Part 32 - Sepatu Baru

15.1K 1.1K 16
                                    

There's an old story in Chinese folklore about a magical connection between two people that are destined to be soulmates, called "The Red String of Fate".
The two people connected by the red thread are destined lovers, regardless of time, place, or circumstance.
This magical cord may stretch or tangle, but never break.
This myth is similar to the Western concept of "Soulmates".

Do you ever wonder who is tied to the end of your thread?

-Unknown-

"Aku bisa gila." Ujar Elena menatap pantulan dirinya di kaca jendela mobil yang sedang melaju menuju rumah sakit. Dia merasa seperti sedang terjebak dalam mimpi buruk. Seseorang harus membangunkannya dari semua ini. Airmatanya mengalir ketika handphone-nya berbunyi, itu panggilan dari suaminya.

"James..."
"Elena, aku dan Richard dalam perjalanan menuju bandara. Kalian menuju rumah sakit mana? Ketika tiba nanti kami akan langsung menyusul ke sana."
"Ruby Hall. Amar dan Leona sudah berangkat lebih dulu dengan ambulans. Aku menyusul belakangan dengan Mohan dan Aditi karena harus membawa pakaian Calvin. Thalia masih belum juga kembali sejak pagi. Kami sudah coba hubungi, namun handphone-nya tidak aktif."

"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Entahlah, yang kutahu Leona berteriak memanggilku. Ketika aku datang, Calvin sudah tak sadarkan diri. Oh Tuhan..."
"Elena? Elena tegarkan dirimu. Kau tidak boleh tumbang di saat-saat begini. Setidaknya tunggu sampai kami tiba di sana."
"James, ini terasa seperti mimpi buruk yang tak ada habisnya. Tunggu sebentar. Handphone Calvin berbunyi. Aku harus mengangkat ini, nanti kuhubungi lagi."

Elena menatap nomor yang tertera di layar handphone itu. "Aditi, coba kau lihat ini? Apakah ini nomor lokal?" tanyanya. Ia menyodorkan handphone itu pada Aditi yang duduk di depan bersama Mohan. Aditi melihatnya lalu mengangguk. "Apa kau bisa menjawabnya?"

Aditi mengangkat handphone itu. Dia mulai berbicara dalam bahasa lokal yang sama sekali tidak dimengerti oleh Elena. Hanya saja disela-sela percakapan itu dia bisa mendengar Aditi menyebut nama lengkap Thalia. Raut wajah dan nada bicara Aditi berubah menjadi serius.

Elena melihat wanita itu memegang pundak suaminya yang sedang menyetir. Tiba-tiba Mohan melambatkan laju mobil hingga akhirnya mereka berhenti di pinggir jalan. Wajah Mohan juga sudah berubah menjadi serius.

Beberapa saat kemudian Aditi menyampaikan sesuatu yang membuat dinding pertahanan Elena runtuh. Beberapa minggu ini dia sudah menahan agar dinding itu tetap berdiri, namun kali ini...

"Madam?! Madam?! Madam, sadarlah?! Astaga, apa yang harus kita lakukan?!" tanya Aditi panik pada suaminya yang terlihat sama paniknya.
"Kita ke Ruby Hall dulu, baru setelah itu kita lihat Miss Thalia di Hardikar. Astaga, ini benar-benar buruk." Jawab Mohan. Ia segera menginjak pedal gas dan melaju.

"Mister? Do you need something?"
Calvin menoleh ke belakangnya. Seorang pria tua berwajah seperti orang Asia sedang menyapanya dari belakang.
"Ah, no, thank you." Jawab Calvin. Pria itu menatapnya heran sebelum berlalu.

"Where is this?" tanya Calvin pada dirinya sendiri. Ini tidak terlalu yakin tapi ini tidak terlihat seperti di India. Dia sedang berdiri di depan sebuah gedung mewah bergaya klasik yang sepertinya merupakan hotel. Calvin melangkah mendekat, tapi segera tersadar oleh sesuatu.

Ia memeriksa pakaiannya dan kaget ketika sadar dia hanya memakai kaus dan celana pendek saja, tanpa alas kaki sama sekali. Ia memeriksa saku celananya. Untungnya dia masih membawa dompetnya. "What on earth am I doing here..." ujarnya sambil geleng-geleng kepala. Ia berjalan masuk melewati pintu hotel yang berputar.

Di pintu yang berputar itu dia berpapasan dengan seorang anak laki-laki. Tampan sekali anak ini, pikirnya.
"Wait, aku pernah melihat anak itu sebelumnya." Ujar Calvin ketika sudah berdiri di dalam lobby. Dia keluar lagi dan mendapati kerumunan orang tengah berkumpul di pinggir jalan.

My Beautiful Doctor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang