" Raniaaa "
Daun-daun hijau bergoyang ria, tersenyum menyambut siang menuju sore yang lumayan cukup panas. Ku angkat tangan kiri tepat di depan dada, jarum jam menunjukkan pukul lima belas lewat dua menit. Hal yang paling tepat ku kira adalah makan bakso dan minum greentea di kantin.
Aku dan Rania memang sudah tiga hari tak ke kantin setelah kejadian dengan Nandy. Aku sedikit tak berani untuk melangkahkan kaki ke tempat ramai itu. Itu karena aku merasa tak enak jika bertatap wajah dengan Nandy.
"Ran, bakso yuk!" ajak ku pada Rania memberanikan diri.
"Yuk, laper juga nih perut. Kangen sama baksonya Pak Jono." memang impossible jika Rania menolak tawaran ku yang satu ini. Karena bakso adalah deretan makanan ter-favorit bagi Rania, begitu pula aku. Haha.
"Kangen baksonya apa Pak Jono nya!?"
"Yakali! Stok cowok ganteng masih berserakan, masa bapak nya orang gue embat!"
"Siapa tau lo lupa, kalo Pak Jono udah punya istri dan anaknya nih ya ada enem!"
"Noh, noh, noh..lo tuh yang naksir sama Pak Jono. Sampe tau banget gitu!"
"Kaya yang gak tau aja lo!"
Setiba di kantin...
"Pak Jon, bakso dua yaa. Biasa.. campur gak pedes!" begitulah orang-orang memanggilnya, yaitu dengan sebutan "Pak Jon".
"Siap mbak!"
Aku sedikit cemas, melirik ke kanan kiri. Untungnya tak sedikitpun aku melihat aroma-aroma kehadiran Nandy.
"Kenapa si? Kaya yang lagi nyari apa aja!" ucap Rania dengan nadanya yang gak woles. Eh, sorry maksudnya slow.
"Gue takut kalo ada si Nandy!" jawabku berbisik-bisik.
"Yaelah!!" teriak Rania.
"Eh sans dong!" balas ku tak kalah teriak.
"Nih ya, gue yakin si Nandy tuh gak bakal deh jam-jam segini ke kantin. Palingan juga ke perpus."
"Eh sotoy ya lo! Btw, darimana lo tau itu?"
"Tapi lo diem ya! Kemarin kan gue stalking instagram nya si Nandy, Busyettt!! Hampir semua posting-an nya di perpus semua. Mana captionnya so bijak, copast lagi dari penulis-penulis yang terkenal!" jelas Rania.
Aku hanya diam mengerutkan dahi. Rania memang gak pernah berubah dari dulu.
"Gila lo ya, dari dulu gak ada perubahan dikit ke gitu! Emang kodrat lo aja kali ya agak sinting!"
"Yee, gue nih, kalo kepo yaa cari tau sendiri! Gak kaya lo, nanya terus. Ngerepotin tau gak!"
"Inget, malu bertanya sesat dijalan!"
"Banyak nanya malah malu-maluin tau!" Rania terkekeh.
Belum ku jawab perdebatan dengan Rania. Pak Jono menyuguhkan dua mangkok baso dengan aroma yang kuat. Sumpah! Gak bakal bisa ngomong sekata duakatapun kalo udah di kasih baso seenak ini. Alah lebay.
"Makasih, Pak Jon!" ucap ku dan Rania.
"Sama-sama Mbak Ayyara, Mbak Rania!" jawab Pak Jono sambil kembali menuju gerobaknya. Gimana Pak Jono gak hafal wajah aku dan Rania, kalo kami gak pernah absen tiap minggunya.
"Eh, kok belum ada sih minumnya! Ayy beli gih!" suruh Rania.
Mungkin bisa disebut seperti ritual rutin kami sebelum makan baso, ya! beli greentea. Seperti sayur tanpa garam menurut kami jika ada baso tanpa greentea.