Selamat malam semua!
Maaf ya baru up lagi, pasti sudah bosan menunggu ya?😁
Sama, aku juga lelah menunggu kok!!!Happy Reading!!!
Kemarahan kini tengah menyelimuti hati Arron, ambisi untuk segera memenangkan permainannya semakin besar. Matanya menatap tajam jalanan kota dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Micko yang berada di sampingnya menatap ngeri ke arah Arron yang sedang memukul setir kemudinya dengan keras.
"Tahan emosimu, Ar!" ucap Micko yang terlihat sangat kesal dengan sikap Arron. Banyak yang berubah dari diri sahabatnya itu. Dulu, Arron terkenal murah senyum dan sabar dalam menghadapi semua masalah. Namun, kini ia berubah menjadi sangat keras dan ambisius.
"Tahan?" geram Arron sambil menatap tajam ke arah Micko. "Aku tidak akan pernah bisa menahannya dan tidak akan kubiarkan dia lepas lagi dari genggamanku."
"Rasa takutku akan kehilanganmu terlalu besar hingga membuat aku seperti ini," batin Arron sambil memijat pelipisnya pelan.
Rasa kehilangan akan selalu menyakitkan, apapun alasan dan bagaimanapun penjelasannya. Tidak ada satupun orang yang menginginkan rasa itu. Terlebih jika itu menyangkut orang yang paling disayang.
"Kalau kau tidak bisa menahan emosimu bagaimana kita bisa menang melawan dia?" jelas Micko. Ia sangat tahu betapa menderitanya Arron kehilangan separuh jiwanya.
Dering ponsel membuyarkan lamunan Arron, ia kemudian merogoh benda pipih itu dari saku celananya. Arron mengerutkan dahinya ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Direktur CIA.
"Hallo," ucap Arron tegas.
"Kamu harus menyelesaikan misi itu dengan segera dan dapatkan data penting itu. Aku tidak mau kegagalan lagi dalam mendapatkan data itu."
"Saya akan mendapatkan data itu dengan segera, Pak!" ucap Arron dengan penuh keyakinan.
Arron mematikan ponselnya dan menaruh di saku celananya kembali. "Kita harus segera menyelesaikan permainan ini dan dapatkan data penting itu. Aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya."
"Data itu berada di tangan lelaki brengsek yang tega menghianati negaranya demi mendapatkan kebebasan dalam berdagang di Rusia." Micko sangat benci ketika harus berhadapan dengan para penghianat. "Kita harus berhati-hati dalam menjalankan misi kali ini karena dia mempunyai senjata yang bisa menghancurkan kita kapan saja."
"Aku tahu itu," ucap Arron dingin. "Aku akan segera merebut senjata itu agar kita bisa menghancurkannya dengan mudah." Arron menunjukkan senyum seringainya.
Mobil yang dikendarainya melaju dengan cepat menuju sebuah gedung yang berada di tengah keramaian kota San Diego. Arron memarkirkan mobil sport Bugatti Veyron miliknya di depan gedung itu yang menjadi tempat pertemuan penting para petinggi negara. Suasana gedung itu sangat sepi dan hanya dijaga oleh beberapa orang saja.
Arron dan Micko berjalan menuju ke ruang rapat yang berada di lantai dua. Ruangan itu sangat luas, ditengahnya ada meja panjang dengan kursi yang berjejer rapi. Di bagian atap terdapat lampu hias yang sangat besar dan mewah.
"Selamat malam, Pak!" sapa Arron pada seorang lelaki yang tengah duduk santai.
"Malam. Duduklah!" sahutnya lelaki bernama Mike. Arron dan Micko melangkah menuju kursi yang ada di hadapan lelaki paruh baya itu, dengan kumis tipis dan putih. "Ada pihak lain yang membantunya."
"Maksudnya?" tanya Arron penasaran. Mike menyodorkan sebuah map berwarna biru, "Apa ini?"
"Bukalah!" jawab Mike singkat. Dia merupakan agen senior sekaligus sahabat dari ayah Arron. Sebelum meninggal, Jack sempat menitipkan Arron kepadanya sehingga Mike sudah menganggap Arron seperti anaknya.
Arron meraih map itu, mata birunya menatap sebuah foto. "Foto itu menunjukkan bahwa ada orang lain yang membantu Thomas dalam menjalankan misinya," ucap Mike.
Micko merebut foto dari genggaman tangan Arron, "Ya, ini bukanlah Thomas. Dari foto ini orang itu terlihat masih muda dan berbadan tegap."
"Menurut informasi orang itu sekarang berada di kota ini," ucap Mike, lalu berdiri menuju jendela kaca yang menampilkan pemandangan kota San Diego.
Arron hanya diam. "Siapa yang berani membantunya?" batinnya.
"Oh iya, bagaimana dengan Keyla? Apa kamu sudah menemukannya?" tanya Mike sambil menoleh menatap Arron yang sedang bergelut dengan pikirannya.
Arron hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak mau jika lelaki tua itu sampai mengetahui bahwa Keyla berada di rumah Thomas. Orang yang selama ini menjadi tersangka karena telah menjual data negara kepada Rusia. Micko menatap tajam Arron setelah mendengar jawaban dari sahabatnya itu, meminta penjelasan mengapa Arron berbohong kepada Mike.
Kebohongan itu terkadang sangat perlu kita lakukan demi kondusifnya suasana dan demi kebaikan untuk semuanya.
"Baiklah kalau begitu. Segera dapatkan informasi itu!" ucap Mike yang berlalu meninggalkan Arron dan Micko.
"Mengapa kau berbohong mengenai Keyla?" tanya Micko yang masih menatap tajam ke arah Arron.
"Lebih baik dia tidak mengetahuinya karena jika sampai dia tahu, aku sangat yakin rencana kita bisa gagal total. Aku hanya tidak mau membuat ini semua semakin rumit," ucap Arron dengan nada dingin. "Orang itu pasti bekerja untuk pemerintah,"
Micko menoleh menatap Arron yang berada di sampingnya. "Siapa? Orang ini?" tanya Micko sambil menunjuk lelaki yang berada di foto itu. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Hanya pihak pemerintah yang tahu letak data rahasia itu disimpan. Orang itu pasti sangat tahu kondisi dan situasi pengamanan di pemerintahan."
"Ya, kau benar. Kita harus segera mencari tahu siapa pihak lain yang sudah membantu Thomas."
Gimana? Kurang greget ya?
Ini masih awal kok...semakin lama akan tambah greget jadi tetap stay in here. Ok.😊😊😊
Jangan lupa kasih vote dan commentnya ya!!😊😊😊
I Love You AllTachiyya
Kudus, 1 Agustus 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
General Fiction"Kamu itu hanya milikku dan aku bersumpah tidak akan membiarkanmu hidup tenang kecuali bersamaku," ucapan Arron begitu membekas di otak Keyla. Gelap dan dinginnya malam kota New York, seakan ingin menggambarkan perasaan Keyla. Tidak pernah terpikirk...