London
"Good morning baby.." Sapa Christy sambil membawa sebuah nampan berisi menu sarapan kesukaan Thalia. Ia masih mengenakan piyama dan belum menyisir rambutnya. Pagi-pagi sekali ia bangun dan menyiapkan sendiri sarapan itu.
"Hi..mom.." Jawab Thalia dari balik bantal yang menimpa kepalanya. Ia masih merasa lelah sekali.
"Wake up... kudengar kau belum makan apapun semalam."Mau tidak mau Thalia membuka matanya dan berusaha keras untuk duduk. Ibunya meletakkan nampan tepat di pangkuannya. Wangi makanan langsung menyerbu hidung Thalia. Ia mengunyah dengan mata setengah tertutup. Christy tertawa.
"Maafkan kami tidak bisa menemanimu kemarin. Bagaimana kencanmu?"Mata Thalia terbuka dan kesadarannya langsung terkumpul jadi satu begitu mendengar pertanyaan itu. Ia berhenti mengunyah dan beranjak dari tempat tidur dengan kesal.
"Oh my God, mom, kau bahkan tidak bertanya bagaimana kehidupanku selama sepuluh terakhir ini, yang kau pedulikan hanya dengan siapa aku akan menikah?" Ketus Thalia sambil merapikan rambutnya dan mengambil handuk.
"Bukan itu maksudku, Alea.."
"Kumohon keluarlah dari sini mom, aku mau mandi. I'll talk to you guys later." Potong Thalia tegas. Ibunya terdiam dan berjalan keluar dengan wajah sedih.Thalia baru ingat ketika air dingin membasahi kepalanya. Semalam ia berbicara pada Calvin hingga tertidur pulas. Dan pria itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Baiklah, kalau memang itu maumu, batinnya.Thalia menghabiskan sisa pagi itu dengan menyapa ayahnya. Louis Lexington adalah sosok ayah yang tidak banyak bicara. Ia hanya mengucapkan hal-hal yang memang perlu diucapkan. Ketika memutuskan untuk pergi dari rumah beberapa tahun silam, Louis hanya berpesan pada putrinya, 'I'll stay at your behind, no matter where you are. Call me immediately if you need something.'
Setelah beberapa pelukan hangat, sedikit tangisan dan wejangan, Thalia mencari sosok Maggie. Tenyata wanita tua itu tengah berada di dapur dan memerintahkan agar koki rumah memasak semua menu kesukaan Thalia untuk makan siang.
"Sepertinya kau berencana untuk membuatku gemuk seperti sapi di sini." Sapa Thalia sambil membuka lemari pendingin dan mengeluarkan semangkuk es krim. Ia kemudian duduk di samping Maggie. Dua orang koki yang sedang memasak memandangi Thalia sambil tersenyum-senyum. Keduanya baru bekerja di kediaman Lexington sejak dua tahun lalu. Ini adalah pertama kalinya mereka melihat Thalia secara langsung.
"Cantik bukan? Kalian bisa menikmati apa yang kalian lihat selagi ia masih belum bersuami." Ujar Maggie pada kedua koki itu sambil mengelus kepala Thalia. Yang dibicarakan hampir tersedak mendengar itu.
"Kau pikir aku ini makanan? Dan kenapa gaya bahasamu itu kuno sekali?" Protes Thalia sambil tertawa."Anakku, kau sudah punya pacar? Jujur aku kecewa melihat kau pulang sendirian kemarin." Timpal Maggie.
"Kau belum dengar? Mom and Dad akan menikahkanku pada seorang pengusaha kaya. Kemarin aku sudah bertemu langsung dengannya, dia benar-benar seksi seperti yang terlihat di foto." Jawab Thalia datar tanpa mengalihkan pandangannya dari mangkuk es krim."I heard about it. Alea are you okay with this?" Tanya Maggie khawatir. Ia menarik tangan Thalia dan mengajaknya menjauh dari dapur agar tidak ada yang mendengar.
"I'm okay Maggie. I'm not going to marry him. I'll talk to Mom and Dad this evening."
"But I've heard it has been settled."
"I know."
"Why? Do you have someone in your mind?"
"I do."
"Who is he? Is he here?""Is he okay?" Tanya Thalia siang itu pada Paula di telepon.
"He's fine. Dia sudah diterapi dan sekarang sedang tidur. Keluarganya ada di sini menemaninya."
"Baiklah kalau begitu."New York
Paula menutup telepon sambil menatap sosok di depannya. Suatu kebetulan Thalia menghubunginya ketika ia sedang berada di kamar Calvin. Pria itu menghembuskan nafas berat sebelum berbaring kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Doctor (Completed)
RomanceAthalia Lexington (30), seorang dokter yang terbiasa hidup sendirian sejak dia memutuskan untuk pergi dari rumah orangtuanya yang kaya raya di London. Setelah berkeliling ke berbagai negara sebagai relawan, akhirnya ia menetap di New York. Perempuan...