Fake Story 11

20 3 0
                                    

PERNYATAAN DAN PERMINTAAN. II

Tempat yang Ruben maksud adalah sebuah kafe berukuran sedang, yang terletak tepat disebelah salah satu stasiun tv terkenal di Indonesia. Bahkam kafe ini digadang-gadangkan akan dirubah menjadi restoran cepat saji terbesar di Jakarta.

Interiornya berupa dinding yang dicat berwarna coklat--hitam--abu-abu dan paduan warna lainnnya yang ikut menyatu dengan warna-warna dasar dinding ini. Meja-kursinya terbuat dari kayu terbaik yang dibuat sedemikian rupa yang juga ikut membangun perasaan sentimentil seseorang.

Satu persatu, gadis-gadis itu mulai terpesona akan keanggunan dan kenaturalan kafe ini. Bahkan diantaranya sempat-sempat melamun dan berkhayal.

Rachel yang biasanya hobi mencela ini bahkan sempat memuji interiornya yang ia ucapkan dalam hati. 'Anjirr bagus banget ini kafe. Ah, nyesel gue putusin si kudanil di Ancol. Bagusan disini putusinnya. Biar mewek sekalian! Hahaha~~'

Tory sempat tersandung kaki meja yang melengkung pada ujungnya karena terhipnotis ketampanan seorang barista muda yang sedang berdiri, meracik sebuah pesanan untuk pelanggan. 'Ingat Tory, lupakan angsa unta Tommy dan dekati si barista itu. Buat patah hati si angsa unta lalu--'

Lalu khayalan 'pamer hubungan' itu tidak berjalan dengan lancar, lantaran si barista muda yang membuat Tory terhipnotis itu adalah banci Thailand yang bertransformasi menjadi laki-laki. "Ih ya ampun bu.. Anaknya ucul bangeeett.. Gemas deh eike." Tory langsung bergidik mendengar suara bass yang dibuat selembut mungkin--yang terdengar mengerikan di telinga--dan si anak kecil yang dipuji itu memandangi barista itu  cukup lama dan selanjutnya menangis keras.

Masih bagus Tommy ih ya ampun~ Terima kasih Tuhan telah kau berikan petunjuk untuk hambamu yang jarang ke ikut pelayanan ini. Doa Tory sambil menghela nafas pelan. Tapi ucul itu apa ya?

Beda Rachel, beda Tory, beda Mora.

Semenjak memasuki kafe ini, mata Mora terus-menerus memandangi sebuah meja dengan dua kursi, yang berada disisi kanan kafe yang berhadapan langsung dengan toko barang antik. Bahkan senyum malu-malu atau tersipu lebih tepatnya terus  saja menghiasi wajahnya. Meja yang Mora perhatikan sedari tadi itu sedang diisi oleh seorang wanita berkacamata dengan layar laptop yang menyala dan segelas kopi dingin yang sudah mengembun disisinya.

Entah apa yang ada dipikirannya Mora saat ini, tapi yang pasti, Mora terlihat sangat senang mengunjungi kafe ini.

Gadis yang menjadi penyebab dimana ketiga temannya mengunjungi kafe ini, tampak kebingungan ditengah ruangan sambil sesekali melirik tangga dan dapur kafe yang terhalang sekat dinding ditengahnya.

Yohana, sang penyambut tamu menangkap raut wajah bingung dari pengunjung yang berdiri paling depan diantara ketiga orang lainnya yang melamun. "Selamat datang di Malam Teduh kak, mau pesan apa? " sapa Yohana sambil berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Itu orang Korea?! Se..rius! Cantiikk buangett gilak! Kayak pemain drakor yang sering ku tonton! Minta tanda tangan kak!

Hani tidak menangkap senyum minta-tanda-tangan dari Hana dan tersenyum canggung kearah Hana. "Eeumm... Itu sa-"

What?! Bisa bahasa Indonesia juga?! Nilai tambah untuk mu neng geulis.

"ya mau tanya ada yang namanya Joerdi? "

No Drama (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang