lebih dekat dengannya.

"Ah ...!"

Hampir saja So Hyun terjatuh karena kakinya tersandung. Beruntung tangan panjang pria yang ditakutinya, sempat menarik tangannya. Sentakan yang mendadak, membuat So Hyun jatuh dalam dekapan pria yang baru saja menolongnya.

Merasa tidak kenal, So Hyun memundurkan badannya untuk membuat jarak.

"Maafkan aku jadi membuatmu takut. Sebenarnya aku tertawa karena mendengar ucapanmu."

"Hah?" So Hyun masih tercengang tak mengerti.

"Seharusnya kau bercerita pada kedua orang tuamu lebih pelan. Aku tertawa karena mendengar cerita sedihmu tiba-tiba berubah jalur menjadi cerita komedi." Pemuda jangkung tersebut masih menahan tawanya begitu mengingat ulang ucapan So Hyun

So Hyun tersenyum ringis. Sedikit menurungkan kepalanya, So Hyun merasa malu merambat hingga ubun kepalanya. Sama sekali tak menyadari suaranya yang besar.

Jujur saja, So Hyun juga tidak menyadari kehadiran pria itu. Ia mengira dirinya hanya sendiri. Makanya suaranya begitu lantang.

"Ah ... memalukan," gerutu Sohyun lirih.

Pria itu masih mengulum senyumnya.

"Aku Ong Seungwo." Ia lantas mengulurkan tangannya.

Ada keraguan yang menyelip. Tapi aura hangat itu lebih kuat dibandingkan keinginannya untuk menolak.

"So Hyun. Namaku Kim So Hyun" Uluran itu bersambut. Sebuah pertemuan asing yang membuat dadanya berdesir.

**
To Be Continued

Stay As You Are [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang