Part 25 - So Be It

17.2K 1.3K 13
                                    

"Apa tidak ada yang tertinggal?" Tanya Christy dari depan pintu kamar putrinya pagi itu. Dalam beberapa jam lagi Alea akan kembali ke New York dan dia sudah selesai mengemasi kopernya. Anak itu terlihat sangat lelah selama dia di sini.

Dalam hati Christy merasa bersalah, padahal ini adalah pertama kalinya Alea pulang ke London. Seharusnya ia terlihat senang, bukannya seperti ini. "Alea, duduk sebentar, ayo kita bicara." Ujar Christy sambil menarik tangan putrinya untuk duduk di tempat tidur.

"Kau harus tahu satu hal, aku tidak pernah mendukung rencana pernikahanmu dengan Edward. Ini semua murni rencana dari keluarga ayahmu. Kau tahu pasti tidak banyak yang bisa kulakukan untuk mengubah hal-hal seperti ini. Sesungguhnya yang kau lakukan dengan langsung pulang kemari dan membatalkannya sendiri sudah benar. Sisanya kau bisa percayakan pada kami untuk selesaikan. Hanya saja ada satu hal. Mengenai Calvin Harding, pertimbangkanlah lagi. Aku tidak memintamu untuk melupakannya, hanya pikirkanlah matang-matang. Karena hanya kau yang tahu pasti, ada apa di balik pintu yang sedang kau ketuk."

Alea menghela nafas. Sejujurnya ia sudah kehilangan semangat beberapa hari ini. Apakah sebaiknya ia tidak usah kembali ke New York. Ia membayangkan betapa orangtuanya akan bersorak-sorai jika tahu ia punya pikiran seperti ini.

Ibunya bangkit dari tempat tidur dan mencium keningnya sambil tersenyum. Ketika akan keluar dari ruangan, mata Christy terpaku pada sebuah kotak kecil berwarna coklat hitam dengan pita yang bertulliskan tinta emas yang ada di meja rias putrinya. Christy hapal betul dengan desain kotak itu.

"Harry Winston? Hahaha, sungguh putriku sudah berubah! Kau sudah mulai melirik perhiasan rupanya? Ayo ikut ke kamarku? Kau bisa pilih dan ambil semua yang kau mau! Aku akan mengajarimu banyak hal tentang memilih perhiasan. Boleh aku melihat ini?" Seru Christy penuh semangat.

"No, mother...I'm still not interested in jewelry. It's just a ring. I saw it yesterday and it's beautiful. That's it. And no, you can't open it." Jawab Thalia seraya mengambil kotak itu dari tangan ibunya. Christy menghela nafas.

"You're not interested into jewelry...Alea, you do realize that one day you're going to inherit all of this?" tanya Christy sambil tertawa. "Then what are you going to do? Your dad and your granparents always showering me with jewelry, almost everyweek since day one. Are you going to sell them all?" Lanjutnya lagi dengan nada geli.

Dalam hati sesungguhnya ia mengerti dengan sifat putrinya. Walaupun suami, mertua, dan bahkan orangtuanya membuat ia hidup bergelimang harta, sama sekali tidak membuatnya menjadi orang yang gemar memakai perhiasan. Ia melihat hal itu semata-mata sebagai investasi, tidak lebih.

"I could sell them all, and build my own hospitals. Thanks for the idea, mom." Jawab Thalia dingin. Christy geleng-geleng sambil berjalan keluar dari kamar itu.

Thalia duduk lagi dan membuka kotak kecil dalam genggamannya. Ada sepasang cincin berlian yang sangat indah di sana. Ia mengeluarkan salah satunya dan memakai cincin itu di jari manisnya.
"So be it." Ujarnya pelan.

New York

Untuk yang kesekian kalinya Calvin melihat jam dinding di hadapan tempat tidurnya. Kalau perhitungannya benar, dalam waktu kurang dari 24 jam Thalia akan kembali ke New York. Apa yang harus ia lakukan?

Meski kenyataannya terapi yang dilaluinya beberapa hari ini terasa seperti neraka tanpa wanita itu, namun tetap saja dalam hati ia merasa bahwa menjauh dari Thalia adalah keputusan terbaik yang harus dilakukannya.

"Calv, habiskan makananmu. Sebentar lagi perawat akan memeriksanya. Kau harus kumpulkan energi sebisa mungkin." Tegur Elena pada anaknya yang terlihat sangat murung beberapa hari ini.
"Mom, bagaimana kalau aku benar-benar akan mati?" tanya Calvin dengan tatapan menerawang. Elena duduk di dekat Calvin lalu menggenggam tangannya.

My Beautiful Doctor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang