Maaf ya kalau sering update malam.😁
Happy Reading!!!!
Arron menatap Keyla yang tengah duduk di samping Aiden yang sedang tertidur dengan pulas. Tangan Keyla terus saja membelai lembut rambut hitam milik Aiden. Sungguh pemandangan yang sangat indah dan harmonis. Arron sangat merindukan pemandangan itu, di mana istri dan anaknya bisa berkumpul lagi.
Namun, dibalik keharmonisan itu tersimpan luka yang sangat mendalam. Sebenarnya Arron tahu jika Keyla masih tidak percaya dengan keadaan ini. Walaupun Keyla mencoba untuk tersenyum, tapi mata istrinya itu tidak bisa berbohong. Mata cokelat itu penuh dengan kesedihan dan terkadang ia juga melihat istrinya menangis sendiri di tengah malam.
Sudah satu minggu sejak kejadian di rumah Thomas dan Keyla sangat marah terhadap ayahnya. Thomas selalu berusaha untuk menemui Keyla di rumah Arron. Namun, Keyla selalu menolak untuk bertemu dengan berbagai alasan.
"Boleh aku masuk?" tanya Arron sambil mengetuk pintu kamar Aiden yang sedikit terbuka.
Seketika Keyla mengarahkan pandangannya ke arah pintu. Tampak Arron yang mengenakan kaos polos berlengan panjang dengan celana panjangnya.
"Tentu saja," Keyla tersenyum sambil menatap Arron yang melangkah mendekati tempat tidur.
Hati Arron terasa teriris ketika melihat senyum yang diperlihatkan oleh Keyla. Semua akar penderitaan ini berasal darinya. Andai Keyla tidak mengalami kecelakaan itu pasti ia tidak akan mengalami hal yang menyakitkan seperti ini.
Arron duduk di tepi ranjang dan menghadap ke arah Keyla. "Aku tahu kamu menderita dan sedih."
Keyla tersenyum sambil membelai pipi Arron, "Semua sudah terjadi dan aku sudah menerimanya."
"Sampai kapan kamu tidak mau menemui ayahmu? Kamu dulu sering bilang jika ingin memiliki seorang ayah atau seorang ibu. Sekarang kamu sudah mempunyainya sayang."
"Yang kupunya sekarang hanyalah dirimu dan anak kita." Keyla mencoba tersenyum sambil menatap mata biru Arron. Rasanya Keyla ingin berteriak kepada dunia bahwa ia sangat merindukan ayahnya. Namun, rasa kecewa yang terlalu besar membuatnya tidak ingin menatap wajah sang ayah.
Arron sadar jika Keyla mencoba untuk bertahan agar air matanya tidak jatuh. "Apa ini yang kamu inginkan?"
"Menderita selamanya," ucap Arron sendu.
Keyla menarik sebelah sudut bibirnya, "Aku bahagia bersamamu sayang."
Arron menepis tangan Keyla dari pipinya. Dengan segera ia bangkit dari ranjang dan menatap tajam Keyla. "Kamu pikir aku tidak tahu jika setiap malam kamu selalu menangis sendiri di kamar mandi, kamu selalu melamun, dan jarang makan."
"Apa itu yang kamu sebut bahagia?" sentak Arron kasar. Sifat kekanak-kanakan Keyla mampu membuat darah Arron mendidih. Arron tahu jika Thomas bersalah karena telah membohongi Keyla, tapi semua itu sudah masa lalu yang harus dilupakan. "Aku hanya tidak ingin melihat kesedihan lagi di matamu, Key."
Mata Keyla mulai berkaca-kaca, ia sadar jika semua yang dikatakan oleh Arron adalah kebenaran. "Ya, semua itu benar. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak ketika mengingat kebohongan itu."
"Lalu menurutmu aku harus apa? Apa aku harus memaafkan orang yang telah memisahkan kita? Iya?" sentak Keyla dengan air mata yang semakin deras keluar. "Bahkan aku tidak sempat melihat pertumbuhan dan perkembangan Aiden."
"Iya," ucap Arron dengan tegas. "Jika itu bisa mengembalikan kebahagiaanmu."
"Aku tidak mau melihatmu bersedih lagi," Arron mendekati Keyla dan memeluknya dengan erat. Arron dapat merasakan tubuh Keyla yang bergetar akibat menahan tangis yang ingin meledak. "Aku mencintaimu dan aku tidak akan membiarkan kesedihan singgah lagi di hidupmu."
Pelukan Arron semakin erat dan sesekali ia mencium puncak kepala Keyla. Arron tidak mau jika melihat Keyla harus tersenyum karena terpaksa. Ia ingin melihat senyum sesungguhnya dari bibir Keyla.
"Ini terlalu menyakitkan Arron," lirihnya sambil memeluk erat tubuh kekar Arron.
***
Thomas terduduk di ruang kerjanya sambil menatap layar laptop yang mati. Kini hidup Thomas sudah benar-benar hancur karena Keyla tidak mau menemuinya. Thomas sudah mencoba berbagai cara agar mendapatkan maaf dari Keyla, tapi ternyata semua usahanya gagal. Keyla tetap pada pendiriannya.
Hancur, satu kata yang mampu menggambarkan hidup Thomas untuk saat ini. Tidak ada lagi harapan untuk bisa melihat putrinya yang telah pergi. Entah dosa apa yang pernah ia lakukan hingga harus menderita karena kehilangan. Pertama, ia harus rela kehilangan istrinya karena melahirkan. Kedua, ia juga harus rela kehilangan putri kandungnya karena dibunuh. Dan yang terakhir, ia harus rela kehilangan putri tersayangnya karena sebuah kebohongan.
"Tuan," suara panggilan dan ketukan pintu terdengar begitu nyaring di telinga Thomas.
"Masuk," ucap Thomas dingin tanpa mengalihkan pandangannya.
Tampak seorang laki-laki berkumis tebal masuk ke dalam ruang kerja Thomas sambil membawa sebuah map berwarna merah tua. "Saya telah mendapatkan identitasnya, Tuan."
Thomas mengulurkan tangannya, "Berikan!"
Lelaki berkumis itu memberikan laporannya kepada Thomas. Setelah itu lelaki itu bergegas untuk keluar ruangan.
"Dengan informasi ini aku berharap bisa menebus semua kesalahanku padamu, Key." Dengan perlahan Thomas membuka map berwarna merah itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat isi map itu. Di dalam map itu terdapat foto-foto yang menjadi bukti bahwa dalang dari pencurian data itu adalah Sam Alfrenzo. Lelaki yang selama ini selalu berbuat baik dan begitu dekat dengan Keyla.
"Brengsek," umpat Thomas emosi. "Aku benar-benar tidak menyangka jika semua ini adalah ulahmu."
Kini semuanya sudah terbongkar. Yang seharusnya menjadi tersangka dan buronan CIA bukanlah Thomas, melainkan Sam. Sungguh tidak ada yang menyangka jika lelaki yang selalu berbuat lembut itu adalah pelakunya. Namun, itulah kebenarannya.
"Jadi selama ini kau yang menjebakku hingga aku menjadi tersangka CIA," tangan Thomas terkepal dengan kuat. "Akan kubuat kau membusuk di penjara Sam."
Sedikit ya???😢😢 Maaf juga kalau part ini gak sesuai harapan kalian..😭😭😭 Insyallah besok aku UP lagi kok, jadi jangan sampai berpaling ke yang lain ya!!!😁😁😁
Tachiyya
Kudus, 4 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
General Fiction"Kamu itu hanya milikku dan aku bersumpah tidak akan membiarkanmu hidup tenang kecuali bersamaku," ucapan Arron begitu membekas di otak Keyla. Gelap dan dinginnya malam kota New York, seakan ingin menggambarkan perasaan Keyla. Tidak pernah terpikirk...