Turun Ranjang 3

181K 7.6K 80
                                    

“makasih NERA” dia mencium keningku.

“aku.. aku bukan NERA aku NARA…”

“bagiku kamu Nera… dan selamanya akan menjadi Nera”

“jahatttt….aku benci kamu!!!! Seumur hidup aku gak akan pernah maafin kamu”aku menarik selimut dan menutupi tubuhku yang tidak memakai satu helai banangpun.

“silahkan benci aku sepuas kamu… tapi bagiku seumur hidupku kamu tetap Nera istriku… dan sebagai istri kamu wajib melayaniku”

“gak akan!!! Cukup satu kali ini… gak akan ada lain kali… jika sekali lagi kamu sentuh aku… jangan harap aku akan diam… aku akan bunuh kamu lalu aku bunuh diri… camkan itu tuan Randy Bratawijaya” kataku sambil bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.

“kamu itu pengganti Nera jadi bertingkahlah sebagai Nera… Nera gak pernah berkata kasar kepada suaminya.. jadi jangan harap kamu bisa menjadi Nara…. Karena sejak pernikahan kita kamu sudah aku anggap sebagai Nera…. Ingat itu Hannera Bratawijaya”

Aku keluar dan mengambil botol sabun yang terbuat dari kaca… aku lempar kearahnya, aku emosi tingkat tinggi, aku ingin membunuhnya…. Aku benci dia.

“oww oww santai NERA sayang… jangan lempar – lempar….. gak baik lempar suami.. jika aku mati kamu jadi janda donk”

“biarin jadi janda daripada punya suami brengsek”

Kring…. Kringggg

Bunyi telepon menghentikan pertengkaran kami. Dengan langkah lesu aku mengangkat telepon itu.

“ya halo…”

…….

“iya kami baru bangun…. Randy… maksud nara Mas Randy ada nih, kenapa pi?”

…….

“apaaa…. Apa papi bilang… Mbak Nera???”

Aku shock dan terjatuh, pandanganku hitam dan aku gak tau apa lagi yang terjadi.

Entah berapa lama aku pingsan… yang aku tau ketika aku bangun, aku sedang berbaring di tempat tidur di kamar.

Aku melihat sekeliling, gak ada satupun orang, aku mengingat kenapa aku bisa pingsan dan baru sadar aku pingsan karena telepon dari papi memberitahu bahwa mbak Nera baru saja meninggal

Dengan sigap aku bangkit dan berniat menuju rumah sakit…. Ketika akan keluar dan turun menuju bawah aku melihat keramaian yang ada di bawah. Aku melihat pria itu sedang duduk disamping papi dan papa, sedangkan mami aku lihat sedang menangis meraung di samping jenazah yang ditutupi kain putih.

Aku berlari menuju ketempat jenazah mbak Nera sedang terbaring…

“mbak… mbak bangun…. Bangun…. Jangan tinggalin Nara…”

“bangun…. Aku bilang bangun… mbak harus tanggung jawab,,,, mbak hancurin hidup aku…. Mbak bangunnnnnn jangan tinggalin aku…. aku gak bisa jalanin ini…. Dia jahattt mbak… aku Nara bukan Nera…. Aku gak mau dijadikan pengganti…” aku berteriak sambil menggoncang – goncangkan badannya yang sudah dingin.

“sudah nak, ikhlaskan mbakmu menghadap allah, dia sudah tenang” kata papi menenangkanku.

“gak… gak boleh…. Mbak Nera gak boleh meninggal… dia harus mengembalikan hidup aku yang dia bikin sengsara ini” aku melihat pria itu hanya diam dengan wajah dinginnya.

Aku berlari kearahnya, aku akan bunuh dia.

“ini semua gara – gara kamu… jika tadi malam kamu gak perkosa aku… aku gak akan pernah tinggalin mbak Nera… kembalikan dia… aku mau kamu hidupkan mbak nera lagi” aku berteriak sambil memukul badannya.

“Nara istighfar nak….Randy bawa istri kamu keatas… dia sedang syok dan labil… jangan bikin dia makin histeris” kata papa mertuaku.

“sudah bikin malu histeris gak jelas gini” dia mengendongku dan membawaku ke kamar.

“turunin… turunin.. aku gak mau masuk kamar mbak Nera itu bukan kamar aku”

“diem… apa gak lihat tamu – tamu pada lihatin” katanya sambil berbisik

“bodo… biarin… biar mereka tau kamu itu pria paling brengsek…. Yang tega memperkosa adik iparnya”

“kamu itu istri aku sekarang… jadi bersikaplah  sebagai wanita bangsawan… jangan jadi preman seperti ini, nanti kita lanjutkan lagi setelah semua tamu pulang”

Aku naik ke tempat tidur dan menutup diri dengan selimut… dengan kekuatan penuh aku berteriak mengeluarkan sakit hati yang mencengkeram dada ini.

“mbak…. Kenapa mbak secepat ini meninggalkan aku… aku gak sanggup jalanin rumah tangga ini… aku juga gak bisa menerima dia menyakiti hati aku… aku harus bagaimana???, dia jahatin aku tadi malam… dia kasar dan menyebut nama mbak ketika dia meniduri aku… aku bagai wanita yang gak ada harga diri mbak… aku harus bagaimana… kenapa mbak dorong aku ke jurang kehancuran ini. Apa salah aku…” kataku sambil memandang fotonya yang tergantung di dinding.

Aku capek menangis, dan dengan sisa tenaga yang tersisa aku menuju lantai bawah, aku harus melihat jenazah terakhir kembaranku.

“sudah puas nangisnya?” aku melihat dia berdiri di depan pintu sambil memandangku yang saat ini bisa dibilang kacau…

“minggir aku mau lihat mbak Nera”

“dia sudah dibawa ke kuburan”

“kenapa gak tunggu aku, aku ingin ikut”

“kamu histeris seperti orang gila itu mau ikut… gak.. jangan ganggu suasana khusuk di pemakaman”

Aku berniat memukulnya, entah kenapa emosiku menjadi – jadi jika mengingat perlakuannya tadi malam.

“oww NERA sayang… sudah cukup tadi kamu mukulin aku… sekarang gak akan aku biarin kamu mukul aku lagi…. Dosa tau mukulin suami”

“aku NARA NARA NARA NARA NARA” teriakku

“sudah aku bilang.. bagi aku kamu Nera jadi ya biasakan diri kamu sebagai dia, kamu kan sudah aku anggap sebagai pengganti nera”

“brengsekkkkkk” aku kembali ingin memukulnya tapi kekuatan wanita mana sebanding dengan kekuatannya

Dia menangkap tanganku dan memeluk pinggangku.

“aku bilang jangan pernah mukul aku, dari pada kamu buang - buang tenaga lebih baik kamu cium aku”

“kamu ini pria paling kurang ajar, brengsek, bajingan istri baru meninggal masih sempat – sempatnya merayu wanita lain”

Dia memandangku dengan tatapan amarah yang sangat besar dan dengan kasar dia memegang wajahku.

“Nera tidak meninggal… dia disini didepanku… kamu itu Nera, bersikaplah anggun seperti Nera”

“kamu gila… lebih baik kamu berobat ke dokter jiwa kalo perlu masuk rs jiwa”

“hahahhahahahha bersiaplah HANNARA BRATAWIJAYA… mulai besok kamu akan bersikap sebagai Nera bukan Nara, nah aku gak perlu kan memberitahu apa saja tugas sebagai ibu dan istri, aku mau kamu melayaniku layaknya istri melayani suami, gak peduli kamu mau atau gak, tapi aku bisa bilang lebih baik kamu nurut dan pasrah, karena aku gak suka di tolak”

“gila…”

“dan satu lagi… tolong bicara dengan lembut… karena Nera tidak kasar, dia anggun sebagai wanita bukan bar – bar seperti kamu”

“aku bukan Nera dan aku punya jatidiri sendiri, jangan harap aku akan diam saja kamu perlakukan sebagai boneka”

“kita lihat saja nanti siapa yang akan menang…kamu atau aku” katanya dengan tenang dan meninggalkan aku termenung di pintu masuk.

Perang ini akan dimulai, setelah keadaan kondusif aku akan meminta cerai, aku gak bisa hidup dengan orang yang mengganggap aku sebagai orang lain.

tbc

4. Turun RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang