TB-9

115 9 0
                                    

Anggota osis kembali dikumpulkan di ruang osis. Mereka akan mulai mencari sebagian alat yang dibutuhkan. Semua seksi sudah berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Membahas ini dan itu. Sedangkan di seksi perlengkapan diisi dengan suara protesan Shakila yang tiada habisnya.

"Ini kenapa sih cuma empat orang doang. Tahu nggak perlengkapannya pasti banyak. Lagian. Kayak double date aja. Dua laki-laki sama dua perempuan. Iya kalau kenal. Kenal aja enggak," ceros Shakila yang tidak mendapat tanggapan apapun dari ketiga orang di dekatnya.

"Udah ah. Capek gue ngomel-ngomel nggak jelas. Ini kita mau bahas apa?" tanya Shakila akhirnya.

"Yang nyuruh lo ngomel juga siapa," lirih Ramdan menanggapi kalimat Shakila. Meskipun lirih, Shakila bisa mendengar dengan jelas.

"Eh gue denger ya."

Tidak mengidahkan keduanya, Dissa memulai acara pembahasan mereka. Sebagai panitia yang baik tentu saja. Lagipula untuk urusan seperti ini dia memang ahlinya. Dissa mengambil buku kecil yang dibawa Shakila. Perempuan itu masih sibuk berdebat dengan Ramdan.

"Kalau melihat daftar lombanya. Kita butuh tali tambang, balon, ember, bola, sama tongkat pemukul. Untuk yang lainnya seperti tali, rafia, lakban, kain. Baru itu doang yang gue pikirin," kata Dissa. Dia menutup bukunya.

"Nggak usah sok mau ngatur. Lo nggak dibutuhin disini," kata Frans dengan ketus.

Dissa tidak menanggapi. Hanya diam. Dia menyenderkan punggungnya di kursi. Tidak tertarik untuk ikut dalam pembicaraan lagi.

Ramdan mengambil alih catatan Shakila. Dia membaca sekilas. "Gue setuju sama Dissa."

Frans mengerutkan keningnya. Bisa-bisanya temannya itu berada di pihak Dissa. Dia tidak mau kalah. Menyahut catatan itu dari tangan Ramdan dengan cepat.

"Eh. Santai aja dong. Buku gue bisa robek, lo kasar banget sih jadi cowok," protes Shakila yang tidak terima.

"Ck. Lo cerewet banget jadi cewek," balas Frans. Laki-laki itu sibuk membaca catatan yang berada di tangannya.

"Kalau cowok yang cerewet baru aneh." Shakila melirik Ramdan yang saat itu memang mengamati interaksi dua orang di depannya. Merasa tidak terima dia mulai membela dirinya.

"Lo ngejek gue hah?"

"Iya kenapa? Nggak terima? Gue bicara fakta ya."

"Lo ngeselin banget baru aja ketemu. Kenalan juga belum. Rese banget sih jadi perempuan."

Seketika pembicaraan mereka yang awalnya akan membahas peralatan lomba tidak terlaksana. Yang ada hanya suara ribut diantara Shakila dan Ramdan. Hampir membuat semua mata yang ada di dalam menatap kelompok mereka.

"Disini untuk diskusi kalau kalian lupa." Delon berdiri di depan mereka. Wajahnya tertekuk, menampilkan wajah lelah yang kentara. Dua orang yang tadi berdebat akhirnya diam. Shakila menatap Delon tak acuh.

"Maaf kak," lirih Shakila.

"Bahas apa yang perlu dibahas dan cari apa yang perlu dicari." Delon meninggalkan mereka. Suara tegas dan berwibawa yang dikeluarkannya mampu untuk menghipnotis orang untuk melakukan sesuai dengan kemauannya.

"Oke. Sepertinya apa yang lo ucapkan ada benarnya." Frans menatap Dissa. Menyatakan persetujuan dengan nada ragu. "Besok lo sama gue cari tali tambang. Sedangkan lo berdua cari lainnya."

"Nggak semuanyakan?" tanya Shakila memastikan. Frans mengangguk. Shakila beralih menatap Ramdan, dia menunjuk laki-laki itu. "Kenapa sama dia? Bisa-bisa yang ada buat ribut mulu."

"Terus lo sama siapa? Bisa naik motor?" tanya Frans meremehkan.

Shakila diam, ada benarnya juga kalimat Frans. Meskipun Frans meremehkannya tapi tak bisa disalahkan juga. Frans memang benar adanya.

"Besok gue nggak bisa," ucap Dissa saat melewati tubuh Frans.

Rapat per seksi telah selesai. Delon sudah memberi arahan untuk pulang. Dissa langsung keluar, pekerjaan sudah menunggunya. Sudah cukup dia ikut dalam acara rapat-rapat yang tidak penting baginya itu.

—------—

Thrown Back √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang