"Mom, we're here!" panggil Leona yang baru saja tiba. Ia, Richard, dan Mohan baru saja pergi membeli berbagai bahan makanan dan kebutuhan lainnya di sebuah swalayan terdekat. Sepertinya kedua orangtuanya masih tertidur karena kelelahan.
Leona meletakkan semua yang dibelinya di atas meja dapur ketika ia mendengar ada suara benda terjatuh.
"Kau dengar itu? Itu dari kamar Calvin." Kata Richard penuh curiga. Mereka saling berpandangan sebelum berlari cepat ke arah kamar Calvin dan Thalia.Ketika mereka masuk, keduanya kaget melihat Calvin yang kini sudah tidur dengan posisi menyamping tanpa alat bantu pernapasan. Alat itu kini tergeletak di lantai dekat tempat tidur. Sepertinya Calvin tak sengaja menjatuhkannya.
"Astaga, Leona cepat panggil semuanya ke sini." Ujar Richard yang langsung mendekati Thalia dan membangunkannya. "Thalia, Thalia wake up."Thalia membuka matanya perlahan. Di depannya Richard sedang mengarahkan jarinya pada Calvin. Detik itu juga matanya terbuka selebar-lebarnya. Ia langsung duduk dengan cepat dan memegang bahu Calvin.
"Calvin? Calvin apa kau sudah sadar?" tanya Thalia. Mata dan tangannya dengan sigap memeriksa semuanya dari kepala hingga kaki Calvin.
"What's wrong? Is he waking up?" tanya Elena dari belakang. Semua orang sudah berkumpul di kamar itu."Apa ia membutuhkan sesuatu?" tanya James.
"Calvin? Can you hear me?" panggil Thalia lagi sambil berdoa dalam hati. Tidak ada jawaban, hingga akhirnya jari Calvin bergerak memegang tangan Thalia."Aku lelah sekali, tolong biarkan aku tidur sebentar lagi." Jawab Calvin pelan. Kedua bahu Thalia langsung melorot lemas. Airmatanya mengalir. Ia memberi isyarat agar semuanya keluar dari kamar.
"Tidurlah, kau pasti lelah." Jawab Thalia sambil mengusap-usap kepala pria itu.Thalia baru akan beranjak untuk keluar kamar tapi Calvin menahan tangannya hingga ia berbaring kembali.
"Biarkan mereka keluar, tinggalah di sini."
"Kau tahu kita ada di mana saat ini?" tanya Thalia. Calvin tetap terpejam dan diam. Ia menggeleng pelan.
"Kita ada di India." Jawab Thalia pelan.
"India?"
"Hmm, kita akan coba mengobatimu di sini."
"Oh ya?" jawab Calvin, masih terpejam. Sepertinya ia benar-benar mengantuk.
"Ya. Tapi ini akan jauh lebih sakit daripada terapi yang kau terima di St. Claire."
"Oh ya?""Calvin?" Bisik Thalia.
"Yea?"
"Don't leave me."
"Alea..."
"Hmm?"
"I'm not going anywhere."Thalia baru akan membantu orang-orang menyiapkan makan malam ketika bel di pintu depan berbunyi.
"Aku sudah menyiapkan semuanya." Kata Amarya sambil membawa satu buah tas kulit berukuran besar. Thalia mengajaknya duduk di ruang tamu.Amarya mengeluarkan 18 buah tabung berisi serbuk berwarna-warni, dan 3 buah stoples berukuran sedang berisi cairan obat, juga 5 wadah kecil yang berukuran sama besar. Thalia tahu persis apa isi wadah itu. Itu adalah wadah berisi salep dengan resep rahasia keluarga Amarya. Ia pernah memberikannya pada Calvin.
"Satu wadah untukmu, sisanya berikan pada mereka. Aku yakin tidak ada yang menjual ini di Eropa dan Amerika." Ujar Amarya sambil tersenyum. Thalia mengangguk.
"Thalia. Semua ini adalah tahap I. Serbuk ini untuk kau racik dengan air hangat. Dan semua yang di dalam stoples ini harus ia habiskan dalam waktu satu minggu. Satu racikan tabung untuk tiga sendok obat dalam stoples, begitu takarannya. Ia akan sering mengalami demam tinggi, tidak apa-apa asal kau menjaganya. Ia mungkin juga akan berusaha untuk membunuhmu beberapa kali karena obat ini. Kita akan lihat perkembangannya dalam satu minggu ini. Setelah ini selesai, ia punya 3-4 hari untuk beristirahat sebelum kita lanjutkan ke tahap II. Tentu saja itu sudah tidak terlalu menyakitkan."
Thalia memandangi semua yang diberikan Amarya padanya dan menghela nafas berat.
"Percayalah padaku, kalau ini bereaksi langsung seperti yang aku perkirakan, kau akan butuh bantuan tenaga laki-laki untuk menahannya. Calvin akan memberontak seperti anak kecil yang kesakitan ketika kau mulai memasukkan semua ini ke dalam mulutnya. Aku sarankan semuanya kau lakukan di siang hari, agar malam hari ia bisa tidur."
"Baiklah."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Doctor (Completed)
Roman d'amourAthalia Lexington (30), seorang dokter yang terbiasa hidup sendirian sejak dia memutuskan untuk pergi dari rumah orangtuanya yang kaya raya di London. Setelah berkeliling ke berbagai negara sebagai relawan, akhirnya ia menetap di New York. Perempuan...