"Mantel siapa ini? Apa semalam kau kedatangan tamu?" Tanya Paula pagi itu. Thalia tidak menjawab. Wanita itu sedang hanya duduk diam sambil menatap pemandangan di luar sana. Langit terlihat begitu cerah, kontras dengan benang pikirannya yang sedang kusut.
"Apa ada masalah?" Tanya Paula lagi. Setelah beberapa saat, Thalia memutar kursinya."Paula, apakah menjadi seorang Kepala Perawat memang cita-citamu?"
"Pasti ada sesuatu yang terjadi tadi malam. Kalau tidak kau tidak akan bertanya hal ini padaku. Iya kan? Ada apa Thalia?""Tidak ada apa-apa. Aku hanya penasaran, akan ada di mana aku sekarang kalau dulu aku tidak mengambil kuliah kedokteran."
Paula ingin bertanya lebih lanjut, tapi diurungkannya karena Thalia terlihat agak aneh pagi ini.
"Well, bisa saja kau menjadi pemilik cafe, atau mungkin kau sudah menikah dan sedang berbulan madu." Canda Paula. Thalia tertawa ringan.Menjelang siang Thalia telah selesai mengunjungi dan memeriksa semua pasiennya. Hari itu dia mengosongkan semua jadwal operasi miliknya, dan kini berdiri di depan pintu Penthouse Suite bersama tim-nya dan juga Victor Brown.
Mereka masuk setelah seorang perawat membuka pintu dari dalam. Terdengar suara beberapa orang yang sedang bercakap-cakap dengan amat pelan. Thalia berdiri paling belakang, karena baru saja menerima pesan dari Paula di handphone-nya. Ketika ia menyusul ke dalam kamar utama, perlahan matanya mencari sosok yang ditemuinya tadi malam, tapi tidak ketemu.
"Selamat siang Mr. Harding, Ma'am." Sapa Victor dengan ramah. Ia bersalaman dengan kedua orang tua Calvin. Thalia kini mengerti dari mana pria itu mewarisi wajah tampan seperti itu.
Setelah memperkenalkan diri, Victor mulai memperkenalkan Raymond, Lucy, dan Nathan, yang merupakan tim-nya.
"Di bawah pengawasanku, mereka semua akan dipimpin oleh Dr. Athalia Lexington...where is she?"Thalia baru akan melangkah maju ketika ia merasakan pundaknya disentuh dari belakang. Ia menoleh dan mendapati Calvin sedang berdiri dengan dibantu dua buah tongkat, tepat di belakangnya, hanya berjarak 10 sentimeter dari punggungnya. Mereka dapat mencium wangi parfum satu sama lain dengan jelas. Sepertinya Thalia mulai ketagihan dengan aroma parfum ini.
"She is here." Sahut Calvin. Semua orang menoleh. Sejenak ruangan menjadi hening.
"Ah, kalian sudah mengenal satu sama lain?" Tanya Victor. Thalia mengangguk lalu maju dan bersalaman dengan Elena dan James Harding.Calvin dan orang tuanya duduk sambil menjelaskan rincian tindakan medis yang harus dilakukan mulai hari ini, juga resiko awal hingga kondisi terburuk jika ternyata tubuh Calvin menolak untuk bekerja sama. Thalia berusaha untuk menggunakan istilah medis seminim mungkin, dan berusaha lebih keras lagi untuk tidak menatap mata Calvin ketika penjelasannya sampai pada bagian resiko terburuk.
Setelah hampir satu jam, Victor dan yang lainnya pamit keluar dari ruangan itu. Kini hanya ada Calvin dan orang tuanya. Calvin telah mengganti pakaiannya dan kini memakai baju pasien rawat inap.
"Sejak kapan kalian saling mengenal?" Tanya Elena sambil membantu Calvin berbaring dan merapikan selang infusnya.
"Belum lama. Apa kalian sudah membaca tentang dia? Aku yakin sudah. Mengagumkan bukan?" Jawab Calvin."Tentu saja sudah. Kalau tidak untuk apa kami menyeretmu sampai sejauh ini?" Jawab James. "Tapi Elena, aku merasa sedikit familiar dengan nama belakangnya..."
"Ah, ya... tadi juga aku merasa begitu. Tapi aku fokus pada kecantikannya. Sungguh suatu anugerah bisa memiliki wajah secantik itu." Jawab Elena sambil tersenyum. Calvin ikut tersenyum karena ibunya sangat jarang memuji kecantikan sampai seperti itu."Nama belakangnya?" Tanya Calvin.
"Ya. Lexington bukanlah nama yang umum. Dan terlebih lagi, kalau tidak salah nama itu bukan berasal dari sini." Jawab Elena santai dan menepuk-nepuk bantal kepala Calvin agar lebih nyaman dipakai. Calvin baru ingat kalau ia dan Richard memang belum menyelidiki latar belakang keluarga wanita itu.Pembicaraan mereka terputus oleh suara pintu yang terbuka kembali. Thalia muncul lagi bersama 2 orang perawat dengan suara langkah yang hampir tidak terdengar. Ia memerintahkan perawat untuk membantu Calvin berpindah ke kursi roda. Mereka akan memulai serangkaian terapi siang ini.
Ketika Calvin sudah dalam posisi duduk di tempat tidur ia menoleh pada Thalia.
"Mom, Dad, bisa tinggalkan kami sebentar? Aku ingin bicara dengan Dokterku." Tanya Calvin. James dan Elena serta semua perawat mengangguk dan berjalan keluar.Thalia berjalan mendekati Calvin dan duduk tepat di sampingnya. Ia tidak berkata apa-apa. Menunggu Calvin mengatakan sesuatu.
"Aku akan menyerap sedikit energi-mu, Alea." Ucap Calvin setelah terdiam agak lama. Tatapannya terarah pada sinar matahari di jendela. Wajahnya terlihat pucat. Apa semalam ia tidak cukup istirahat? Batin Thalia."Kau tahu Calvin, apa yang membedakanku dengan Dokter lain? Aku mengijinkan hampir semua yang ingin dilakukan oleh pasien-pasienku. Sama seperti mereka percaya padaku, aku pun percaya pada mereka." Jawab Thalia dengan tenang. Calvin tersenyum dan menunduk.
"Ayo kita mulai." Ajak Calvin.
Hari itu entah berapa kali Calvin disuntik, baik untuk serangkaian test atau biopsi hingga akhirnya terduduk lemas setelah hampir 3 jam kemudian. Sesekali ia merasa akan memuntahkan seluruh isi perutnya, tapi ia berhasil menahan semua itu. Dalam rentang waktu tersebut, ia tidak melihat Thalia sama sekali.
"You're doing great today." Sapa Thalia yang tiba-tiba berjongkok di depan kursi rodanya sambil tersenyum dan menyodorkan gelas plastik bening berisi jus segar. Calvin mengambilnya. Wanita itu menggelung rambutnya ke atas dengan tatanan klasik seperti bangsawan dan terlihat sangat cantik.
Calvin mulai setuju dengan Richard, ini adalah Dokter paling cantik yang pernah ia temui.
"Aku tidak melihatmu dari tadi." Ujar Calvin lemah. Sedetik kemudian ia menyesal karena sudah terdengar seperti seorang anak kecil."Oh ya? Tapi aku terus mengawasimu lho. Dari situ." Tunjuk Thalia ke arah sebuah ruangan tepat di sebelah ruangan terapi Calvin saat ini. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya dengan senyum hangat. Hati Calvin sedikit terhibur melihat senyuman itu. Ia menyedot jusnya perlahan sebelum menjawab.
"Hmm.. lumayan buruk." Jawab Calvin lemah. Ia menatap Thalia sambil tersenyum. Tanpa sadar tangan kanannya terulur dan memegang pipi Thalia. Wanita itu terlihat sedikit terkejut, tapi tidak bergerak sama sekali.
Setelah beberapa saat Calvin menarik kembali tangannya dan Thalia langsung berdiri.
"You are pretty weird, do you know that? Hampir semua pasienku, akan mencari keluarga atau teman mereka setelah menjalani terapi, bukan dokter yang sudah menyiksa mereka. Ayo, aku akan membawamu kembali ke kamar." Ajak Thalia sambil mendorong kursi roda Calvin.Thalia berbelok sebentar ke kantin rumah sakit dan menyantap sepiring salad dan beberapa potong buah. Ia baru akan berdiri ketika seseorang meletakkan nampan berisi makanan dan duduk di sebelahnya.
"Temani aku makan sebentar." Sapa Lewis dari sebelahnya. Thalia tertawa ringan.
"Okay but be quick, aku tidak bisa lama-lama. Masih ada 2 orang VVIP mengantri untuk kukencani.""Oh ya, aku sudah dengar soal pasienmu yang baru. Aku terkejut sekali."
"Sama terkejutnya seperti aku? How did you know that? It's confidential." Tanya Thalia dengan nada super dingin dan tatapan aneh. Ia tidak pernah main-main soal menjaga kerahasiaan identitas pasien."Hey, it's me. Of course I know. Tenanglah, aku tahu peraturannya." Jawab Lewis dengan nada menenangkan. Ia kaget karena baru pertama kali Thalia menatapnya seperti itu.
"Good." Jawab Thalia singkat. Dalam hati ia tetap penasaran dari mana informasi itu bisa sampai ke telinga Lewis. Siapa saja yang sudah tahu? Bahkan para perawat pun sudah diperintahkan untuk tutup mulut karena menyebut nama Harding saja bagaikan memegang magnet di hadapan paparazzi.Lewis kembali ke ruangannya dengan hati sedikit tidak enak. Apakah Thalia marah padanya? Sikap wanita itu jadi sedikit aneh. Ia menyesali celetukannya tentang pasien tadi. Di satu sisi ia juga kaget Thalia sampai seperti itu. Ia berharap Thalia akan ke lab malam ini agar ia bisa meminta maaf.
"Damn.." ujar Lewis pelan, mengutuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Doctor (Completed)
RomanceAthalia Lexington (30), seorang dokter yang terbiasa hidup sendirian sejak dia memutuskan untuk pergi dari rumah orangtuanya yang kaya raya di London. Setelah berkeliling ke berbagai negara sebagai relawan, akhirnya ia menetap di New York. Perempuan...