Dingin, itulah yang dirasakan oleh orang lain jika harus berhadapan dengan lelaki bertubuh kokoh yang mengenakan balutan kemeja berwarna putih tengah berdiri di depan jendela kamarnya. Mata birunya menatap pemandangan kota New York yang dipenuhi gedung pencakar langit.
"Takdir akan selalu berpihak padaku," gumamnya dengan senyum seringainya.
Wajah yang dulu penuh dengan tawa kini berubah menjadi sangat menakutkan, tidak ada lagi senyum ramah kepada orang lain. Sifat tenang yang dulu dimilikinya seakan musnah ditelan kegelapan. Sekarang yang ada hanya sifat emosional yang terkadang membuatnya hilang kendali. Seperti kapal yang kehilangan arah mata angin hingga harus membuat kapal itu terombang-ambing di lautan lepas.
"Tuan!" panggil seorang pelayan perempuan. "Ada apa?" sahutnya dingin, tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tuan Aland telah datang dan sedang menunggu anda di ruang tengah."
"Pergilah! Aku akan segera menemuinya."
Setelah kepergian pelayannya, lelaki berumur 25 tahun itu meraih jas berwarna hitam yang berada di atas ranjang untuk menutupi tubuh atletisnya. Dengan langkah besar dan tegap, ia keluar kamar untuk menuju ruang tengah.
Suasana dingin menyelimuti setiap lorong yang tengah dilewatinya. Semua pelayan menundukkan kepalanya ketika dirinya berjalan melewati mereka. Tidak ada yang berani memandang apalagi menatapnya, jika ada yang melanggar mereka harus merelakan kepalanya dipenggal.
Sesampainya di ruang tengah, seorang lelaki berkulit putih tengah duduk santai di sofa. "Tugasmu telah selesai, Aland?"
Aland Balder, seorang pengusaha muda berbadan tinggi dengan wajah tampan yang mampu membuat setiap perempuan bertekuk lutut dihadapannya. Oleh karena itu Aland dikenal sebagai ladykiller.
"Ahh, kau mengagetkanku saja," gumam Aland seraya berdiri dari tempat duduknya yang nyaman.
"Cepat katakan! Aku tidak suka basa-basi," sentak laki-laki di hadapan Aland.
"Tenangkan dirimu, Arron!"
Arron Matthew, seorang agen CIA berwajah tampan dengan ditumbuhi bulu-bulu halus di dagunya yang menambah kesan menyeramkan ketika melihat wajahnya. Tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya, hanya ada tatapan tajam yang akan ia berikan. Senyum yang dulu selalu ia keluarkan, seketika hilang terbawa angin dan angin itu belum juga datang kembali membawa senyumnnya.
"Aku tidak akan segan untuk menembak kepalamu jika kau masih saja basa-basi," ucap Arron dingin dengan memasukkan kedua tangannya di saku celananya.
"Ok!" seru Aland. "Sebenarnya aku bosan melihat sifat emosionalmu ini."
Aland membungkukkan badannya ke meja yang berada di hadapannya untuk mengambil sebuah map berwarna merah dan melemparkannya kepada Arron.
Arron menangkap berkas yang selama ini dicarinya. Ia membukanya dengan tergesa-gesa seakan takut kehilangan informasi penting dari Aland, sahabatnya.
Setelah melihat informasi dalam map itu, senyum seringai muncul dari bibir merahnya yang menggoda. Semua dugaannya selama ini telah terbukti, ia akan segera memulai permainan.
"Akhirnya aku menemukanmu. Setelah ini, tidak akan ada yang bisa memisahkan kita lagi." Arron menampakkan senyum seringai saat menatap map yang berada di genggamannya.
"Aku sudah menyuruh orang untuk menemuinya dan dia akan segera datang," ucap Aland sambil melipatkan kedua tanganya di dada.
Arron mendongak, menatap Aland dengan senyum seringainya. "Tidak perlu, aku yang akan datang untuk menemuinya," ucapnya sambil menutup kembali map berwarna merah itu. "Aku akan memulai permainan baru ini."
"Apa kamu yakin akan melakukan semua ini?" tanya Aland yang masih ragu untuk menjalankan misi dari Arron. "Aku hanya takut terjadi sesuatu yang justru akan menghancurkanmu."
Arron tersenyum sinis ke arah Aland. "Apa kau mulai takut dengan si tua brengsek itu?" ejek Arron.
"Bukan itu yang aku maksud" Aland meraup wajahnya dengan gusar.
"Lalu?" tanya Arron.
"Apa kamu lupa dengan kejadian satu tahun yang lalu?" ucap Aland yang memandang ke arah Arron.
"Tentu aku ingat. Kejadian yang merenggut jiwaku hingga aku berada dalam kegelapan." Arron menerawang kejadian masa lalunya yang sangat kelam. "Dan aku tidak akan pernah membiarkannya menang untuk kedua kalinya. Kali ini aku harus jadi pemenang dalam permainan ini" sambung Arron dengan tatapan tajamnya.
Suasana hening kembali menyergap, Aland tidak bisa berkata lagi jika sahabatnya sudah berbicara seperti itu. Tidak ada yang bisa menghentikan Arron jika dia sudah bertekad untuk menghancurkan hidup musuhnya. Kecerdasan yang ia miliki mampu membuat musuhnya jatuh di bawah kakinya.
Sejak kecil Arron memang sudah dilatih mempunyai kemampuan intelejen oleh ayahnya yang notabennya adalah seorang agen CIA. Arron mempunyai kemampuan intelejen dan kecerdasan yang sangat tinggi, hal itu membuat dirinya menjadi bagian terpenting dalam badan CIA.
TBC!!!
Selamat malam semua!!!
Maaf ya untuk part ini lebih sedikit, tapi minggu depan aku usahakan lebih banyak dari part ini.Tachiyya
Kudus, 5 Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
General Fiction"Kamu itu hanya milikku dan aku bersumpah tidak akan membiarkanmu hidup tenang kecuali bersamaku," ucapan Arron begitu membekas di otak Keyla. Gelap dan dinginnya malam kota New York, seakan ingin menggambarkan perasaan Keyla. Tidak pernah terpikirk...