Melihat Dissa memakan mie ayamnya dengan lahap. Membuat Frans tidak ingin bertanya lebih lanjut. Lagipula dia cukup mengerti situasi yang kini dihadapi Dissa. Perempuan yang kini memasukkan banyak mie ke dalam mulutnya itu malah terlihat kurang waras. Pasalnya, sebelumnya dia memasukkan tiga sendok makan sambal ke dalam mie ayamnya. Lebih herannya lagi bagi Frans ketika Dissa makan menggunakan sumpit. Karena baginya memakan mie dengan sumpit itu susah.
"Lo mau sampai kapan ngamatin gue? Nggak mau makan?"
Dissa berhenti mengunyah, matanya mendongak menatap Frans. Bibirnya bergetar merasakan pedas yang terasa menempel dilidahnya. Bahkan ingus cair dihidungnya keluar. Dissa menyekanya dengan tangan yang masih bersih. Akan tetapi kembali keluar dan membuatnya kesusahan. Tangannya yang lain sudah terkena air dari cipratan kuah mie ayamnya.
Melihat hal itu, Frans mengambil tisu dan membantu Dissa mengusapnya. Dissa cukup terkejut dengan yang saat ini dilakukan Frans. Terasa begitu tidak nyata.
Frans melempar tisu bekas itu sampai ke tong sampah. Kemudian melanjutkan memakan mienya yang tertunda. Berusaha sebisa mungkin untuk tak mengacuhkan tatapan mata Dissa yang termenung dengan tingkahnya barusan. Meskipun begitu, Dissa terlihat biasa saja dan kembali memakan mie ayam super pedasnya.
Setelah selesai mengisi perut masing-masing. Frans kembali memboncengkan Dissa, mengantarnya sampai ke alamat rumah yang sebelumnya Frans sudah bertanya.
Dengan kecepatan di atas rata-rata motornya itu melaju di jalanan. Tidak seperti yang sebelumnya. Dissa yang berada diboncengannya saat ini tidak bereaksi apapun, bahkan terasa tenang dan tidak takut. Berbeda dengan sebelumnya yang ketakutan dan memeluknya.
Frans menepikan motornya. Membuat Dissa bingung. "Kok berhenti?"
Frans meletakkan helmnya di spion. "Gue mau ke minimarket dulu. Lo tunggu aja disana!" perintah Frans yang menyuruh Dissa untuk menunggunya di kursi yang disediakan di luar minimarket itu.
Sesuai dengan perintah Frans, Dissa mendudukkan dirinya dikursi luar minimarket. Kantuk kini menyerangnya, dia memilih menelungkupkan kepalanya. Berusaha memejamkan matanya yang terasa berat.
Frans yang baru keluar dari minimarket sambil membawa satu kantong plastik dan ditangannya ada dua kaleng minuman soda, dengan usil mengganggu acara tidur Dissa. Dia menempelkan satu kaleng soda ke pipi Dissa yang tidak tertutup lengan pemiliknya. Hal itu berhasil membuat Dissa terbangun. Dia mengucek matanya. Barulah kemudian melihat Frans dengan mata yang masih ingin menutup kembali.
"Apaan sih. Dingin," kata Dissa dengan lirih.
"Nih minum." Frans memberikan satu kaleng soda ke arah Dissa. Dissa hanya menatap minuman itu, tidak tertarik untuk meminumnya. Dia mendorong kembali ke arah Frans.
"Udah minum aja." Frans mendorong minuman itu kembali ke drpan Dissa. Dissa mengembalikannya lagi. Frans beralih mengambil kaleng soda dan membukanya. Dia memberikan kaleng itu lagi pada Dissa.
"Gue nggak suka soda Frans." Dissa berkata sebal. Sedangkan Frans hanya melongo dibuatnya. Dia kira Dissa seperti kebanyakan orang yang menyukai soda, ternyata perempuan itu berbeda. Pantas setiap dia melihat Dissa, perempuan itu selalu memegang susu, es teh, kalau tidak ya air putih setiap Frans tidak sengaja melihat Dissa di sekolah.
"Sorry, gue kirain lo suka soda." Dissa mengangguk sekilas. Perempuan itu tanpa permisi langsung masuk ke dalam minimarket. Dia mengambil lima susu kotak ukuran besar, selai coklat, roti, dan beberapa makanan ringan.
Frans mengamati Dissa saat ini. Belanjaan perempuan itu begitu banyak. Frans semakin yakin ada yang disembunyikan Dissa.
"Lo ngeliatin gue daritadi?" tanya Dissa ketika sudah keluar dari minimarket dan mendapati Frans menatap bekas dia berdiri tadi.
"Nggak, ngeliatin makanannya." Dissa beralih duduk lagi di depan Frans. Matanya beralih pada beberapa kaleng soda di kantong belanjaan Frans yang baru Dissa amati isinya.
"Lo suka minum soda?"
"Jelas, gue beli banyak masih nanya."
"Soda nggak baik buat kesehatan kalau banyak-banyak." Dissa meraih kantong belanjaannya. Mengambil satu susu kotaknya lalu memasukkannya ke dalam kantong belanjaan Frans. "Lebih baik minum susu. Anterin gue pulang, gue ada acara sama mama."
Dissa berjalan lebih dulu ke arah parkir motor Frans. Meninggalkan pemiliknya di belakang.
***
Setengah delapan tepat, Dissa baru sampai di depan gedung apartementnya. Kurang setengah jam lagi acara yang disesuaikan mamanya tadi pagi akan dimulai. Dissa tidak suka mengikuti acara yang diajak oleh mamanya. Bertemu banyak orang, di tempat ramai, maupun berada di luar rumah. Akan tetapi, mamanya selalu bisa membuatnya patuh.
Dissa memang tidak sepenurut anak remaja lainnya. Baginya semua hal kepatuhan itu tidak berguna. Dissa dulu gadis yang patuh, tapi semua hilang ketika mama dan papanya bertengkar hebat. Dissa memang tidak mendengar secara keseluruhan hal yang diperdebatkan, tapi Dissa tahu tidak lama lagi orang tuanya akan bercerai.
Jangan salahkan Dissa jika dia menjadi pemberontak. Suka pulang tengah malam, tidur di rumah temannya, bahkan Dissa pernah camping di puncak bersama komunitas yang tidak sengaja ditemuinnya di akun facebook. Biarlah Dissa dikira alay karena masih menggunakan sosial media itu, tapi bagi Dissa facebook masih bisa digunakan untuk mencari hal yang kita sukai.
Dissa memencet kode sandi, lalu membuka pintunya. Matanya langsung disuguhi pemandangan apartemennya yang berbeda. Berbagai macam peralatan elektronik yang semula tidak ada, kini memenuhi sudut apartnya yang dulu kosong.
"Diss, ayo. Kamu udah janji lohh sama mama kalau mau pergi. Ayo cepetan, mama udah ditungguin." Diana menghampiri Dissa dengan pakaian formal dan make up naturalnya. Dissa mengakui kecantikan mamanya yang tak lekang oleh waktu. Masih terlihat cantik dan muda, siapapun pasti rela menikahi mamanya.
"Kan yang janji mama, bukan aku." Dissa melenggang masuk ke dalam dapur, meletakkan empat kotak susunya di kulkas. Kulkas Dissa kini terlihat dipenuhi semua bahan makanan seperti sayuran, daging, dan beberapa roti tawar. Susu yang batu dibelinya bahkan hampir tidak muat dimasukkan ke dalam kulkas.
"Diss, ayo. Atau mama paksa kamu?" Diana lagi-lagi membujuk Dissa. Dissa menutup kulkasnya dengan kuat.
"Kasih Dissa waktu lima belas menit."
Bagi Dissa, mau acara apapun dia hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk bersiap-siap. Mandi, gosok gigi, pakai baju, dan memakai make up seadanya.
Lima belas menit sudah Dissa berada di kamarnya. Dissa keluar dari kamarnya dengan pakaian casual andalannya. Celana jeans warna hitam, rambut dikuncir kuda, dan kaos abu-abu yang dibalut cardigan lengan panjang berwarna navy.
Diana dibuat melongo dengan pakaian Dissa saat ini. Pasalnya mereka bukan mau hang out, tapi bertemu dengan seseorang.
"Kenapa ma? Ada yang salah?" tanya Dissa basa-basi. Sebenarnya dia tahu isi pikiran mamanya, hanya saja dia berusaha tidak peduli.
"Yaudah ayok. Mama udah ditungguin dari tadi." Diana melenggang pergi terlebih dahulu. Sedangkan Dissa cekikikan di belakang mamanya. Dissa sengaja memakai gaya seperti itu, padahal dia sudah tahu tema apa yang seharusnya dia pakai malam ini.
—------—
KAMU SEDANG MEMBACA
Thrown Back √
Teen Fiction(Completed) "Lo tahu Frans apa yang paling menyakitkan?" "Apa?" "Disaat kita menyukai sesuatu tanpa tahu kapan waktu untuk berhenti." Frans tertegun mendengarnya. Dia menatap perempuan yang berdiri di sampingnya dengan cukup lama. Ada banyak hal yan...