17

1.8K 393 33
                                    




"They're so annoying Joy!"

Waktu istirahat itu, Yerin mengeluarkan uneg-uneg pada Joy. Tentang kakaknya yang menyebalkan begitupun ibunya. Ah, mungkin keluarganya yang menyebalkan.

"Gue bersyukur gak jadi bagian anggota keluarga lo. Surem."

Yerin mendengus. "Gak di rumah, gak di sekolah, semuanya pada nyebelin. Except you, of course."

"Wonwoo juga nyebelin?"

Yerin mengangguk. "Hooh, meskipun dia gebetan gue. Sikapnya pengen gue cakar. Semua orang disini nyebelin kecuali lo sama—"

Yerin terdiam.

"Sama siapa?"

"Sama..."

"Siapa?" Joy menaikkan alisnya curiga.

"Nggak..."

"SAMA SIAPA?" Ucap Joy keras.

"Sama..." Yerin terhenti sejenak,

"Hanbin.."

Joy melotot lebar lalu tersenyum menggoda. "Ciee, jadi suka sama Hanbin nih?" godanya.

Yerin menggelengkan kepalanya, "Gak gitu. Gue cuman bilang dia gak nyebelin karena, dia bikin mood gue beberapa hari ini naik. And for your information, dia gak percaya gue nyenggol kuah dan jadi nyalahin Eunha."

"Intellectual!" ucap Joy sambil bertepuk tangan. "Udah gue bilang, move on sana ke Hanbin. Cowok baik jangan disia-siain."

Yerin mendengus, "Dikira move on gampang seenak ndasmu."

Joy tertawa pelan, "Btw, lo bisa kan weekend ini? Janji nemenin jalan-jalan!"

Yerin mengaduk minumannya sambil menghela nafas pelan. "Entahlah Joy. Ayah gue dateng minggu ini dan bcs that annoying witch and her guardian, kayaknya gue bakal di grounded dan di marahi."

"Yaah, terus gue gimana dong?"

Yerin tersenyum minta maaf, "Kapan-kapan deh. Janji."

Joy cemberut. "Yaudah deh, gue doain lo selamat dari kepungan ayah lo itu."

"Doain aja."


***


Yerin bermain hp di kamarnya sambil berbalut selimut. Cuaca dingin ini membuatnya malas bergerak. Sedari tadi ia hanya di kamar. Bahkan para pelayan membawakan makanan ke kamarnya.

"Welcome dad!"

Sayup-sayup suara dari Chanwoo terdengar di kamarnya. Ia tetap cuek, tidak bergeming. Toh sebentar lagi dia akan bertemu ayahnya. Ya, untuk dimarahi.

Ia menggerakkan kakinya sambil menge-chat Joy. Berbicara mengenai beberapa barang limited edition yang baru dirilis bulan ini, atau berbicara tentang film.

Cklek!

Yerin menghela nafas, seenaknya sendiri masuk kamarnya bahkan tidak mengetuk. Bagaimana kalau Yerin sedang berganti baju?!

Ia melirik ayahnya yang berdiri dengan tatapan tajam seperti biasa.

"Yaudah ngomong aja." ucap Yerin dingin.

Katakanlah kurang ajar, tapi ini semua karena perlakuan keluarganya padanya yang membuat gadis itu muak dan membenci mereka.

"Jadi kata ibumu, kamu ngomong ngelantur. Ngelantur yang bener-bener gak punya etika."

"Ya."

"Apa kita pernah ngajari kamu gitu?"

"Secara teknis nggak, tapi kalau secara praktik, iya." ucap Yerin datar.

Ayahnya menatap Yerin lebih tajam. Lelaki yang sudah berumur itu kenal betul perilaku anak ketiganya yang benar-benar cuek dan membangkang. Dan jangan lupakan otak gadis itu diatas rata-rata sehingga segala perkataannya bisa dibalas dengan mudah.

"Itu gak baik. Kamu bisa menjatuhkan martabat keluarga Jung."

"Tch, martabat? Bukannya jatuh udah dari dulu ya?" tanya Yerin sambil tersenyum sinis.

"Jung Yerin. ucapanmu benar-benar gak kekontrol."

"Kontrol anak sulungmu sebelum ngontrol anak ketigamu ini." ucap Yerin tenang.

"Gak usah bawa-bawa Krystal."

"Kenapa gak boleh? Waktu dia ngelakuin hal bermasalah gak bertindak tapi kalo giliranku? Gosh, the hyprocites in this family."

"Kenapa kamu bawa masalah itu—"

"Huh, gak boleh? Gak boleh aku bawa masalah yang bikin aku bener-bener terpuruk? Hm? Katanya orang tuaku, huh, mana kalian waktu dulu? Malah nyakitin anaknya sendiri."

"JUNG YERIN!"

"Ya? Kenapa?"

"Tutup mulutmu atau ayah bakal ngasi hukuman ke kamu."

"Kasih aja."

"Kamu tuh tambah besar tambah kurang ajar. Dasar anak kurang tau diri!" ucapnya dengan marah.

Yerin mengendikkan bahunya, "Kurang ajar berkat siapa? Berkat—"

PLAK!

Yerin ditampar keras dan beberapa pukulan melayang ke tubuhnya. Gadis itu mengepalkan tangannya dan menghembuskan nafas pelan-pelan.

"Anak gak tau diri. Harusnya dari dulu udah ayah habisin."

"Terus kenapa nggak? Oh, iya, soalnya cuman aku anak yang bisa jadi kambing hitam dan sasaran buat disalahin."

BUG!

"Jaga omonganmu." Ia mengepalkan tangannya, "Kalau nggak kamu diusir dari sini."

"Usir aja."

"Masih bisa ngomong kamu? Hm? Perlu dipukuli lagi?"

"Pukul aj—"

Yerin menahan rasa sakitnya saat ayahnya memukulnya bertubi-tubi. Ia menutup matanya menahan sakit. Ia sudah sering seperti ini, dan dia satu-satunya anak yang mendapat perlakuan seperti ini.

Yerin tidak berkutik sama sekali dan akhirnya ayahnya pergi dari kamarnya.

Gadis itu merintih kesakitan dan berbaring di kasur yang kini sedikit terkena darah yang keluar dari tubuhnya.

Tidak, ini tidak sebanding dengan luka yang ia rasakan selama tinggal di rumah ini.

Setidaknya luka di tubuhnya bisa terobati dan hilang. Tapi luka di hatinya tidak akan pernah hilang.

antagonist; [KH + JY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang