---
Sungguh rasanya Jeffrey ingin meninggalkan Sekar di sini. Iya, di sekolah di tempatnya masih berdiri setelah beberapa saat tadi Caca dan Genta meninggalkannya dengan seseorang yang sebenarnya sangat Jeffrey hindari.
Sejak terakhir kali pertemuannya dengan Sekar di dalam mobil dan membahas tentang Leah, entah kenapa ia menjadi dingin terhadap perempuan itu. Beberapa kali berpapasan di sekolah, tentu saja Sekar menyapanya dengan ramah. Tetapi, Jeffrey memilih acuh dan diam tidak membalas sapaan Sekar.
Terlihat jahat? Memang. Tapi wajah Jeffrey tak mampu untuk memberikan sebuah senyuman kepada perempuan bersurai hitam yang kini tengah menatapnya dalam diam.
Rasanya kakinya ingin melangkah mengejar Genta dan Caca sekarang ini, meninggalkan Sekar sendirian. Sedikit merasa kesal dengan kedua sahabatnya itu tega tak mengajaknya untuk pergi. Jeffrey hanya bisa mengumpat saat mendengar sebuah penolakan dari Genta tadi, apalagi Caca juga malah menyutujui Genta untuk tidak mengajaknya. Sungguh, sahabat macam apa mereka itu?
Beberapa saat masih dalam tempat yang sama, sebuah dorongan muncul dari dalam diri Jeffrey untuk menyuruh Sekar pulang sendirian. Tapi, bibirnya tak sanggup mengatakan hal jahat seperti itu. Sisi baiknya masih bisa meredam dorongan jahat itu.
Lagipula, sebenarnya Jeffrey juga masih penasaran akan suatu hal dengan Sekar yang masih belum terjawab.
Kenapa dia bisa semirip ini dengan Leah? Dan apa motifnya kenapa dia pernah bilang ingin menjadi Leah?
Jeffrey menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian dengan sangat berat ia membuka bibirnya untuk mengajak Sekar menuju ke parkiran mobilnya untuk pulang bersama. Sekarpun hanya menjawab dengan satu anggukan saja, lalu berjalan mengikuti Jeffrey dari belakang.
Sampai di parkiran yang sudah sepi, mereka masuk ke dalam mobil dengan suasana yang tak jauh beda dengan sebelumnya. Mungkin ini malah semakin parah. Mereka sama-sama terdiam tak berniat membuka suara mereka. Bahkan sebuah lagupun sama sekali tidak terdengar di dalam sebuah mobil berwarna silver itu.
Sesungguhnya Jeffrey sangat membenci suasana canggung dengan Sekar saat ini. Apalagi ia juga sedang kesal dengan Caca dan Genta. Suasana hati Jeffrey saat ini benar-benar buruk. Kepalanya hanya terisi oleh dimana keberadaan kedua sahabatnya itu. Bahkan sekarang keberadaan Sekar di sebelahnya tidak ia hiraukan.
Di tengah kecanggungan dan dinginnya AC mobil yang langsung menyentuh permukaan kulit keduanya, dengan pelan Sekar membuka suaranya untuk pertama kali.
"Jeff, aku minta maaf."
Dengan wajah dinginnya, Jeffrey hanya menoleh sebentar ke arah Sekar.
"Sepertinya aku bikin kamu marah waktu itu," lanjut Sekar. Karena Jeffrey masih bungkam dengan pandangan fokus menatap jalanan.
"Aku bener-bener minta maaf kalau perkataanku ada yang salah," Sekar menundukkan kepalanya sembari memainkan kukunya. "A-aku cuma pengen deket sama Caca. Aku cuma pengen temanan sama Caca. Bukan berarti aku pengen gantiin Leah. Bukan. Bukan begitu."
Masih tak ada jawaban dari Jeffrey atas penjelasan Sekar. Bibirnya masih terkatup rapat, hingga akhirnya ia mendengar isakan Sekar. Gadis Jogja itu menangis.
"Aku minta maaf, Jeff." Suara Sekar kali ini bergetar.
Mobil Jeffrey berhenti karena lampu merah, lalu ia menoleh mendapati Sekar yang tengah menunduk, menyeka pipi yang basah.
"Sorry," ujar Jeffrey. "Gue lagi males ngomong. Gue yang salah jadi bikin lo nangis."
Sekar menyeka air matanya dengan cepat lalu segera mengangkat kepalanya lagi menatap Jeffrey. "Aku yang salah. Maaf, aku malah nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Promise ( ✔ )
Fanfiction[COMPLETED] "I promise not to fall in love with my bestfriend." "Let's not fall in love." Banyak orang bilang sahabat bisa jadi cinta? Namun Caca, Jeffrey, Genta dan Leah sudah mengikrarkan janji bersama untuk tidak akan pernah melibatkan 'cinta' d...