18

1.9K 384 17
                                    


Yerin berjalan sambil menutupi bekas luka yang ada di tubuhnya. Ia berjalan keluar gedung sekolah sendirian. Namun tiba-tiba seseorang menutup kedua matanya. 

"Tebak siapa." ucapnya dengan suara berat yang dibuat-buat. 

Yerin terdiam, berpikir sejenak. Dia hanya kenal Joy di sekolah ini. Tangan Joy tidak sebesar dan sehangat ini. Jadi yang jadi kemungkinan hanyalah,

"Hanbin."

Hanbin melepaskan pegangan matanya dan tersenyum lebar padanya. "Sendirian aja." 

"Gak punya temen." ucap Yerin cuek. 

"Makanya gue temenin." ucap Hanbin dengan senyum yang lagi-lagi terpasang di wajahnya. 

Suara sorak-sorak di sebelah kanan Yerin mengundang perhatian keduanya. Yerin menoleh dan melihat Wonwoo dan Eunha kini berjalan bersama teman-temannya. Ia menghela nafas dan menatap mereka nanar sebelum sesuatu menutupi pandangannya. 

"Gak usah diliat."

Yerin menoleh dan berjengit kecil saat melihat wajah Hanbin sangat dekat dengannya. Hanbin menoleh ke arahnya dan hidung mereka nyaris bersentuhan. 

"Pulang bareng, mau ga?"

Yerin masih diam, pikirannya masih melayang kemana-mana.

Hanbin tersenyum melihatnya lalu menggenggam tangan gadis itu hangat. "Gue anggep itu sebagai iya." 

Hanbin menarik tangan Yerin. Yerin hendak melepas tangannya namun genggaman tangan Hanbin lebih kuat. 

"Woi lepasin!"

"Gak mau."

"Gak usah modus!" 

Hanbin menarik tangan Yerin mendekat dan menunjukkan senyum manisnya. "Gue nggak modus kok." 

Yerin terdiam dan berusaha melepaskan tangan mereka yang saling bertautan. 

Keduanya memasuki bis umum. Entah hendak pergi kemana. Yerin tidak tau apa yang Hanbin rencanakan di kepalanya. Mereka duduk di belakang sendiri. 

"Mau kemana sih?" tanya Yerin sambil menatap Hanbin. 

Hanbin mengedipkan matanya, "Nanti tau sendiri." 

Yerin mengalihkan wajah Hanbin dan memukulnya pelan. "Gak usah kedip kalo gak bisa kedip." ucapnya pedas. 

Hanbin hanya tertawa kecil dan mengalihkan pandangannya keluar jendela. "Lo pasti suka deh." 

"Kok bisa tau hal-hal yang gue suka?" 

"Insting." 

"Hhhh." Yerin mendesah kasar dan mengalihkan pandangannya. Hanbin meliriknya sebentar dan senyumnya makin mengembang. 

.

Yerin menaikkan alisnya, "Bioskop?" 

Hanbin mengangguk. "Akhir-akhir ini lo kayak gak semangat. Gue udah beliin tiket." 

"Tiket ap—" Yerin membelalak ketika melihat salah satu judul film horror yang sedang ramai dibicarakan orang. Ia menatap Hanbin, "Kok horror?!"

Hanbin  mengerjapkan matanya, "Gak bisa liat horror? Gak disangka ya.. Cewek sangar—"

BUK!

"MANA TIKETNYA!" Yerin hendak mengambil dari tangan lelaki itu tapi Hanbin lebih cepat. 

Hanbin menjulurkan lidahnya dan mengangkat tangannya ke atas. "Gue mau beli dulu." 

"Hanbin!" Yerin berlari menghampirinya. Ia menarik lengan Hanbin dari sakunya, berusaha mengambil tiket itu dan merobeknya. 

"Mana! Gue gak mau nonton itu!"

"Sayang uangnya Yer." 

"Gue ganti!"

"Gak mau. Gue susah payah ngantri tiket ini." ucapnya. 

Yerin mendengus, "Salah sendiri. Harusnya lo tanya ke gue dulu!" ucapnya kesal. 

Hanbin mengendikkan bahunya dan mengambil popcorn  dan dua milo panas yang ia serahkan pada Yerin. 

"Ayo masuk. Kalo takut ya tinggal bilang ke gue." ucapnya sambil meninggalkan Yerin yang terdiam disana.

Yerin mendengus dan mengepalkan tangannya. 

.

.

.

"WUOAAAAAH!"

Yerin berteriak sambil menutup mulutnya dan kedua tangannya menutupi telinganya. Kakinya ia naikkan ke atas. 

Dasar Hanbin sialan. Lelaki itu bahkan membeli tiket untuk deluxe yang artinya kursinya lebih sedikit dari yang reguler. Walaupun nyaman, tetap saja tidak nyaman bagi gadis itu. 

Hanbin melirik ke gadis di sebelahnya dan tertawa. Lelaki itu mengacak rambut gadis itu pelan dan lanjut mengemil popcorn sambil melihat layar di depannya. 

Yerin menutup matanya dan telinga. Tidak kuat melihat layar lebar di depannya. 

Sret. 

Yerin membuka matanya ketika sebuah lengan melingkari bahunya dan menarik kepalanya bersandar di tubuh lelaki itu. Yerin mendongak sedikit dan Hanbin menatapnya sambil tersenyum. 

Tangannya mengelus rambut Yerin lembut sambil sesekali menutupi pandangan mata Yerin agar tidak melihat jumpscare yang sewaktu-waktu muncul. 

Yerin mengerjapkan matanya pelan. 

Hanbin memegang tangan Yerin yang sangat dingin itu sedangkan tangan yang lainnya mengelus rambutnya lembut. 

Yerin sudah tidak peduli dengan film horror yang ada di depannya. Yang ia pedulikan sekarang adalah tangan hangat Hanbin yang menggenggam tangannya dan degup jantungnya yang bergerak tidak normal.

.

.

"Gimana filmnya?" 

Yerin menatap Hanbin sebal. "Tau!"

Hanbin tersenyum dan mengeratkan genggamannya pada tangan Yerin. Hanbin tidak melepas genggaman tangannya meskipun sudah ada di luar studio. 

"Sampe kapan lo megang tangan gue?"

"Hmm, sampe pulang nanti."

Yerin menaikkan alisnya, "Lo mau nganter gue sampe pulang?"

"Iyalah. Yakali gue biarin lo pulang sendiri." ucap Hanbin. 

Yerin terdiam. Sedikit tidak mau orang-orang di rumahnya bertemu Hanbin. Bukan apa-apa, dia hanya takut mereka melukai perasaan lelaki itu. 

Sama seperti yang mereka lakukan pada lelaki itu 4 tahun yang lalu.. 

Yerin menggelengkan kepalanya. Tidak ingin mengulang masa lalunya yang menyakitkan. 

Hanbin menoleh bingung, "Kenapa Yer? Pusing?" 

"Huh? Ng..nggak." Yerin menggeleng dan mengalihkan pandangannya. Menghindari tatapan khawatir Hanbin. 

"Mana sini gue liat dulu." Hanbin memegang wajah Yerin mendekat. 

"A..apaan—"

"Kepala lo kok ada bekas luka?' tanyanya kaget. Hanbin melihat Yerin kaget. "Lo gak papa? Lo kenapa? Jatuh?" 

"Nggak kok. Cuman kena ujung meja."

"Udah diobatin? Tapi ini kayak bukan luka biasa." Hanbin terdiam lalu menatapnya, "Lo dipukulin?"

"Hah? Nggak! Nggak kok Mbin. Udah gue gakpapa." 

Yerin menyingkirkan tangan Hanbin dari wajahnya. Ia berjalan lebih cepat dari lelaki itu. Ia menghembuskan nafas pelan. 

Kenapa bisa-bisanya mikir masa lalu. 


 


antagonist; [KH + JY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang