TB-30

105 6 0
                                    

Mobil Frans sampai di area parkir sekolah tepat pukul 06.20. Hanya butuh waktu dua puluh menit berkendara untuk sampai ke sekolah. Keadaan sudah cukup ramai. Sudah ada beberapa pasang mata yang kini mulai menatap sepasang remaja yang keluar dari mobil secara bersamaan. Mereka, Dissa dan Frans. Padahal Dissa sengaja berangkat pagi sekali agar tidak ada orang yang melihatnya. Tetap saja semua gagal karena mereka datang sudah tidak terlalu pagi.

"Diss, lo nanti ada acara kelompok?" tanya Frans yang berjalan bersisihan dengan Dissa. Perempuan itu menatap ke arah Frans dengan pandangan bertanya.

"Kenapa tanya?"

"Kenapa nggak jawab aja? Kitakan pulangnya bareng."

Dissa menunduk menatap lantai tempat mereka berjalan saat ini. Dia bingung sebenarnya, harus ikut pulang bersama atau tidak. Masalahnya dia malas jika harus menjadi trending topik terus-menerus ketika berdekatan dengan most wanted sekolah. Apalagi seseorang yang akan menjadi kakaknya nantinya juga termasuk kawanan mereka.

Sebenarnya hidup Dissa sudah kacau semenjak Frans menemukannya di sekolah ini. Apalagi pertemuan mereka pertama kali ketika Frans dengan sengaja mengguyurnya dengan air teh botol kemasan. Benar-benar memalukan. Semenjak itu, dia selalu menjadi santapan para tukang gosip siswa sekolah. Belum lagi akhir-akhir ini Dissa justru terjebak dengan dua most wanted yang menyebalkan. Makin membuat dia melenceng dari resolusi kehidupan sma yang dia harapkan akan tentram dan damai.

Serapi apapun Dissa berusaha menutup jarak agar tidak dikenal, tetap saja masih ada saja yang mau mengenalnya. Karena sejatinya hidup itu bertemu seseorang, berkomunikasi, dan saling membantu, bukan seperti Dissa dulu yang hanya ingin hidup tanpa bantuan orang lain. Meski begitu, masih ada orang yang mau bersamanya dalam suka maupun duka seperti Zara.

"Heii. Lo nunduk nggak takut jatuh? Lo dulu inget nggak kalau lo nggak pernah nunduk gitu. Selalu naikin dagu saat jalan." Frans menaikkan dagu Dissa dengan tangan kirinya. Setelah itu memasukkan kembali ke dalam saku celana. Dissa hanya diam, dia berniat mengucapkan apa yang menghantui pikirannya.

"Jangan bahas masa lalu."

"Ekhmmm." Frans berdehem bersiap memulai kalimat petuahnya. "Gue tahu masa lalu lo buruk. Asal lo tahu aja, kalau nggak ada masa lalu mungkin lo nggak bakalan berubah saat ini. Gue tahu lo udah nyesel. Lagipula masa lalu itu cuman pengalaman yang ketika buruk jadi pelajaran biar nggak gitu lagi, yang baik justru terkadang kita mudah lupa di saat-saat itu. Yang penting lo kan udah berubah saat ini."

Mereka sampai di ujung lorong kelas sebelas sebelum berbelok ke gedung masing-masing. Dissa menghentikan langkahnya. Keadaan yang begitu sepi dirasa cocok untuk membicarakan sesuatu hal yang sudah mengganjalnya dari kemarin.

"Kenapa lo jadi baik sama gue?"

Laki-laki yang mulai menyandarkan punggungnya ke dinding itu menatap lawan bicaranya dengan alis yang mengkerut, tidak menyangka akan pertanyaan yang keluar dari mulut perempuan di depannya.

"Karena gue tahu, ada yang bakalan nyakitin elo dari dalam. Bahkan orang itu deket banget sama lo."

Dissa kini yang beralih menatap Frans dengan alis yang mengkerut. Tangannya dia sedekapkan di depan dada. Ada banyak arti dari kalimat Frans yang ambigu. Jujur saja, dia tidak ingin mempercayai apa yang dikatakan Frans ada benarnya atau tidak.

"Kenapa lo perduli kalau itu terjadi sama gue?"

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir berwarna merah muda itu. Pemiliknya seolah bingung akan memberikan jawaban seperti apa. Pertanyaan yang cukup mudah dijawab oleh semua orang, mungkin hanya Frans yang merasa pertanyaan itu sulit. Sudah satu setengah menit lebih dan Frans masih diam. Dia menatap Dissa dengan cukup lama.

Thrown Back √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang