Jaemin berdiri dari duduknya dengan perasaan marah yang ada pada dirinya. Lalu, Jaemin pergi meninggalkan mereka semua yang menyalahkan Jaemin di tempat itu.
Tidak ada satu pun yang mengelus pundak untuk menyabarkan hati Jaemin yang sedang tersulut emosi. Semuanya seakan menjauhi Jaemin.
Rasa sakit di pipi dan perutnya karna tonjokan dari Taeyong, tidak sebanding dengan rasa sakit pada hatinya yang telah dituduh-tuduh berbagai macam tuduhan kejahatan.
Apalagi tuduhan pembunuhan itu tidak main-main.
Padahal ia sudah yakin kalau penyakit bipolarnya sudah sembuh, dan dia tidak akan berubah lagi menjadi sosok brutal yang aneh.
Tapi, sepertinya, penyakit sialan itu masih ada dalam diri Jaemin. Makanya Jaemin bisa bertindak sejahat itu.
Memikirkan bahwa ternyata ia yang membunuh Natta dan ia yang telah membunuh (read: merusak) boneka kesayangan Chenle, ia yakin kalau semua ini karna bipolarnya yang sedang kambuh.
Bukan dirinya yang asli.
Jaemin yang asli tidak akan berbuat kesalahan seperti itu, ia tidak mungkin membunuh ataupun merusak barang milik orang lain.
Jaemin yakinkan itu dalam dirinya.
Setelah memasuki kamarnya, Jaemin mendudukkan dirinya di lantai samping kasurnya. Di dalam kamar maknae line, bukan kamarnya sendiri.
Ia hanya menutup pintunya, karna ia tidak punya kunci kamar untuk mengunci pintu itu.
Lagian, ia tidak punya tempat bersembunyi yang lain selain kamarnya ini. Kamar bersama lebih tepatnya.
Tiba-tiba, tidak lama setelah Jaemin masuk ke dalam kamar, ada seseorang yang masuk juga kedalam kamar ini.
Jaemin tidak ingin menolehkan kepalanya, ia tidak sanggup untuk mendengar makian dan tuduhan lagi.
Apalagi dari Taeyong dan juga Chenle yang sedang berurusan dengannya.
Orang itu berjalan mendekati Jaemin. Setelah Jaemin merasa orang itu berada disampingnya, Jaemin mendongakkan kepalanya keatas, menatap siapakah orang yang mendatanginya disaat ia ingin sendiri.
Dan ternyata orang itu adalah Jeno.
Jaemin mendengus kasar sambil memegangi pipinya yang sakit dan lebam karna tonjokan dari Taeyong yang begitu kuat.
Lalu Jeno memberikan Jaemin sekantung es batu dengan tangan kirinya. Es batu itu untuk mengompres pipinya yang lebam.
Jeno juga mengompres pipi sebelah kanannya yang terkena tonjokan dari Taeyong.
Sebelum Jeno mendatangi Jaemin di kamar, Kun pun ingin mendatangi Jaemin. Tapi Jeno menahannya.
Jeno ingin berbicara serius berdua dengan Jaemin. Mengklarifikasi semuanya. Semuanya yang ia tutupi selama ini tentang Jaemin.
Semua rahasia yang ia tau. Semua hal yang ia rahasiakan agar Jaemin tetap bahagia dan gak sakit hati.
Kun pun akhirnya membiarkan Jeno yang mendatangi Jaemin. Tapi sebelum itu, Kun mengambilkan 2 kantung es batu untuk Jeno dan Jaemin kompres ke muka mereka.
Jaemin sedikit mengerutkan keningnya, kebingungan. Kenapa Jeno bersikap sok baik disaat Jaemin sedang kesusahan seperti ini? Ini kan semuanya karna dia?
Mau cari muka lagi?
Hahahaha.
Basi.
“Nih, diambil.” kata Jeno, menyuruh Jaemin untuk mengambil, di saat tidak ada pergerakan dari Jaemin untuk mengambil kantung es batunya.
Boro-boro Jaemin mau mengambilnya, ada niat aja enggak. Jaemin yakin, kalau Jeno sekarang ini mau meledeknya.
Akhirnya, karna tidak ada pergerakan, Jeno langsung duduk disebelah Jaemin lalu menempelkan es batu itu di pipi Jaemin yang lebam.
Jaemin sedikit meringis kesakitan, lalu berdecak. Jaemin risih dan menjauhkan tangan Jeno dari pipinya. Jaemin merasa tidak sudi ditolong oleh Jeno yang membuat hidupnya hancur ini.
“Gak perlu.” balas Jaemin dengan ketus.
Jeno tidak menyerah. Ia masih tetap terus-terusan menempelkan kantung es batu itu ke arah pipi Jaemin.
Akhirnya, Jaemin menyerah dan mengambil kantung es batu itu setelah Jeno berkali-kali menempelkannya di pipi Jaemin.
Setelah Jaemin menerimanya, ia malah mendorong tubuh Jeno, lalu berkata,
“Udah sana pergi!” usir Jaemin dengan nada yang masih ketus.
“Gue mau disini..” kata Jeno sambil mengompres pipinya, lalu sesekali mengompres perutnya yang juga sakit terkena tonjokan Taeyong.
“Gue mau sendiri. Ngerti gak lo?” tanya Jaemin dengan nada gak suka.
“Tapi gue gak mau biarin lo sendiri. Bisa aja kan lo cutting atau yang paling parah bunuh diri kan?” canda Jeno yang diselingi dengan tawa renyah.
Padahal mereka dalam situasi yang serius. Tidak bercanda. Jeno nih yang mau cari mati sama maung.
“Jangan gila. Gue gak bakal bundir karna masalah ini.” jawab Jaemin sambil membolakan matanya.
Jeno menolehkan kepalanya kearah Jaemin yang ada disebelah kirinya.
“Mau gue ceritain rahasia-rahasia yang selalu gue tutupin dari lo gak?” tawar Jeno kepada Jaemin.
Jaemin tertawa hambar,
“Memang gue siapa?” tanya Jaemin dengan nada mengolok.
“Lo sahabat gue. Dan akan selalu begitu.” jawab Jeno dengan mantap. Padahal perasaan Jeno lebih dari sahabat, tentu aja.
“Jadi gimana?” tanya Jeno sekali lagi karna Jaemin tidak kunjung menjawab.
Jaemin cuma cengo aja mengetahui fakta bahwa Jeno masih menganggapnya sahabat. Padahal Jaemin sudah menjauhi Jeno selama ini, dan Jeno juga sih yang selalu cari masalah sama Jaemin.
Kan Jaemin kira mereka beneran musuhan.
“Yaudah deh, terserah lo.” jawab Jaemin pada akhirnya.
Jaemin juga gabut. Daripada dia depresi terus ada niat bunuh diri? Kan gak elite.
••••
Pengen buat cerita Jo Yuri x Youngmin. Terus Wonyoung x Seonho. Tapi gak punya ide wkwk250718
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Layar <Nomin> ✔️
Historia CortaSiapa bilang keromantisan Jaemin dan Jeno di depan layar itu atas dasar suka sama suka? Kalian gak tau aja gimana mereka dibalik layar. 010718 - 170918 Buku ini ditulis tahun 2018 💛