Chapter 18

18.8K 3K 174
                                    

Vomment dulu ya yeoreubun..

••••


"Lo ngapain meluk Natta?" tanya Jaemin, dengan nada bentakan, membrutal. Jaemin menunjukku, karna pertanyaan itu untukku.

Aku yang berada di lantai karna didorong Jaemin tadi pun, lalu menunjuk Natta dengan ketakutan,

"Dia yang meluk gue duluan, Jaemin."

Aku berbohong, karna aku tidak mau Jaemin membenciku. Aku mau Jaemin membenci Natta dan akhirnya memutuskannya.

Aku jahat.

Sejurus kemudian, Jaemin yang tidak aku kenal itu, tiba-tiba mengambil cutter yang berada di tumpukkan alat-alat pekerja bangunan yang sedang merenovasi gedung SOPA ini.

Aku yang ketakutan, hanya bisa menyeret tubuhku untuk mundur dari tempat itu, dan aku bisa melihat dengan mataku sendiri, Jaemin menjadi brutal.

Aku tak tau apa yang membuatnya marah seperti ini. Tapi mengapa ia harus mengambil cutter?

Perlahan-lahan, cutter itu diangkat Jaemin diatas kepalanya. Di depan mataku sendiri, aku melihatnya dengan jelas. Jaemin mendekatkan dirinya kearah Natta. Natta mundur perlahan-lahan sambil berteriak “Tidak!”

Namun, seolah-olah Jaemin tuli dan tidak mendengar teriakan melas dari Natta itu. Sampai akhirnya, Jaemin menusukkan cutter yang tidak berkarat itu ke perut Natta.

Berulang kali ia tusukkan cutter itu, sampai akhirnya Natta tak bergeming lagi, ia mati tak berdaya.

Aku hanya terdiam. Aku kira, rencanaku ini hanya membuat Jaemin memutuskan hubungannya dengan Natta, dan aku akan dekat dengan Jaemin selamanya.

Namun, rencanaku ini malah berakhir dengan matinya Natta karna ditusuk oleh Jaemin, dan Jaemin yang memusuhiku.

Aku berjalan kearah sosok manusia yang tidak bernyawa itu lagi, aku memegangi perutnya yang sudah terkoyak. Bajunya pun, tidak seputih tadi. Merah mendominasi seragamnya.

Jaemin masih emosi, ia masih menusukkan cutter ke perut Natta dengan brutal tanpa ampun. Seolah-olah dia dibutakan oleh cinta. Aku tak mengerti sebenarnya ini kenapa.

Apa semua ini salahku?

Aku yang sudah kasian pada mayat didepanku ini, akhirnya menonjok Jaemin dengan brutal. Menyadarkannya kalau ia telah dikuasai oleh pribadi dia yang lain.

Jaemin pingsan ditempat dengan sekali tonjokanku.

Sungguh, aku merasa bersalah sekali karna melakukan rencana bodoh ini. Aku tidak menyangka, masalahnya akan membuat satu nyawa melayang.

Aku menahan perut Natta agar tak mengeluarkan darah lagi, walau aku tau itu percuma. Aku memandangi Jaemin, berjanji, aku tidak akan membiarkan Jaemin masuk penjara karna kesalahanku ini.

Aku masih sibuk mencari cara bagaimana memberitau pihak sekolah tentang kejadian ini, namun Jaemin bangun dan tersadar dari pingsannya.

Jaemin menganga, aku sudah tau itulah ekspresinya saat dia bangun. Dia tidak ingat kejadian sebelumnya.

"Lo... Ngebunuh Natta?" tanyanya sambil bergetar.

Dan kesalahpahaman ini pun dimulai.

Jaemin menuduhku membunuh Natta, padahal aku hanya menutupi kejadian ini agar ia tidak masuk penjara. Aku tidak mau Jaemin dipenjara dan dia meninggalkanku sendiri.

Aku berusaha menjelaskan kepada Jaemin, namun ia tidak percaya padaku.

Bagaimana mau percaya kalau ia malah shock atas apa yang terjadi dan tidak mau mendengarkan alasan Natta mati.

"Bukan gue yang bunuh- sumpah.." kataku kepada Jaemin.

Jaemin menggelengkan kepalanya dan merangsek mundur dari tempat ia duduk saat ini.

Aku masih bersimpuh di depan Natta, dan Jaemin kelihatan ketakutan.

"Lo yang bunuh! Bukan gue!" teriak Jaemin, menuduhku.

Aku berusaha mendekati Jaemin, agar suaranya memelan dan tidak membuat orang-orang berdatangan ke rooftop karna suaranya yang keras itu.

"Bipolar lo yang bunuh! Lo tadi emosi!" bela diriku dengan nada yang kesal.

Jaemin menggeleng dengan cepat. Aku semakin mendekatinya,

"Gue udah sembuh dari bipolar! Gak mungkin!" Jaemin kembali mundur dari duduknya.

Aku ingin memegang bahunya, tapi langsung ia tepis begitu aja tanganku. Karna tanganku penuh darah.

"Oke, dengerin gue. Kita harus ngerahasiain ini kalau kita gak mau masuk penjara." jawabku dengan santai.

"Tapi, lo yang bunuh! Gue gak salah!" Jaemin tetap membrutal. Tapi, aku kembali menenangkannya.

"Okey, okey. Walaupun gue ataupun lo gak bunuh, tapi lo mau dijadiin tersangka? Enggak kan?" tanyaku.

Jaemin mengangguk pelan, ragu.

"Makanya, kita harus kabur dari sini, dan berpura-pura gak tau apa-apa. Ngerti?" tanyaku yang dibalas anggukan kepala dari Jaemin.

"Tapi tangan lo- berdarah." katanya sambil menunjuk tanganku yang berdarah-darah.

Aku pun menunjuk tangannya juga yang masih memegang cutter. Ia tidak sadar kalau masih memegang cutter.

"Tangan lo juga megang cutter. Kita impas kan?" tanyaku, lalu ia menatap tangannya sendiri.

Setelahnya, aku dan Jaemin turun ke lantai bawah untuk mencuci tangan kami dan berpura-pura tidak tau. Sampai, ada seorang adik kelas kami berteriak, menjerit ketika ia turun dari rooftop karna melihat mayat Natta.

Hhhh- sudah kuduga bakal ada yang tau kematian ini dengan cepat.

••••

Setelah seminggu kasus pembunuhan Natta diselidiki kepolisian, tidak terdengar lagi desas-desus kematian.

Karna, menurut wali kelas kami, kakaknya Natta adalah artis yang terkenal. Dan kakaknya itu bernaung dibawah SM Entertainment, agensi Jaemin dan aku juga.

Namun, tidak ada yang tau siapakah artis itu.

Agensi menutup kasus ini agar kasus tidak menyebar kemana-mana tentang kasus adik dari artisnya itu. Karna, ini menyangkut masa depan kakaknya juga sebagai artis.

Oleh karena itu, tidak ada penyelidikan siapakah pembunuh Lee Natta.

Sampai saat ini, aku bernapas lega bisa selalu bersama Jaemin, walaupun kami selalu bermusuhan dan Jaemin yang menjaga jarak padaku.

Yang penting aku bisa selalu dekat dengannya, itu bukan masalah kan?





















••••
Gak tau ah, gaje banget.

210718

Dibalik Layar <Nomin> ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang