100% berubah.

100 5 0
                                    

     Sudah tak ada lagi Figo yang dulu, ia kini berani menentang peraturan mimpi dan harapan. Mereka yang menyokong, yang memberi kenangan, yang memberi harapan... Sudah tak lagi dia pandang dan hargai.

"Kayaknya kamu harus beraksi, Riz! Jangan hanya berpangku tangan!", seru Bu Susi.
"Tapi, bu... Apa harus saya? Selama ini saya memang diam, bukannya saya tidak perduli... Akan tetapi saya hanya ingin menunggu waktu yang tepat, bu!", jawab Andi Riztan.
"Sampai kapan lagi, Riz? Figo sudah terlalu lama diberi waktu! Kamu pikir saya senang lihat relawan seperti dia terambang, seakan dia sudah benar-benar tidak bersama kita lagi!", tegur Bu Susi.
"Saya akan berusaha, walaupun itu berat!", ucap Andi Riztan dengan tekad yang bulat.
"Terserah kamu saja! Intinya dia yang lemah, dia yang rapuh, dia yang lugu... Kau harus rangkul dia untuk kembali! Karena kini dia terlihat kuat dalam lemah, hancur dan sudah tak kita kenal lagi.", sedih Bu Susi.
"Ada kemiripan, tapi dia lebih kuat dari pada saya! Harusnya dia tahu itu. Aku berjanji akan memperlihatkan dirinya yang sebenarnya sekalipun saya atau adik saya itu yang terluka!", seru Andi Riztan.
"Ini aksimu, Riztan! Ini waktumu... Gunakanlah!", kata Bu Susi.

     Jam istirahat telah berbunyi, Figo yang hendak ke kantin tak sengaja bertemu dengan anggota PMR yang sedang berkumpul, melihat mereka Figo tidak menebar senyum malahan ia menebar keburukan.

"Hai, para domba! Masih sudih ternyata kalian berada di organisasi buruk itu!", ejeknya.
"Jaga bicaramu, Figo! Setidaknya kami masih memiliki jiwa itu, jiwa PMR! Bagaimana denganmu? Siapa yang lebih busuk?!", tanya Andi Adit dengan nada tinggi.
"Denganku? Kau bercanda!!! Kau munafik saudaraku, kau hanya bisa menyembunyikan kemunafikan dibalik senyum palsu mu itu!", seru balik Figo.
"Kau salah, ini adalah keluarga. Kaupun pernah menjadi keluarga, tapi kau sangat bodoh menyikapi kebahagiaan!", balas Andi Adit.

Melihat suasana yang panas, Vivi mulai angkat bicara.

"Sudahlah, jangan bertengkar! Kita ini adalah keluarga, jangan ada kata pernah diantara kita. Mimpi kita pernah selaras!", tegur Vivi.
"Kau masih di organisasi yang hanya bisa memberi sesuatu yang buruk untuk diri sendiri, Vi?", tanya Figo.
"Iya, kenapa!? Ini adalah tempat kita Figo, kembalilah...", pinta Vivi.
"Jalan kita sudah beda, kau harus berani menerima fakta itu!", jawab Figo.

Melihat Andi Riztan berjalan menuju tempat PMR berkumpul, Figo pun langsung menampilkan wajah rada terkejut kemudian berjalan meninggalkan mereka.

"Harusnya dia tidak bersikap kekanakan seperti itu! Aku tahu dia begitu karena apa, tapi harusnya dia lebih bijak!", argumen Andi Adit.
"Kau terlalu menuntut Andi Adit! Dia itu lebih mengenal daripada kau!", kata Vivi dengan emosi.

Mendengar kebisingan, Andi Riztan pun bertanya tentang apa yang terjadi.

"Kenapa, dek? Kok ribut-ribut?", tanya Andi Riztan.
"Si penjilat itu, ka! Dia berulah lagi, barusan dia hina nama suci jiwa kami!", jawab Andi Adit.
"Apaan sih Andi Adit! Dia tidak semerta-merta melakukan itu, ada alasan kuat!", bela Vivi.
"Sudahlah, dia yang memutuskan tali adalah orang yang tidak perlu kita ladeni lagi!", kata Andi Riztan.
"Saya setuju, ka!", sambung Andi Adit.
Mulutnya memang menyulut kebencian, tapi hatinya berkata...

"Vivi benar, dit! Figo memang bersama alasan yang kuat melakukan kebodohan itu!"

     Andi Riztan yang dari tadi merasa gelisah memutuskan untuk bertemu Figo untuk berbicara empat mata.

"Maksudnya apa dek kamu katai nama suci jiwa kami? Bukannya kamu pernah menjadi bagian dari kami?", tanya Andi Riztan.

Mendengar dan melihat Andi Riztan, Figo kaget karena secara tiba-tiba tangannya digenggam dan dituntun menuju taman.

"Maksudnya apa?", tanya Andi Riztan untuk kedua kalinya.
"Memangnya kenapa! Gak suka? Mau-mau saya tohh!", jawab Figo dengan nada sombong.
"Tidak suka!", ucap Andi Riztan.
"Kenapa! Apa alasanmu? Pikirmu aku perduli?", tanya Figo.
"Kau harus perduli, Figo! Yang aku tidak sukai bukan karena kau menghina PMR...  Hanya saja, kakamu ini merasa sakit hati ketika mereka memanggilmu sebagai PENJILAT!", jawab Andi Riztan.

Figo termenung... Merasa waktu berhenti, kata-kata Andi Riztan membuat sisi gelap Figo benar-benar terbungkam!

"Kaka? Kau bilang kaka?", tanya Figo dengan nada lembut.
"Iya, aku bersamamu!", jawab Andi Riztan.

Mendengar ucapan Andi Riztan, Figo seakan tak terkendali... Iapun berlari menuju Andi Riztan kemudian memeluknya dengan erat. Walaupun hanya sebentar, bagi Figo itu sangat bermakna.

"Hanya itu yang ingin kudengar! Sungguh!", kata Figo.

Akan tetapi, kebencian Figo berhasil memengaruhinya lagi. Iapun melepaskan pelukannya itu kemudian pergi meninggalkan Andi Riztan.

"Aku tahu, kau masih memiliki jiwa itu, PMR!", teriak Andi Riztan ke Figo.

Dalam hati Figo, ia menjawab setuju.

Quotes:
"Sekeras, sekuat dan sekokoh apapun kebencian... Pada akhirnya akan luluh jua karena kasih sayang."

saudara tak sedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang