Bab 12

16 1 0
                                    

" Raniaaa (2) "

Kringg, kringg..

Alarm memberi kode untuk aku dan Rania supaya membuka mata melihat dunia. Kipas angin berputar semalaman. Pantas saja tubuh ku sedingin es. Rania tak bergerak sedikitpun. Rambutnya yang tak terlalu panjang itu menutupi setengah wajah manisnya. Ia masih tertidur pulas.

"Ran, bangunn! Udah jam lima!" teriak pelanku sesekali mengoyangkan lengan tangannya.

"Emm, iya iya!" suaranya melemas.

"Ayo!! Sholat subuh!"

Sedikit agak berat memang bagi Rania, terbangun dari sang mimpi lalu menyentuh air. Tapi, sebagai seorang sahabat apa salahnya aku mengajak sesuatu yang baik? So, never give up! Let's try again!

"Ran, cepetan!"

"Iya.. Iya!" akhirnya Rania merelakan juga memutus rantaian mimpinya.

Bibir ini rasanya tak ingin berhenti tersenyum. Aku pikir inilah arti persahabatan sesungguhnya, tak akan selamanya selalu mulus. Pasti akan ada saja sedikit goncangan,  yang tak lain adalah vitamin penguat untuk ke depannya.

Pagi ini oksigen masih jernih. Sentuhan air bening membuat hari semakin semangat. Ku kenakan plat shoes berwarna pink diatas sofa depan kamar Rania dan meraih tas bersiap berangkat ke kampus.

"Ma, aku sama Ayyara jajan buburnya Mang Asep aja yaa!" teriak Rania dari dalam kamar.

"Ehh, disini aja atuh yang gratis, pagi-pagi udah jajan" jawab Mama Rania.

"Sarapan disini aja ya Ayy. Bentar Mama bikinin nasi goreng, gak lama kok!" arah pandangannya tertuju padaku. Aku tersenyum pasrah. Berharap Rania segera keluar dari kamarnya.

"Kalo aku sih, gimana Rania aja deh Ma" ucapku.

"Maa, kita diluar aja ya makannya. Janji, bakal sarapan kok. Suer deh Ma!" bujuk Rania pada Mamanya.

Mama Rania tersenyum manis. Itu pertanda jawabannya "boleh". Alhamdulillah..

"Yaudah iyaa iyaa" jawab mama Rania dengan mimik wajah penuh sabar.

"Hehe, yaudah kita berangkat dulu ya Ma!" pamit Rania.

"Iya Ma, berangkat dulu ya" sambung ku.

"Iyaa, ati-ati!"

"Assalamu'alaikum." ucapku bersamaan dengan Rania.

"Wa'alaikumussalam.."
.
.
Jalan belum juga diisi penuh oleh kendaraan baik roda dua ataupun lebih. Yaa, masih sepi dan hanya ada beberapa saja. Pohon masih terlihat lebih hijau jika dibanding keadaan siang. Sang surya belum muncul sempurna. Aku dan Rania memutuskan untuk sarapan diluar. Seperti biasa, bubur Mang Asep!

"Mang bubur dua, biasa pedes satu sedeng satu ya, Mang!"

Tak membuang waktu. Aku dan Rania langsung memesan bubur enaknya Mang Asep.

"Siap neng!" Mang Asep mengangkat jempol kanan nya lalu sibuk mengambil mangkok dan membuatkan pesanan aku dan Rania.

"Eh, Ran.. Btw, lo sama Rendrata gimana?" tanya ku supaya keadaan tak dingin membeku.

"Tumben lo kepo soal ginian!" judes Rania.

"Yaa gue pengen tau aja!" sambung ku.

"Menurut gue sih, Rendrata itu baik, cool, gak jaim, perhatian, dan ini nih yang paling bikin gue suka sama dia, dia itu gak ngekang gue buat deket sama sahabat gue. Yaa, contohnya kaya kemaren gituu.." jelas Rania.

SENJA SENDU KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang