Ketika akan turun dengan lift, Thalia berpapasan dengan Richard, sahabat Calvin.
"Morning Doctor." Sapa Richard ramah.
"Morning, just Thalia please." Jawab Thalia sopan.
"Oh, Thalia for me, Alea for Calvin?" Goda Richard. Keduanya spontan tertawa."I'm sorry, just kidding. How is he?" Tanya Richard lagi sebelum keluar dari lift.
"In pain, but still manageable. Oh iya, Mr. Lee, tolong bawakan apapun yang ia ingin makan."
"Just Richard, please."
"Richard, nafsu makan Calvin akan segera menurun secara drastis. Aku lebih memilih dia makan apapun yang dia mau ketimbang tidak makan sama sekali."
"Wow, kau yakin? Apapun boleh?"
"Thank you, Richard." Jawab Thalia sambil tersenyum."Hi buddy. How are you?"
"Hi, I'm fine. Pagi sekali kau datang." Sapa Calvin yang tengah melahap sarapannya.
"Why? Am I almost interrupting you and someone here?" Goda Richard sambil tertawa dan duduk di tempat tidur Calvin.
"Kalau kau datang setengah jam yang lalu, maybe yes."
"Dia cool sekali ya.." sahut Richard. Calvin menatapnya dengan pandangan penuh tanya."Aku tadi berpapasan dengannya, dia menyuruhku membelikan makanan apapun yang kau mau. Dia adalah dokter pertama yang pernah bilang begitu padaku. Damn it Calv, why we don't have such Doctor in London?" Jawab Richard sambil tertawa.
"I know.." balas Calvin.
"So, what is it then?"
"Apanya?" Tanya Calvin.
"You and her of course, what else?""Hmm.. new level of incapability of letting go?" Jawab Calvin setengah ragu. Ia ingat tadi berat sekali rasanya melepaskan Alea dari pelukannya.
"I don't know, yang aku tahu, kami pernah bertemu sebelumnya. Hanya saja aku tidak ingat di mana."
"Oh ya?" sahut Richard heran, karena sejak dulu ia kenal siapapun yang Calvin kenal."Look, there's something about her. It feels like we've known each other for years. There's no need for sweet talk..."
"Only love?" Potong Richard sambil tersenyum. Ia memindahkan nampan bekas sarapan Calvin dan menggantinya dengan menaruh roti dan berbagai cemilan kesukaan Calvin."Love?" Tanya Calvin kaget.
"Yeah? Do you love her? Karna kau terdengar seperti orang yang sedang dimabuk asmara."
"I don't know.. I still don't know.."
"Well, no need to rush, you'll get there. But Calv, there's always room for sweet talk." Goda Richard sambil mengedipkan sebelah mata. Calvin segera melempar wajah sahabatnya itu dengan bantal."Morning darling, coffee?" Sapa Paula dari balik pintu. Thalia menggeleng.
"Morning Paula, no, I had my tea earlier."
"Tea? Tumben? Oh ya, this Calvin Harding, kapan aku akan menemuinya? Tanya Paula. Ia belum sempat menyapa Calvin kemarin karena sibuk.
"Nanti kau ikut denganku. What is this?" Tanya Thalia sambil menunjuk sebuah amplop hitam berukuran besar dengan ukiran bewarna emas di keempat sisinya."I have no idea. Seseorang memberikannya padaku pagi ini. Oh ya, kemarin Lewis mencarimu. Kau hubungi saja dia." Lanjut Paula sambil keluar dari ruangan Alea.
Thalia membuka amplop hitam tersebut. Di dalamnya ada sebuah map bewarna gading. Thalia kenal betul map itu. Diatas map itu ada tulisan bergaya kuno yang di print dengan tinta warna emas.
Courtesy of
The House of Lexington & Everleigh
~ United Kingdom ~Thalia membacanya sekilas dengan malas, lalu menutupnya lagi dan menyimpannya di dalam laci. Ia mengunci pintu ruangannya dan mengganti bajunya. Ketika ia akan meletakkan baju yang di pakainya kemarin, Thalia baru sadar kalau aroma Calvin ikut menempel di baju itu. Ia mengambil lagi dan menghirupnya.
"Aku akan menyembuhkanmu. Apapun caranya." Ucapnya pada diri sendiri."Pagi Ma'am. Kopi untukmu." Sapa Lewis ketika Thalia berjalan menyusuri lantai 19. Ia menyodorkan kopi dingin dalam kemasan botol ke tangan Thalia.
"Kenapa semua orang berusaha meminumkan kopi padaku pagi ini?" Tanya Thalia sambil tertawa. "Aku akan minum ini nanti, thank you, Dr. Clark." Ucapnya sambil memasukkan botol kecil itu ke kantong jasnya dan berlalu dari hadapan Lewis ke dalam kamar pasien bersama Paula.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Doctor (Completed)
RomanceAthalia Lexington (30), seorang dokter yang terbiasa hidup sendirian sejak dia memutuskan untuk pergi dari rumah orangtuanya yang kaya raya di London. Setelah berkeliling ke berbagai negara sebagai relawan, akhirnya ia menetap di New York. Perempuan...