"Dis, lo pulang sekolah jangan lupa nyiram tanaman kelompok kita di taman belakang." Dissa mengangguk patuh.
Taman belakang sekolah sudah disulap guru biologi mereka menjadi taman untuk mengembangbiakkan beberapa tumbuhan obat. Dari setiap kelas dibentuk kelompok yang masing-masing berisi empat orang. Setiap kelompok wajib menjaga setiap tanaman yang sudah mereka tanam. Untuk mempermudah, mereka membuat jadwal menyiram. Setiap orang dalam kelompok wajib menjalankan tugasnya. Mulai dari menyiram tanaman, mencabut rumput, sampai membersihkan daun-daun yang rontok.
"Diss, gue duluan ya." Perempuan yang tidak dikenalnya tapi menegurnya itu hanya dibalas Dissa dengan anggukan singkat.
Dissa kembali membersihkan rumput yang tumbuh di sekeliling tanamannya. Keadaan ditaman belakang sudah sepi. Hari juga sudah sore.
Dia melihat jam tangannya. Dua jam lagi dia harus pergi bekerja. Segera dia menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Rumput yang berada ditangannya dia lempar ke tempat sampah. Satu meter dari jarak berdirinya terdapat kolam kecil yang menjadi saluran pembuangan air.
Saat Dissa membalik badannya, seseorang sudah lebih dulu mendorongnya dengan keras ke dalam kolam. Alhasil, air kolam berwarna hijau keruh itu langsung membasahi seluruh tubuhnya.
"Hahahaha." Dissa mendongak, menatap Frans yang berjongkok di bibir kolam. "Gue suka ngelihat lo kayak gini."
Dissa mencoba berdiri, tapi kembali terduduk dengan hentaman yang cukup keras keras. Lantai kolam yang dipijaknya cukup licin. Dengan susah payah dia meraih batu yang berada di tengah-tengah kolam. Berusaha menaiki tangga kecil yang ada dipojok kolam. Tubuhnya menggigil tidak terbiasa dengan air bah.
Frans bersedekap di dada. Dia tersenyum penuh kemenangan melihat apa yang telah dia perbuat.
"Ini baru keren. Seorang princess dari air bah. Heeeem. Wanginya bau got." Frans meninggalkan Dissa begitu saja. Betapa tersiksanya Dissa sekarang. Dia tahu Frans bersekolah di tempat yang sama dengannya. Saat masa MOPDB dulu, Frans sering mengajukan dirinya ketika ada pertanyaan. Laki-laki itu cukup berani, tidak seperti masa smpnya.
Dissa menggelengkan kepalanya, tidak saatnya dia memikirkan Frans. Yang terpenting sekarang dia harus pulang dan istirahat. Dengan tertatih-tatih Dissa berusaha berjalan ke luar sekolahan. Tasnya yang terletak di bangku tamam belakang tadi dia ambil dan sekarang diseret di atas tanah. Sudah tidak peduli jika rusak. Yang terpenting dia sampai di apartementnya.
Dengan menaiki angkutan umum, Dissa berhasil sampai di gedung apartementnya. Meskipun sedari tadi banyak orang yang menatapnya sangsi. Dia tidak peduli, yang terpenting bisa sampai dilantai apartnya berada.
Dissa memasukkan kode apartnya dengan cepat. Tanpa peduli apapun dia meninggalkan tasnya, membuka bajunya dengan sembarangan. Sampai dikamar mandi, dia menghidupkan shower dengan pengaturan panas. Panas dari air pancurannya tidak terasa dikulitnya meskipun kini kulit putihnya berubah kemerah-merahan.
Dissa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur begitu dia selesai mandi dan berpakaian.
***
Seperti biasa, Zara tidak perlu memencet bel terlebih dahulu ketika berkunjung ke rumah Dissa. Bahkan dia sudah hafal betul kode sandinya.
"Ini bau apa sih?" Kalimat tanya pertama yang muncul ketika Zara sudah memasuki apart Dissa. Lampunya dinyalakan. Dia terkejut. "Berantakan lagi. Kotor. Diss. Lo habis dari mana sih?" gerutunya ketika sudah berada di depan ranjang Dissa.
Zara menghentikan omelannya. Di dalam selimut, Dissa menggigil. Matanya memerah dan rambutnya basah membuat Zara beralih panik. "Diss. Lo kenapa?" Zara menyentuh kening Dissa yang terasa panas. Dia langsung menelpon sahabatnya yang bisa membantunya membawa Dissa ke rumah sakit.
—-----—
KAMU SEDANG MEMBACA
Thrown Back √
Fiksi Remaja(Completed) "Lo tahu Frans apa yang paling menyakitkan?" "Apa?" "Disaat kita menyukai sesuatu tanpa tahu kapan waktu untuk berhenti." Frans tertegun mendengarnya. Dia menatap perempuan yang berdiri di sampingnya dengan cukup lama. Ada banyak hal yan...