London, 31 Desember 2017
"Kau yakin tidak ada yang terlupa? Baiklah kalau begitu, thanks a lot man, I won't forget this. Okay, wish me luck." Ucap sesosok pria di bawah cahaya langit sore yang sudah mulai meredup. Ia meletakkan handphone dan merapikan dasi yang terpasang di lehernya sambil menatap langit bersalju yang mulai temaram. Tiba-tiba telepon di ruangan itu berbunyi.
"Sir, Ms. Truman akan tiba 5 menit lagi, Anda ingin turun ke bawah?"
"Tidak, biarkan dia naik sendiri. Thank you Robert."
"Baik Sir, I wish you luck tonight." Jawab Robert, Manager hotel yang sudah dikenalnya bertahun-tahun itu dengan sopan.Calvin Harding menatap perlahan seluruh ruangan. Penthouse yang entah sudah keberapa kali ia sewa, malam ini tampak begitu spesial. Semua sudah berada pada tempatnya, lilin, tatanan meja makan, juga rangkaian bunga lily kesukaan Mia, pujaan hati yang sudah menemaninya selama 7 tahun ini.
Tak lupa ia meraba saku celananya, di mana kotak berisi cincin berlian warisan 6 generasi keluarga besar Harding sedang menanti pemilik baru. "Semua menantu perempuan pertama Harding harus memakai ini putraku sayang." Kata Elena Harding beberapa malam yang lalu sambil menyerahkan kotak cincin dari dalam lacinya. Calvin hampir menangis karena terharu. "Thanks, Mom."
Suara bel di pintu berbunyi. Jantung Calvin mulai berdegup kencang. Ia berjalan membuka pintu dan Mia sudah berdiri mengenakan gaun berwarna navy yang indah sekali. Mata Calvin berbinar.
"I'm hungry." Sapa Mia. Calvin tertawa sambil mengandengnya dan mengajak masuk.Baru melangkah 4 kali, Mia menarik nafas, terkesiap dengan apa yang dilihatnya. Ia menatap Calvin yang kini sudah berdiri di depan meja makan, menarik kursi untuknya.
"So, tell me Sire..apa yang kita rayakan?"
"Katamu kau lapar, well..." jawab Calvin sambil memberi isyarat ke meja.Setengah jam kemudian saat bahagia malam itu menjadi lengkap. Calvin melamar Mia sambil berlutut, dan kekasihnya itu menerima dengan berlinang air mata. Pukul 10.00 malam Calvin dan tunangannya sudah tiba di depan rumah orangtua Mia untuk mengabarkan pertunangan mereka. Keduanya berada di situ hingga lewat tengah malam untuk sekalian merayakan tahun baru bersama. Setelah itu Calvin berpamitan karena paginya ia harus berangkat ke New York untuk melakukan pemotretan.
Jalanan di London masih terlihat begitu ramai meski sudah lewat tengah malam, dan hampir setiap sisi langit masih penuh dengan kembang api. Di salah satu perempatan jalan, mobil Calvin berhenti menunggu lampu hijau menyala. Ia merenung sambil mendengarkan alunan sendu musik jazz yang terputar di dalam mobil.
Sudah 17 tahun terakhir ini dia habiskan waktunya di lapangan sepak bola hingga akhirnya ia dikenal sebagai pemain yang paling bersinar di Eropa. Ia nyaris tidak mengenal dunia di balik layar kaca, sorotan kamera, serbuan wartawan, konferensi pers, pemotretan iklan, gala dinner, lelang amal, dan sebagainya.
Menjadi anak laki-laki satu-satunya dari James Harding, juga tidak membantunya lepas dari hal-hal seperti itu. Keluarganya menguasai hampir 70 persen jaringan bisnis hotel mewah di Eropa dan Asia Tenggara. Ini membuatnya sering sekali bersitegang dengan ayahnya soal siapa yang akan menjadi penerus.
Calvin memiliki seorang adik perempuan, Leona Harding yang kini bekerja sebagai dokter kandungan di London. Terkadang di saat penting Leona menggantikannya membantu ayahnya.
Tapi malam ini semua aturan main akan berubah. Sekitar 4 jam lagi ia akan berada di pesawat yang membawanya ke New York untuk melakukan pemotretan terakhirnya sebagai olahragawan. Ia akan tinggal di New York selama 3 hari dan setelah itu kembali ke London untuk konferensi pers, mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri dan melanjutkan bisnis keluarga.
Usianya akan beranjak 33 tahun dan ia sudah merasa puas dengan rentetan kemenangan yang sudah diraihnya bersama sahabat-sahabatnya. Hal ini sudah ia sampaikan pada Mia, pelatihnya, dan keluarganya. "Thank God, tak akan ada lagi omelan dari Mom untukku di hari Sabtu pagi." Kata Leona hari itu.
Sudah hampir pukul 2 dini hari ketika Calvin berbelok di sebuah tikungan perempatan dan tiba-tiba seorang anak laki-laki berlari menyeberang di depannya. Calvin terkejut dan menginjak rem. Dua detik kemudian ia merasa mobilnya dihantam dengan amat keras dari belakang. Kepala Calvin terbentur ke depan. Sedetik setelah itu, mobilnya di hantam lagi dari sebelah kiri dan membuatnya terpelanting ke arah kanan. Kepalanya membentur kaca mobil hingga pecah.
Detik itu ia sadar telah ditabrak dari 2 arah. Darah mengalir deras dari keningnya dan sekujur kakinya terasa begitu sakit. Oh Tuhan..pikirnya sebelum dihantam beberapa kali benturan keras lagi dan semuanya menjadi gelap.
Elena dan James Harding baru saja tiba di rumah ketika putrinya menelepon dan berteriak sambil menangis, menyuruh mereka menyalakan TV. Berita tengah malam sedang menayangkan kecelakaan beruntun di perempatan dekat apartemen putra mereka yang baru saja terjadi setengah jam yang lalu. Sebuah mobil sport mewah berwarna hitam ditabrak oleh 2 buah mobil dari belakang dan samping, setelah itu beberapa mobil lagi menabrak dengan kencang di belakangnya.
Elena terduduk lemas mendengar Leona berkata sambil menangis "Itu mobil Calvin, Mom. Aku sedang menuju rumah sakit sekarang. Dia dibawa ke The Royal, kutunggu kalian di sana."
"Ya Tuhan, apa mereka semua sedang mabuk? Kenapa menyetir secepat itu di tikungan yang bersalju?" seru James tertahan sambil menutup mulutnya dengan satu tangan. Tak berapa lama kemudian hampir semua telepon dan handphone di rumah itu sudah berdering tanpa henti. "Elena cepatlah, kita harus ke rumah sakit. Di bawa kemana anak itu? Elena? Elena? Ya Tuhan.. Elena sadarlah!" James terkejut melihat istrinya sudah pingsan dalam keadaan duduk di belakangnya.
The Royal Hospital, London, pukul 04.00 dini hari.
Beberapa wartawan sudah terlihat di halaman parkir rumah sakit. Berita tentang Calvin mengalami kecelakaan sudah menyebar dengan karena saat kejadian itu masih banyak orang yang berada di jalanan. Kini Elena, James, Leona, Josh manager Calvin, Ryan si pelatih sepakbola, dan beberapa orang pemain dari satu tim nya menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.
Leona baru saja kembali dari cafetaria rumah sakit yang kebetulan masih buka dan membawa beberapa gelas kopi untuk dibagikan. Ia menyodorkan satu untuk ibunya. "He'll be alright, Mom." Ujarnya sambil memegang tangan ibunya. Mata Elena sembab habis menangis. Ryan terlihat mondar-mandir di depan sambil berbicara di handphone. Ia sedang menghubungi seseorang di New York untuk menunda jadwal pemotretan.
Dingin. Calvin sadar ia sedang berdiri di suatu tempat yang tak dikenalnya. Ia mengepalkan kedua tangannya yang terasa membeku dan memandang ke sekeliling.
Di mana ini? Tempat ini bersalju tapi aku yakin ini bukan London.
Dia mendengar suara pintu terbuka di belakangnya dan menoleh. Ternyata dia berdiri di depan sebuah swalayan. Seorang wanita bertubuh tinggi semampai dan memakai gaun hitam terbuka, keluar dari dalam sambil berjalan limbung. Dari arah kanan Calvin melihat sebuah sepeda yang akan melintas dekat mereka, tapi sepertinya wanita itu mabuk dan tidak tahu.
Benar saja, ketika sepeda itu lewat wanita tadi diam saja dan Calvin sempat mundur 2 langkah. Ia melihat di depannya dua buah kantong berisi makanan terlempar jatuh ke tanah, dan wanita itu semakin limbung. Sebelum dia benar-benar jatuh, tangan Calvin spontan menarik pinggang wanita itu dan menahannya. Wajah Calvin sempat tertutup oleh rambut yang panjang tergerai dan ia sempat menghirup wangi shampo segar dari rambut itu. Aroma yang sangat menyenangkan.
Calvin membuka mulutnya untuk bicara dan bertanya apakah wanita itu baik-baik saja, namun suaranya tidak keluar. Ia meraba lehernya dan merasa aneh. Di depannya wanita itu sudah berhasil berdiri, memunguti barangnya, lalu membungkuk memberi hormat dan berjalan masuk ke dalam taksi.
Calvin menunduk dan terus meraba lehernya, namun suaranya tetap tidak keluar. Kepanikan mulai melanda dan ia sadar kalau dirinya berdiri seorang diri di situ. Taksi yang tadi membawa wanita itu sudah tidak terlihat. Tiba-tiba lampu disekitarnya mati dan ia tidak bisa melihat apa-apa.
Tunggu! Jangan tinggalkan aku sendiri! Teriak Calvin panik dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Doctor (Completed)
RomanceAthalia Lexington (30), seorang dokter yang terbiasa hidup sendirian sejak dia memutuskan untuk pergi dari rumah orangtuanya yang kaya raya di London. Setelah berkeliling ke berbagai negara sebagai relawan, akhirnya ia menetap di New York. Perempuan...