"Tak tahu lagi akan logika...
Terasa damai walau berada di antara kegaduhan, terasa terang walau mata terpejam. Ingatkah akan yang pernah berjuang. Sepenggal kata! Kata! Tak berwujud namun dapat melukai...
Akankah abadi? Penilaian yang tak berdasar selalu saja menjadi bagian dari aspirasimu. Masih kenalkah dengan kebahagiaan? Mungkin tidak, kau terbentuk dari masa lalu... Dan kau kuat.
Cahaya... Kegelapan... Tanpa suara... Tanpa emosi.
Masih adakah genggaman walau sebentar? Masih ingin menyatu dengan jiwa...
Relakah?
Rangkullah walau sebentar, begitu banyak emosi... Tersampaikan dengan simfoni.", alam tak sadar.***
Waktu terasa berhenti... Tak ada ruang dan waktu yang terasa. Figo masih tak sadarkan diri. Tangan yang dingin, wajah yang pucat dengan merah yang menghiasi..."Dek, bangun!", risau Andi Riztan.
Suasana yang sunyi menjadi gaduh karena kegelisahan.
Sesekali Andi Riztan memandang ke depan, lalu memandang Figo lagi yang akan dibawa ke ruang ICU. Panik, sedih, khawatir... Tak bisa tergambarkan. Andi Riztan benar-benar kehabisan ucapan melihat kondisi Figo yang tak kunjung bangun, hingga akhirnya mata Figo terbuka ketika Andi Riztan berucap..."Dek, bangun! Jangan telat, sudah mau jam 2...saatnya pertemuan PMR!", seru Andi Riztan.
Melihat Figo sadarkan diri walau sejenak membuat kekhawatiran Andi Riztan meredah sedikit dan menyampaikan...
"Takdir bisa diubah jika kau ingin berusaha... Jangan jadikan dirimu sekarang menjadi pribadi tetapmu, aku tak mengizinkan adikku salah arah!", ucap Andi Riztan dengan nada yang gemetar.
Figo melihatnya sebentar... Tak terasa air matanya mengalir, ia menjawab dengan pelan...
"Berhenti mencari masa baikku, itu benar-benar menjengkelkan."
Seperti tertampar oleh orang terkasih, Andi Riztan merasa bahwa segala yang ia ucapkan adalah hal yang sia-sia...
"Maaf, anda hanya bisa mengantar sampai disini saja. Mohon anda menunggu di ruang tunggu", kata Suster.
"Baik, Sus! Tolong dia Sus... Dia bisa jadi seseorang kelak di masa depan!", ucap Andi Riztan.
"Kami akan berusaha", balas Suster.***
"Figo sekarang gimana yah?", tanya khawatir Putri.
"Coba lo telpon aja Ka Riztan", usul Wilya.
"Iya, bener tuh! Daripada kita khawatir tanpa pergerakan!", sambung Dimas.
"Ok, deh! Aku telpon Ka Riztan dulu.", kata Putri.☎ 🎵
Putri:
"Halo"Andi Riztan:
"Iya, dengan siapa ini?Putri:
"Mohon maaf, ka. Ini dengan saya Putri, sekelasnya Figo.Andi Riztan:
"Ohh... Ada apa dek?Putri:
"Kalau boleh tahu, kak... Bagaimana keadaannya Figo sekarang? Soalnya dari tadi kami khawatir dengan Figo. Kan yang tahu Figo sekarang hanya kaka soalnya kaka yang antar Figo ke RS.Andi Riztan:
"Tadi Figo sempat sadarkan diri, dek! Tapi tidak lama... Soalnya banyak darah yang keluar jadi kondisinya semakin lemah. Kalau untuk urusan jenguk nanti sore mungkin bisaji di datangi.Putri:
"Jadi Figo masih lemah, ka! Maaf yah kak karena sempat merepotkan waktu kaka.Andi Riztan:
"Tidak apa-apa, dek!Putri:
"Kalau begitu makasih, ka atas infonya! "Andi Riztan:
"Ok, dek!Tepat setelahnya Andi Riztan menutup telfonnya, tiba-tiba suster datang untuk mengabarkan tentang kondisi Figo yang sedang gawat.
"Mohon maaf! Anda sekarang di panggil dokter!", seru Suster.
"Ada apa, sus? Apa ada yang sedang gawat!", tanya Andi Riztan.
"Iya, adik anda sekarang membutuhkan pertolongan anda!", balas Suster.Mendengarnya benar-benar menyulut kembali kekhawatiran yang tadinya berkurang. Andi Riztan merasa bahwa ia harus menolong Figo yang hidupnya terancam. Ia berlari menuju ruangan Figo secepat yang ia bisa... Kekhawatiran menyulut hatinya berucap...
"Saya adalah relawan, kau adalah relawan. Kita sudah melewati masa-masa yang membuat kita menjadi individu yang perduli... Dan aku sudah menolong banyak orang, aku ingin kau menjadi salah satu orang-orang itu juga. Aku tak ingin gagal!"
Sesampainya di ruangan Figo, Andi Riztan benar-benar tak bisa berucap nelihat kondisi Figo yang berlumuran darah.
"Dok, dia kenapa Dok!?", tanya Andi Riztan.
"Sekarang adik anda butuh darah. Anda keluarganya! Hanya anda yang bisa menolongnya saat ini.", kata Dokter.
"Memangnya adik saya butuh golda apa, dok?", tanya Andi Riztan lagi.
"O!", ucap Dokter.
"Saya siap, Dok!", seru Andi Riztan.Andi Riztan memandang Figo, tak pernah ia memandang orang asing seperti ia memandang Figo saat itu... Mungkin dia sudah sadar bahwa sudah saatnya ia mengesampingkan ego dan kesombongannya.
"Beruntunglah kamu, dek! Aku ini terkenal dengan sifatku yang cuek, pribadiku yang sombong dan egois, tampangku yang sangar, dan keseharianku yang dingin. Kau hanya terlalu lemah untuk bisa bertahan! Maka dari itulah saya tak ingin memanjakanmu dengan memudahkan keinginanmu... Kau ingin sepertiku? Maka kau harus terima caraku.", katanya dalam hati.
Andi Riztan sekarang terbaring dekat Figo... Darahnya kini mengalir di raga Figo, entah apakah Figo akan menangis lagi mengetahui itu ataukah acuh. Mungkin ia akan merasa biasa saja... Karena Andi Riztan berpesan bahwa ia tak ingin Figo tahu bahwa darahnya ia sumbangkan untuk Figo.
Quotes:
"Ketika kau terlalu acuh dengan jiwa yang masih hidup, maka kau adalah individu terbodoh yang menyalahkan masa lalu."

KAMU SEDANG MEMBACA
saudara tak sedarah
Ficção AdolescenteSebuah kisah yang dibumbui dengan imajinasi epic, yang bercerita tentang seorang individu yang sulit menjadi dirinya sendiri. individu ini menjalani takdir yang luar biasa dengan menemui seseorang dalam naskah kehidupannya yang mampu membuat dirinya...