Cinta sampai Halal part 13

3.3K 96 0
                                    

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah diciptakanNya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram disampingnya dan dijadikannya rasa cinta kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya yang demikian menjadi bukti kebesaran Allah bagi orang-orang berfikir.
(Qs. Ar-Rum 21)

               ☆☆☆☆

Dua minggu sebelum pernikahan,aku,fikran juga tante rahma pergi ke butik langganan tante rahma.

Sesampainya disanah,aku langsung diperlihatkan dengan gaun pilihan tante rahma. Subhanallah,gaun yang sangat indah dan sesuai tema yang yang ditentukan. Tema putih. Aku memilih tema putih bukan tanpa alasan. Bagiku putih melambangkan kesucian. Sucinya hati yang diikat dengan ikatan sakral karena Allah semata. Karena Allah,benarkah? Bukankah pernikahan ini tidak didasari dengan cinta? Semata-mata hanya karena kepentingan keluarga?

"Kamu suka nak?" Aku mengangguk sambil menatap kagum pada gaun yang sedang aku sentuh.

--

Aroma bunga melati mulai menyebar di setiap sudut ruangan ini. Kamar berukuran 5×6 meter ini sudah dihiasi dengan bunga-bunga kertas.
Warnah cream lebih mendominasi ruangan ini. Bunga-bunga dengan berbagai macam warnah,tertata dengan rapi disetiap sudutnya.

''Luar biasa pendekor kamar ini.'' gumamku.

Aku duduk ditepian ranjang seraya menunggu seorang perias wajah.

Seorang wanita muda akhirnya masuk ke kamar dengan membawa perlengkapannya.
Dia tersenyum sembari meletakan perlengkapannya diatas meja.

"Mbak alwa,ndak perlu gugup yah. Cukup merem aja biar saya bisa memolesi wajah mbaknya ndak belepotan nantinya." Ujarnya. Aku hanya mengangguk.

"Mbak namanya siapa sih?" Tanyaku dalam mata terpejam. Sentuhan alat-alat mek up sudah terasa menyentuh wajahku lembut.

"Panggil saja saya,dian."

"Oky. Mbak dian sudah berapa lama berprofesi sebagai tukang rias?"

"Cukup lama sih mbak. Saat saya menyelesaikan SMK saya,saya langsung terjun dalam dunia tata rias."
Aku mangguk-mangguk mendengar penuturan mbak dian. "Mbak,mulutnya jangan terlalu ditutup rapat. Biasa aja." Aku hanya menurut. Pelan tapi pasti,kuas lembut mulai menyentuh bibirku. Lalu kuas-kuas mek up menyentuh dan menyapu lagi wajahku.

"Sudah." Aku membuka mataku perlahan. Subhanallah,apakah ini aku?
Riasan yang terlihat sangat natural dan cocok dengan wajahku.

"Mbak suka dengan riasannya?"

"Suka banget mbak. Makasih yah..." sembari tersenyum padanya.

--

Pelan tapi pasti,lantunan ayat suci dari qori yang diundang ayah dari ponpes mampu membuat aku terharu. Lantunan ayat suci Al-Qur'an
Surah Ar-rahman dia lantunkan dengan sangat merdu. Aku sampai tidak bisa menahan tangisku.

Mama dan puput datang menghampiriku lalu memelukku.

Setelah pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an selesai,barulah dilaksanakan ijab qobul.
Rasa deg-degan mulai aku rasakan. Rasanya semua bercampur menjadi satu aku rasakan. Suara itu terdengar sangat jelas ditelinga.

Bismillah....

"Ahmad fikran,saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya salwa putri khumaira dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan kalung emas dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya salwa putri khumaira untuk saya,dibayar tunai."

"SAH..."

"SAH..."
--

Mama lalu memelukku. Lalu puput juga ikut memelukku. "Selamat ya alwa. Semoga menjadi keluarga yang SAMAWA."

"Makasih put." Puput mengusap pipiku yang telah basah.

"Jangan nangis dong,nanti cantiknya ilang."

"Ihh puput,masih bisa aja bercandanya. Aku sedih nih."

"Iya deh iya. Cup cup,anak mama tidak boleh cengeng."

"Mama..." kali ini mama mengejekku. Aku malu sekali apalagi dibilang cengeng sama mama. Padahal aku uda mencoba untuk kuat supaya tidak nangis,eh malah aku nangis.

Aku segera menuju ke kursih pelaminan. Namun bukan bersama mama atau puput. Melainkan bersama fikran yang telah sah menjadi suamiku.

"Lihatin apaan?" Tanyaku padanya yang sedari tadi menatapku dengan tatapan anehnya.

"Cantik."

"Hah..." dia tersenyum

"Tidak. Uda jangan banyak ngomong. Para tamu uda datang tuh.." aku menengok pada para tamu yang hendak mengucapkan selamat.

"Selamat yah al. Semoga samawa yah.." ucap sinta teman satu fakultasku kemarin.

"Aamiin.. makasih sin. Aku do'ain deh moga cepat menyusul. Hehe..." dia tertawa.

"Aamiinin aja deh." Lalu kami saling berpelukan.

"Selamat yah al,semoga jadi keluarga yang SAMAWA." Ucapnya sembari tersenyum. Aku masih dibuat penasaran. Sejujurnya,aku tidak mengenalinya.
"Alwa,apa kamu tidak sedikitpun mengenaliku? Aku rana" rana? Subhanallah...

"Serius,kamu rana?" Dia mengangguk. Aku langsung memeluknya. "Sumpah,aku sampai tidak mengenali dirimu." Lalu aku melepaskan pelukanku. Dia tersenyum.

"Apa kah aku bak putri hingga kau tak mengenaliku?" Aku mencubit lengannya. "Sumpah,kamu beda banget na." Bisikku ditelinganya. Dia hanya tertawa cengengesan menanggapi perkataanku.

Aku melirik sejenak pria yang berdiri disampingnya yang masih menyalami fikran. "Ehm,jangan lupa undangnya yah..." bisikku di sampingnya.

"Ihh alwa,dia tuh teman aku."

"Teman atau temen?" Godaku. Dia tertawa lagi seraya mencubit lenganku. "Teman ih..." aku hanya tertawa simpul padanya.
"Aku do'ain moga cepat menyusul yah..."

"Aamiinin aja deh." Sahutnya dengan tawanya. Akupun ikut tertawa.

--

Aku duduk di kursi sembari menghapus mek up yang masih menempel di wajahku. Suara derap langkah kaki terdengar semakin dekat menuju ke arah kamar yang aku tempati.

Pintu terbuka. Wajah yang tidak asing,wajah yang beberapa saat lalu mengucap ijab qabul. Aku masih termangu menatap dirinya lewat kaca persegi yang terpampang didepanku. Masih sulit aku percaya namun aku kembali meyakinkan diriku,jika ini adalah nyata.

Dia fikran,segera masuk ke kamar kecil tanpa menoleh kearahku. Tatapannya datar tak ada senyum seperti tadi. Aku berusaha untuk tenang dan tidak memikirkan sesuatu yang membuat kepalaku pening.

Setelah mengganti pakaian dengan baju piama,aku segera membaringkan tubuhku.

Bantal guling aku letakan di tengah-tengah sebagai pembatas aku dan dia. Rasanya aku belum siap jika harus tidur sekamar dan seranjang dengannya.

Rasanya diri ini masih sulit menerimanya dalam kehidupan yang akan aku lalui kedepannya.

Suara pintu terbuka menandakan dia telah selesai membersihkan dirinya. Tidak ada sekata patahpun yang dia ucapkan. Dia hanya mengambil bantal lalu meletakan dibawah disamping ranjang kami. Beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman.

Aku memperhatikan dirinya,yang sekarang telah berbaring di tikar itu.

Ada rasa tidak enak yang aku rasakan pada dirinya namun mungkin dia lebih paham akan hal itu. Karena kami menikah tanpa didasari rasa cinta.

Cinta sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang