Part 21 - Her Ruined Birthday

18.2K 1.4K 35
                                    

"Calvinnn..." sapa Leona sore itu sambil menjulurkan kepalanya dari balik pintu. Di atasnya, Richard ikut melakukan hal yang sama. Mereka baru saja tiba dan langsung menuju St. Claire dari airport tadi.
"Hey! Come on in!" Balas Calvin riang. Adiknya masuk sambil membawa beberapa bungkus makanan.
"Hahaha, sempat-sempatnya beli makanan.." ujar Calvin geleng-geleng kepala.

"Jangan besar kepala, ini dibeli di airport karena kami berdua kelaparan tadi. How are you? Oh, I miss you so much.." jawab Leona mengulurkan kedua tangan dan berjalan ke arah kakaknya. Mereka berpelukan beberapa saat.
"We're really sorry Calv, kami baru dengar kabar kalau kau kemarin dioperasi." Ujar Richard.

"Yeah, what was happened? Are you okay" Sahut Leona cemas.
"I'm fine. Berita baiknya, mereka sudah mengangkat tumor di kakiku. Berita buruknya.., sel-sel kankernya sudah menyebar. Kini aku hanya bisa berpegang pada terapi dan mencoba bertahan selama mungkin.."

Leona dan Richard terdiam mendengar penjelasan itu.
"But hey, at least I have the greatest Doctor in the world on my side, right?" Lanjut Calvin untuk memecah kesunyian. Leona memandang Richard beberapa saat dengan penuh isyarat.
"Yeah Calv, about that Doctor, can we meet her?" Tanya Leona pelan.

"No, apparently you can't. She's going to London tomorrow for three days. Why?"
"Really? What about today? Can we meet her?"
"Leona, I think we should wait until she's coming back.." cegah Richard sedikit khawatir.
"What's going on?" Tanya Calvin mulai curiga.
"Leona.." panggil Richard, tapi dihiraukan.
"Calv, there's something you should know.."

Pulang ke apartemen, Thalia langsung mandi dan mengganti bajunya dengan cocktail dress selutut berwarna hijau tua. Ia mengepang rambutnya agar terlihat sedikit santai. Langkahnya terhenti ketika akan keluar dari kamar. Matanya tertuju pada koper kecil di sudut ruangan yang terbuka lebar namun belum diisi sama sekali. Ia menghembuskan nafas berat kemudian mematikan lampu dan pergi.

Restoran yang dipesan Thalia sedang tidak terlalu ramai petang itu. Meski demikian ia bisa merasakan beberapa pasang mata menatapnya ketika seorang pelayan mengantarnya menuju meja yang sudah disediakan. Di sana Paula, Lewis, dan Joanna sudah menunggu. Thalia melihat Joanna mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkannya pada Paula dan Lewis sambil menggerutu.

"Apa yang kalian pertaruhkan?" Tanya Thalia sinis.
"Aku bertaruh pada mereka kalau kau tidak akan mengganti bajumu dan langsung menuju kemari." Jawab Joanna kesal. Thalia tertawa.
"Happy Birthday, Athalia.." Sapa Lewis sambil menyalami tangan Thalia dan memeluknya.
"Happy Birthday, Princess.." lanjut Paula.
"Here's your souvenir. Happy Birthday honey.." lanjut Joanna sambil memeluknya lalu menyerahkan sebuah kotak berwarna coklat emas.

Thalia membuka kotak tersebut. Di dalam ada sebuah patung pria telanjang berukuran mini yang memegang papan kecil bertuliskan "I love Barbados". Thalia tertawa sambil geleng-geleng kepala. "I'll put this on my desk."

Setelah makan dan mengobrol selama hampir 3 jam, Paula memutuskan untuk pamit terlebih dulu karena harus kembali ke rumah sakit. Lewis menawarkan untuk mengantarkan Thalia dan Joanna pulang namun mereka menolaknya. Keduanya memutuskan untuk singgah ke bar langganan mereka, yang ada di dekat apartemen Joanna.

"Lewis, he really likes you. Do you know that?" Sela Joanna ditengah canda gurau mereka. Thalia tengah meneguk gelas ketiganya. Ia menunduk.
"I know." Jawabnya pelan. Sejujurnya ia sudah tahu sejak lama, dan ia merasa bersalah. Lewis bukanlah pria pertama yang menatapnya dengan tatapan aneh seperti itu. Sejak menginjak usia remaja hingga saat ini, baik Thalia maupun Joanna tahu sudah berapa banyak laki-laki yang menatapnya seperti itu.

"Why don't you try it this time? I think he's a great guy."
"I had someone.. in my mind.. right now. And.. he's really.. uhmm.. strange.. I would say.." Jawab Thalia setengah menggumam, pandangannya sedikit kabur. Joanna melihatnya lalu menarik gelasnya dan meminta bartender menggantinya dengan segelas air putih dingin.
"You do? Okay, this guy, is he in London? That's why you're going there tomorrow?"

My Beautiful Doctor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang