" Hari Yang Menegangkan "
Udara pagi menusuk kulitku, seolah tahu aku harus terbangun pagi itu. Selimut kehangatan dengan cepat ku ganti dengan derasnya air di kamar mandi. Aku sudah berjanji pada Rania bahwa aku yang akan ke rumahnya untuk berangkat bersama ke kampus kali ini jadi ia tak perlu ke rumahku.
"Ran, Assalamu'alaikum.." salam ku pagi itu disambut hangat oleh Mama Rania. Memang Aku sudah tak malu-malu lagi jika bertemu dengan Mama Rania. Saking udah lamanya aku dekat dengan Rania, aku memanggil Mamanya dengan sebutan Mama. Sudah seperti ke Mama sendiri, bukan dengan sebutan Tante atau pun Mamanya Rania, dan apalah yang sepertinya akan terdengar canggung.
"Wa'alaikumussalam.. Eh Ayyara, ayo masuk. Sarapan dulu gih sama Rania..!" Aku masuk ke rumah Rania. Dengan lembut ku tolak tawaran Mama Rania, bukan tak ingin mencicipi masakannya. Itu karena aku sudah sarapan dengan Mama dan Papa.
"Iya, Ma.. Tadi aku udah sarapan hehe"
"Ohh, yaudah.. Mama panggil dulu Rania nya ya."
"Iya Ma."
.
.
"Hoy, sorry ye Ayy. Tadi aku kesiangan hehe" ujar Rania sambil mengenakan sepatu sneakers coklatnya."Biasa tuh, kalo tiap ketemu pasti cengengesan!"
"Makanya besok-besok aku aja deh yang nyamper. Kesiangan mulu kan kalo di samperin mah.." Rania terkekeh.
"Nantinya gue dong yang kesiangannya." jawab ku agak nyolot.
"Udahlah, santai aja keleus!"
"Heuu,, iya nyonyaaa!"
"Ah ngomong aja, kapan pergi nya. Yuk ah!"..
Tiba di kampus. Hal seperti inilah yang kurang aku sukai. Nandy datang dengan membawa coklat. Dia selama ini memang selalu mengejar aku. Tapi karena dia selalu berlebihan dalam mengungkapkan, aku malah tak suka padanya.
"Hai, Ayyara. Nanti siang mau gak pulang sama aku?" tawaran Nandy sontak membuatku kaget. Dan agak gak enak juga untuk menolaknya.
"Hai, Nan, emang nya mau apa?" tanya ku penasaran.
"Aku mau ngomong sesuatu Ayy," aku mulai deg-degan. Ditambah lagi Sandio memperhatikan ku dari pojok kanan.
"Euh, gimana kalo nanti pas istirahat aja di kantin. Soalnyaa.." belum selesai omongan ku dipotong oleh Nandy.
"Kamu mau pulang bareng Sandio ya?" muka nya seketika terlihat pucat.
"Nggak kok, tapi bolehkan nanti aku di temenin Rania pas di kantin?" pintaku. Aku tak ingin berduaan dengan Nandy dan juga tak mau jika ada fitnah di kampus ini.
"Eumm, tadinya sih aku pengennya ngomong empat mata sama kamu. Tapi.. yaudah deh gapapa" Nandy tersenyum sabar. Ia memang terlihat tampan. Tapi entah kenapa aku kurang suka padanya.
"Oke makasih. Duluan ya Nan" aku bergegas masuk dan meninggalkan Nandy.
"Iya, makasih juga Ayy."
.
.
Waktu istirahat tiba. Aku tidak ingin ingkar janji pada Nandy. Meskipun aku sedikit malas menjumpainya, tapi Mama ku mengajarkan supaya Aku selalu ingat dan menepati janji."Ran, yuk ke kantin" ajakku pada Rania.
"Ketemu Nandy? Katanya males. Ini mau ketemuin juga"
"Udah gapapa, kasian tar nungguin, trus ngejegat pas pulang lagi. Tambah malesin kalo kek gitu"
"Heuh, yaudah deh yuk!"
Benar saja. Nandy udah duduk dan terlihat sesekali menarik napas yang panjang.
"Udah lama Nan?" tanya ku.
"Baru kok Ayy" sambil tersenyum.
"Oh iya, mau ngomong apa Nan?" aku gak mau membuang-buang waktu. Jadi aku ingin Nandy gak bertele-tele.
"Eumm, aku suka sama kamu, Ayy. Kamu mau gak jadi pacar aku?" jelas Nandy. Otomatis aku kaget.
"Oh, makasih sebelumnya Nan. Tapi maaf ya aku gak bisa.." aku berusaha untuk nolak dengan baik-baik.
"Oh, gitu ya. Yaudah gapapa. Kamu udah jadian ya sama Sandio?" tanya Nandy semakin membuat wajah nya melas dan pucat. Seolah-olah minta di kasihani.
"Ngg,, nggak kok..Nan. tapi kamu beneran gapapa kan Nan?" aku takut jika ia akan melakukan hal-hal yang mengerikan.
"Beneran gapapa kok, seenggaknya aku udah ngungkapin ke kamu Ayy. Udah gitu aja..Tapi kita masih temenan kan Ayy? " syukurlah. Mungkin aku terlalu berlebihan saja. Dan aku lega mendengarnya.
"Iyalah kita kan satu kampus, otomatis temenan dong...kalo gitu, aku dulu ya Nan. Maaf banget ya,".. "Yuk, Ran"
"Iya Ayy" singkat Nandy.
.."Yaelah santai aja kali, gue mau beli makanan dulu!" Rania nyolot.
Begitulah Aku dan Rania. Kami selalu plinplan jika panggil memanggil, kadang kayak orang lagi pacaran manggilnya "aku-kamu" kadang kalo lagi becanda atau agak emosi manggilnya "gue-lo".
"Aaahh, udah nanti aja. Gue pengen cepet-cepet pergi dari sini!" ujar ku.
"Eh biasa aja dong, kayak yang gak pernah ditembak aja"
"Yaa ini juga udah biasa. Cuma gue takut diliatin sama Sandio"
"GR banget sih! Nggak bakalan lah. Kelas kita kan jauh"
"Lo gak tau aja, tadi pagi juga dia liatin kita pas lagi ngobrol sama Nandy."
"Udah gapapa! Dia kan suka sama lo, Ayy. Mana mungkin bisa marah."
"Iya juga sih. Tapii.."
"Udah diem. Ayo masuk kelas!" Aku ikuti apa kata Rania dan mencoba untuk bersikap biasa saja.
.
.
Saat jam pulang, tiba-tiba Sandio dan Rendrata menghapiri ku dan Rania sambil membawa motor mereka masing-masing. Dan mereka mengajak kami pulang bareng."Yuk, pulang bareng" ajak Sandio.
"Eum, Dio, aku pulang naik angkot aja deh." jawabku."Sendirian? Rania kan mau sama Rendra." ujar Sandio.
Aku membukakan mata, memberi kode pada Rania. Rania mengerti. Ia mengangguk, itu arti nya "Iya". Aku menggigit bibirku, menengok ke kanan dan kiri. Aku khawatir dan gak enak kalo Nandy melihat kami berempat. Syukurlah gak ada Nandy. Mungkin dia udah pulang kali.
"Udah, pulang sama Sandio aja Ayy. Bener kata dia, Rania mau pulang sama aku" ucap Rendrata.
"Yuk naik. Nih helm nya aku bawain, masih baru lagi" sambung Sandio sambil terkekeh.
"Yaudah deh" jawabku pasrah.
Sandio dan Rendrata menyalakan motor, Aku dan Rania menaiki motor mereka. Aku kira kami akan pulang ke arah yang sama, ternyata..
"Duluan ya, San!" ujar Rendrata.
Sandio mengangkat jempolnya, seolah menjawab "oke". Disini aku pulang hanya dengan Sandio. Berdua saja. Rania dan Rendrata pulang ke arah barat. Aku dan Sandio ke arah timur. Heuh, aku ngerasa kayak ada di jebakannya batman. Sial.
.
.
.
Huy guys!😁 ceritanya masih belum selesai yuk baca terus😁Maafin ya masih banyak kekurangannya😊Btw, makasih banyak yang udah baca. Jangan lupa vote dan comment ya!!😘
See you🙋🌈