" OMG! He shot Me "
Waktu pulang sudah tiba, orang-orang berhamburan keluar kampus. Siang menuju sore itu sang surya tak begitu memperlihatkan hawa panas. Sejuk-sejuk saja, adem melihat daun begerak gemulai tertimpa angin. Aku tersenyum, semesta mengerti.
Hari ini hari pertama untuk aku, Rania, Sandio, dan Rendrata buat makan bareng. Memang, acaranya tak begitu spesial tapi seperti akan mengasikan.
Khayalanku hanyalah tertawa lepas bersama mereka. Melupakan lika liku kesedihan sejenak. Sayang, itu hanya khayalan. Dan belum terwujud.
"Ran, kata Sandio, kita ke depan aja. Tar dia sama Rendra nungguin dis.." sudah biasa omonganku di gunting oleh gadis setengah waras ini!
"Udah tau!" ia berjalan membiarkan aku berada di belankangnya.
"Ish!" aku mencoba mensejajarkan langkah dengan Rania.
Sekitar dua menit saja aku dan Rania tiba tepat di depan dua motor lengkap beserta pengendaranya. Aku sedikit canggung.
Hampir setiap pasang mata yang melewati kami menyorot pandangan ke arah kami. Lebih tepat nya, melirik Sandio.
Aku mencoba untuk tak peduli. Tapi bisikan-bisikan omongan mereka terdengar semakin jelas. Apalagi setelah aku duduk diatas motor tepat dibelakang Sandio, tak henti-henti bisikan mereka membuat telinga ku panas."Itu? Orang yang deket sama Sandio?"
"Ya Tuhan sumpah gue iri!"
"Lucky banget sih tuh cewek bisa dapetin hatinya Sandio!"
"Kapan ya gue bisa dibonceng sama Sandio!"
"Siapa sih itu cewek yang dibonceng Sandio?!"
"Cewek yang dibonceng Sandio cantik sih, tapi cantikan gue kemana-manalah!"
"Kok Sandio bisa suka ya cewek kaya gitu!"
Rania melihatku iba. Dia mengelus dada nya sambil menatapku. Yaa, artinya dia menyuruhku untuk sabar. Aku pengangguk paham.
Sandio menyalakan motornya dan mendahului Rendrata yang belum selesai memakai helm. Aku rasa Sandio peka terhadap apa yang aku pikirkan. Aku memang ingin segera meninggalkan tempat yang membuat kuping ku memanas ini.
"Ayy, jangan dengerin apa kata anak-anak di kampus tadi!" Sandio membuka suara. Walaupun sedikit terboncang-bancing angin. Tapi aku masih bisa mendengar dengan jelas suara Sandio tadi.
"Ohh, iyaa!" jawab ku singkat.
Sebenarnya aku hanya menutupi saja. Meski darah ku tadi seperti naik dengan pesat. Tapi, omongan Sandio cukup menenangkan juga.
"Dio, lo kan terkenal yaa. Trus banyak juga tuh cewek-cewek cantik yang suka. Emang lo gak malu jalan sama gue?"
"Kenapa malu? Kan pake baju, trus pake helm lagi!" Sandio terkekeh. "Berarti lo juga suka sama gue dong Ayy?"
"Maksudnya?" aku bertanya tak paham.
"Tadi kata lo, banyak cewek-cewek cantik yang suka ke gue. Lo kan cantik. Berarti suka juga dong ke gue" mata ku terbuka sempurna. Dadaku seperti dipukul oleh berjuta permen lolipop. Sungguh manis.
"Apaan sih, nggak lah!" untung saja Sandio melihat kedepan. Kalo nggak, dia pasti liat muka aku yang memerah tersipu malu.