cinta sampai halal part 17

3.2K 91 0
                                    


Setelah makan malam tadi usai,aku membantu mama membereskan piring-piring kotor.

"Kalian baik-baik sajakan?" lantas aku menoleh pada mama. Nada suaranya terdengar menyelidik.

"Baik kog ma." Jawabku berdusta. mama mangguk-mangguk setelah mendengar jawabanku seraya menyelesaikan pekerjaannya.

"Besok,kalian jadi pindahnya?"

"Belum tahu ma. Fikran juga nggak ngomong apa-apa sih."

"Hm. Oh iya,ayah minta pesan lagi katanya baksonya enak. Kalian beli dimana sih?" tiba-tiba saja aku tersenyum simpul.

"Oh itu ma...,tadi aku sama fikran singgah di warung dipinggiran jalan. Terus si pemilik warung ngasih hadiah semangkok bakso pada fikran. Apa ayah menyukainya?" mama mengangguk. "Alhamdulillah."

Semua pekerjaan telah tuntas. Aku segera izin pada mama untuk beristirahat. Aku melangkahkan kakiku perlahan memasuki kamar. Aku mengira dia sudah tertidur,ternyata dia masih sibuk dengan laptop dipangkuannya. Aku mendekatinya,memastikan apa dia masih enggan berbicara padaku.

Fikran mengangkat kepalanya dan menoleh saat menyadari kedatanganku sembari tersenyum padaku. "Alhamdulillah..." bisikku. Dugaanku meleset. Dia terlihat baik-baik saja dan tidak terlihat marah kepadaku. Aku mendekatinya dan duduk disampingnya. Dia kembali pada kegiatannya. " Apa kamu sudah mengemas?" Tanyanya

" belum. Apakah besok kita jadi pindahanya?" Dia mengangguk.

--

Matahari telah terbit dari tempat peraduannya. Setelah usai melaksanakan shalat, aku mengemas barang-barang ku. Dia juga sudah terlihat membereskan barang-barang penting milik perusahaan.

Kami sibuk pada kegiatan kami hingga mama menyadarkan kami. Kami sama-sama menoleh.

" makanan sudah siap. Kalian makan dulu sebelum pergi." Pinta mama.

" Iya ma." Jawab kami.

Sepeninggal mama,aku dan fikran merapikan barang-barang kami  lalu menuju ruang makan.

Kedua orangtuaku sudah duduk menunggu kami diruang dapur. Kami segera ikut nimbrung.

"Assalamu'alaikum yah,ma."

"Wa'alaikumussalam." Jawab keduanya. Segera kami menyantap hidangan yang disediakan.

--

Setelah pamit pada kedua orangtuaku,kami segera berangkat.
Dalam perjalan menuju rumah yang sebentar lagi akan kami tempati,kami berhenti sebentar di warung milik pak amin pemilik bakso yang kemarin memberikan hadiah seporsi bakso pada fikran. Senyum ramah dari pak amin menyambut kedatangan kami. Kami langsung dipersilahkan untuk duduk sembari menunggu bakso yang dipesan.

Tidak perlu menunggu lama karena hanya beberapa orang saja yang berada di warung milik pak amin membuat pekerjaannya cepat selesai.

Kami segera menikmati bakso yang sudah disiapkan.
"Bakso bapak ini sangat enak,kenapa bapak tidak mengembangkan usaha bapak ini? Saya yakin usaha bapak ini akan menguntungkan jika bapak pandai mengolah ide bapak yang kreatif." Tutur fikran memberikan masukan
setelah mencicipi dua tiga sendok kuah bakso. Pak amin tersenyum.

"Bapak juga kepengen nak,tapi semuanya seperti mimpi. Bapak sadar,bapak bukan orang yang berada. Jangankan bermimpi membangun usaha ini lebih besar,modal awalnya saja bapak pinjam dari sodara bapak." Tutur pak amin dengan gurat wajah sedih yang ia sembunyikan dengan menampilkan senyumannya.

"Bapak tidak perlu khawatir. Asal bapak mau dan percaya,saya akan mencoba membantu." Tutur fikran membuat sudut melengkung dibibir pak amin.

"Terimakasih nak." Sahut pak amin.

"Sama-sama pak."

Setelah selesai menikmati bakso pak amin,kami segera pamit padanya hendak melanjutkan perjalanan kami.
Fikran menjabat tangan pak amin sebelum ia keluar dari warung miliknya.

--

Aku menyendarkan tubuhku pada sofa. Mataku rasanya mulai terasa berat.
"Kalau kamu ngantuk,kamu ke kamar saja. Biar aku yang membereskan semuanya." Tuturnya. Aku mengatur posisi dudukku yang tadi menyandar ke posisi duduk. Aku bergegas berdiri.

"Kamu mau kemana?" Tanyanya setelah mendapatiku menuju ruangan yang lain bukan ruang kamar.

"Aku mau ke kamar kecil. apa tidak bisa?"

"Oh kirain mau kemana. Oh iya,aku mau ke masjid setelah ini. Jadi kalau kamu mau istrahat,istrahatlah."

"Hm." Sahutku seraya melangkah ke kamar kecil yang terletak diruang dapur meninggalkannya yang masih sibuk mengangkat barang menuju ke kamar.

Aku masuk ke kamar mandi seraya membasuh wajah sekaligus mengambil air wudhu. Karena shalat dzhur hampir tiba.

Setelah selesai aku segera menuju ke kamar. Langkahku terhenti saat berada didepan pintu kamar. Aku menarik napas dalam seraya menahan kekesalanku.

Pakaian yang dibiarkan berantakan diatas tempat tidur membuat mataku sakit. Itu pemandangan yang membuatku selalu kesal.
Mau tidak mau,aku harus merapikannya terlebih dahulu.

Setelah semua beres,barulah aku melaksanahkan shalat. Sebenarnya tidaklah baik jika harus menunda shalatku hanya karena pakaian-pakaian itu namun sesungguhnya sangatlah mengganggu pikiranku.

Setelah melaksanahkan shalat,aku menuju ke dapur. Aku mulai bingung,apa yang harus aku perbuat melihat perabotan pelengkap dapur belum tersedia.

Fikran baru saja kembali dari masjid dan aku segera menyampaikan keluhanku padanya. Dia mengerti dan sebentar sore,dia akan ke pasar membeli parabotan dapur.

--

Dia sudah terlihat rapi. Sedang aku masih bermalas-malasan di tempat tidur. Dia menoleh kearahku sebentar lalu mengambil kunci mobilnya.

"Apa kamu tidak ingin ikut?"

"aku mau di rumah saja." Dia mengangguk lalu bergegas pergi.

Setelah dia keluar dari kamar,aku segera beranjak dari tempat tidur menuju jendela kamar hendak membuka horden yang masih tertutup. Aku menggeser horden ke kanan dan aku dapati pemandangan yang kurang mengenakan. Dari jendela kamar,aku sedang memperhatikan dirinya yang bercakap-cakap dengan seorang wanita. Bisa dibilang wanita itu seumuran denganku. Sungguh pemandangan itu membuat rasa tidak nyaman yang aku rasakan. Apalagi setelah tahu,wanita itu ikut masuk kedalam mobil.

Pikiranku mulai buruk akan pemandangan yang baru saja aku lihat. Siapa wanita itu dan kenapa mereka sudah terlihat akrab?
Segera aku menepis prasangka burukku tentangnya. Aku tidak ingin soudzhon pada sesuatu yang belum aku tahu kebenarannya. Aku mencoba menenangkan pikiranku dengan istihgfar. Karena bagiku,hanya itu obat penenang hatiku.

Cinta sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang