TB-21

103 6 2
                                    

Siapapun akan pangling dengan perubahan yang terjadi pada Dissa. Perempuan itu datang ke sekolah tanpa kacamata dan kuncir kudanya. Rambutnya yang lurus tergerai indah dengan warna hitam legam yang berkilau jika terkena sinar matahari.

Semua mata tak henti-hentinya menatapnya semenjak turun dari mobil Zara. Mereka secara gamblang menilai penampilan Dissa dari atas sampai bawah yang berbeda 180° dari biasanya. Apalagi kaos yang digunakannya saat ini adalah kaos anggota OSIS yang berwarna merah marum.

Brakkk

"Ehhh, sorry. Gue nggak sengaja." Perempuan yang dikenalnya itu tidak sengaja menabraknya diujung koridor. Dissa menunduk dan membantu mengambil bukunya. "Makasih ya," kata perempuan yang terlihat tergesa-gesa.

"Shakila!" Perempuan itu membalik tubuhnya lagi. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

"Ke kelas bareng aja." Dissa berjalan mendekati Shakila. Dia menatap Dissa dengan pandangan menyelidik tidak mengingat jika pernah berkenalan dengan seseorang yang ada di depannya saat ini. "Kenalin, gue Ladissa atau lo kalau manggil gue Dissa."

"Waaageelaaaseh. Ini beneran lo? Kok beda ya?" Shakila yang masih tidak percaya, dia mulai membalik tubuh Dissa dengan satu tangannya yang bebas dari buku yang dia bawa. "Lo pake apa? Atau jangan-jangan lo mata-mata yang lagi nyari mangsa?"

Pletakkk

"Mikir yang bener. Udah ayok. Kita ditungguin kak Delon udahkan?" Dengan sigap Dissa menarik tubuh Shakila menuju ke kelasnya.

Hari ini acara lomba memperingati ultah sekolah diadakan. Para anggota OSIS yang menjadi panitia disuruh datang lebih awal dan menyiapkan segala sesuatunya sebelum apel berlangsung sebagai pembukaan nanti.

Sesampainya di dalam ruang OSIS, Delon dengan kekuasaannya mengatur pembagian jalannya lomba-lomba nanti sudah bersiap memberi arahan. Semua anggota sudah berkumpul. Mereka mengenakan seragam yang sama. Berdiri dengan rapi dan mulai mendengarkan dengan saksama.

Setelah selesai diberi arahan, mereka mulai menempatkan dirinya sesuai dengan bagian yang telah di dapat. Dissa menempatkan dirinya bersama Frans. Setelah kejadian dua hari lalu, baru kali ini dia melihat laki-laki itu. Karena hanya disekolah mereka bisa ketemu. Sedangkan di luar, jarang dan bahkan hampir tidak pernah ketemu.

"Lo yang ngurus urutannya, gue jadi wasitnya." Frans menyerahkan beberapa kertas kosong ke arah Dissa. Raut wajahnya tidak terkejut seperti beberapa orang lain di ruangan itu. Nyatanya Frans memang sudah hafal bagaimana Dissa yang sebenarnya.

"Diss!!" Delon memanggil namanya. Ketua OSIS dengan berperawakan tinggi dan tubuh tegap itu berjalan ke arahnya. Senyumnya berkembang selebar yang bisa dia tarik. "Bisa ikut saya beli barang yang belum ada?" tanyanya ketika sudah berada di depan Dissa.

"Bisa kok kak."

"Dia biar ngurus urutan lomba nanti. Lo sama gue aja," kata Frans yang setelah mengatakan itu langsung menarik Delon lebih dulu.

"Yaudah, kamu urus bagian kamu. Nanti kalau ada perlu, saya ke kamu."

"Hehe. Iya kak." Dengan canggung Dissa mengiyakan kalimat Delon. Tidak ada angin tidak ada hujan dengan tiba-tiba ketos yang selama ini selalu mengajaknya adu urat itu berubah baik padanya.

***
Semua lomba yang diadakan hari itu telah selesai. Mereka tinggal merekap semua nilai dan menentukan pemenangnya. Dissa bersama dengan Shakila sudah lebih dulu nangkring di salah satu kantin. Sejak pertengahan hari, mereka belum mendapat jatah istirahat. Benar-benar hal yang melelahkan bagi mereka. Ada beberapa panitia yang sengaja melempar tugasnya ke mereka. Alhasil membuat mereka berkerja dua kali lipat.

"Awas aja kakak kelas itu. Kalau ketemu gue bejek-bejek lagi. Awas pokoknya." Shakila meminum es tehnya sampai tandas, kemudian diletakkan dengan keras sampai terdengar bunyi gelas dan meja kayu bertabrakan.

"Lo ngeri juga ternyata." Dissa hanya menanggapi sesekali ocehan Shakila yang panjang kali lebar itu.

"Habisnya nyebelin sih. Kan gue udah laper dari tadi. Eh mereka tiba-tiba dateng nyuruh kita gantiin. Alasannya sibuklah. Asal mereka tau aja. Gue tu lebih sibuk dari mereka."

"Udah Shak, udah ya. Sekarang lo makan. Itu bakso keburu dingin kalau nggak lo makan. Setelah ini kita juga harus ke ruang osis ngurus rekapan ini."

"Ahhhh. Males gue pengen pulang aja."

Dissa diam tidak menanggapi lagi ocehan Shakila. Jika dia menanggapi lagi, yang ada perempuan di depannya ini tidak akan berhenti mengoceh.

Drrrrttt..... Drrrttttt.....

Dissa membuka ponselnya. Ada beberapa notifikasi dari aplikasi whatsapp. Beberapa pesan dari Delon, grup, dan satu dari nomor yang tidak dikenalnya. Jempolnya terarah membuka ruang chatnya dengan nomor yang tidak terdaftar ke dalam kontaknya.

085322178xxx

Lo ada dimana?
Ke ruang osis sekarang!!!

Setelah membuka info, baru dia tahu kalau nomor itu adalah nomor Frans. Dissa mengerutkan keningnya ketika membaca chat dari Frans. Dissa tidak membalasnya, dia memilih merekap data yang saat ini ada padanya. Agar nanti jika ke ruang osis dia tinggal memberikannya saja pada Delon.

"Diss!? Heeeh. Diss!!" dengan suara lirih Shakila memanggilnya.

"Apa?" tanya Dissa tanpa menatap Shakila. Dirinya lebih sibuk mengurus hasil rekapan.

"Gue mau tanya nih. Lo lihat gue dong!" Shakila mencebikkan bibirnya. Hal itu membuat Dissa tidak tega untuk tidak mengacuhkannya. "Lo deket ya sama Ramdan?" tanyanya kemudian setelah Dissa sudah menatapnya.

"Ya enggaklah. Kenapa lo bisa mikir kayak gitu sih?"

"Ya habisnya kalian kelihatan deket. Ramdan juga pernah ngamuk sama Frans pas lo ditinggal dijalan dulu."

"Hehh." Dissa menghela napasnya, dia bingung harus menjawab apa. "Mungkin dia kasihan sama gue. Santai aja kali, gue nggak suka sama dia. Justru gue kira dia suka kok sama lo."

"Beneran lo nggak suka sama dia?" tanya Shakila memastikan lagi. Ada sedikit rasa lega akan jawaban dari Dissa, sedangkan sedikitnya lagi masih belum percaya sepenuhnya.

"Gue tanya sekarang sama lo. Apa gue pernah terlihat deket sama dia?" Shakila memcoba mengingat, dia mengangguk kemudian. "Kalau pas dikoridor itu dia lagi tanya sama gue tentang Zara sepupunya, kalau lo lihat kedekatan gue sama dia." Shakira membentuk huruf 'o' pada bibirnya.

"Yang kedua, gue itu udah suka sama seseorang. Bukan Ramdan tentunya. Sekarang lo puaskan?"

"Terus siapa orang yang lo suka saat ini?" Dissa memilih mengendikkan bahunya. Pertanda keenggannannya ditanya lebih lanjut.

—-----—

Thrown Back √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang