23

1.5K 300 21
                                    


"Lo bawa gue kemana Hanbin." 

Yerin berkata dengan datar. Seakan bukan melontarkan sebuah pertanyaan. Hanbin menoleh dan tersenyum. "Ke suatu tempat."

Yerin menatap Hanbin tajam lalu Hanbin tertawa kecil. "S..sori deh, gue maunya surprise nih." 

"Surprise apanya kalo udah ketahuan di toko es krim." 

Yerin menatap datar sekelilingnya. Hanbin cuman nyengir dan menggaruk belakang lehernya. "Maaf, gue punya voucher nih terus gue pengen ngajak lo nge-da— maksud gue keluar bareng." 

"Hmm.." 

"Anu, maaf kalo lo gak puas."

Yerin menoleh bingung. "Kenapa?"

"Yah, lo orang kaya pasti ngira gue bakal—"

"Gue justru lebih seneng yang sederhana. Gue udah muak sama yang mahal sama mewah." ucapnya lalu mengantri. Hanbin mengikut di belakangnya dan tersenyum. 

Mereka memesan es krim dan membayarnya. Lalu duduk di salah satu meja di kafe.

"Jadi, lo hari ini cuman ngajak gue ke sini?" 

"Um, nggak.. sih.. gue mau ngajak lo ke festival jazz.. uh, itupun kalo mau! Terus jalan-jalan sebentar ke pameran seni." 

Yerin terdiam, "Lo punya jiwa seni ya?"

"Oh, um gue suka musik sih. Tapi gue gak bisa gambar hehe. Tapi ya, mungkin gue suka sama hal kayak gitu. Lo gak suka ya? Kalo gak suka—"

"Gue suka kok." 

Hanbin mengerjapkan matanya. 

 "Gue suka sama orang yang ambisius sama tekun ke bidang yang dia suka. Entahlah itu olahraga atau seni, menurut gue dia orang yang tanggung jawab dan berani ambil resiko." 

Hanbin tersenyum. Mendengar perkataan Yerin itu membuatnya senang. 

"Lo sendiri, suka apa?" 

"Gue gak suka apa-apa. Karena gue ditekan sama orang tua gue... gak ada hal yang bisa gue tekuni." 

"Emang gak ada bidang apa kek yang bikin lo bahagia?" 

Yerin terdiam. 

Bahagia? Sudah lama Yerin tidak pernah merasakan rasanya bahagia. Semenjak hidupnya hancur beberapa tahun lalu. Keluarganya menghancurkan semuanya, mulai dari hobinya, kebahagiaannya, juga orang yang dicintainya dulu.

"Yer?"

"Gue.."

apa harus gue kasitau?

"Gue suka.."

mungkin, Hanbin anak yang baik.

"Gue suka piano." Yerin tersenyum. 

"Oh! Kalo gitu lo bisa main piano dong?"

Kenapa lo harus tanya itu.. 

"Oh... um, yah.. sedikit." 

"Sedikit?"

Yerin sedikit tersendat. Berpikir sejenak lalu ia tersenyum tipis. "Gue udah belajar lama tapi gak bisa-bisa. Jadi gue keluar main piano."

"Oooh."

Hanbin mengangguk dan menyantap es krimnya. Yerin sendiri menatap keluar jendela dengan sedih. Ia menggerakkan tangannya beberapa kali sambil diam-diam mengambil nafas dalam.


***


Yerin dan Hanbin duduk di salah satu kursi sambil melihat ke panggung. Beberapa pemain sudah mulai naik ke atas panggung sambil bersiap-siap. 

Yerin melihat langit yang berwarna jingga. Angin berhembus menerbangkan rambutnya dan aroma roti yang manis dan lezat memenuhi indra penciumannya. Ini benar-benar menenangkan. Rasanya Yerin bisa melupakan sejenak masalah hidupnya.

"Oh, udah dimulai!"

Yerin menoleh melihat Hanbin yang tersenyum dan menunjuk panggung. 

Suara alunan musik jazz terdengar. Yerin melihat dengan seksama. 

"Lo suka jazz Yer?"

"Hm? Yah, lumayan." Yerin  tersenyum. "Dulu gue suka." 

"Dulu? Kalo sekarang?" 

"Sekarang.." Yerin terdiam. "Sedikit.. ada yang bikin gue gak suka jazz." 

"Hoo.." 

"Gue gak suka mainnya." ucap Yerin yang membuat Hanbin menoleh. "Ketukannya susah." 

Hanbin tersenyum. "Tapi worth it kalo udah bisa main."

Seorang pelayan menyuguhkan roti dan minuman pesanan keduanya. Yerin memakan cupcakenya. Menikmati alunan musik. 

"Gue seneng lo bisa jalan sama gue. Gue kira lo..bakal nolak." Hanbin tersenyum sambil menggaruk belakang lehernya malu.

"Gak papa, gue juga gak ada kerjaan." 

"Oh ya?"

"Hmm." Yerin bergumam. 

"Makasih Hanbin." ucapnya. 

"Sama-sama." Hanbin tersenyum manis. 

Yerin tersenyum tipis lalu melihat panggung lagi. Lagipula ini 100 kali lebih baik daripada berlibur dengan keluarganya di Jepang. Ya, ini jauh lebih baik.





antagonist; [KH + JY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang