Malam sebelum keberangkatanku dan Randy ke puncak, aku ingin memastikan lagi apa jadi Randy ikut.
“Kamu jadi ikut Mas?”
“mmmm” katanya sambil memainkan tabnya.
“mmmm apa…”
“iya”
“nah gitu kan enak, ni mmmm aja…”
“sini deh kamu Nara, duduk dekat aku”
Aku berjalan kearahnya dan duduk disampingnya “kenapa sih marah – marah mulu, PMS yah”
“yeeee habis situ ngeselin, belum datang tuh PMS nya, hamil kali…”kataku bercanda, aku ingin tau reaksinya jika aku benaran hamil.
“gugurin kalo hamil” jawabnya dengan nada dingin dan penuh amarah
Aku kaget dan tanpa terasa dadaku sesak dan entah kenapa air mata ku langsung turun, aku hapus dan meninggalkannya sendirian di kamar tanpa kata. Kenapa dia gak mau punya anak dari aku, apa aku gak pantas jika hamil anaknya.
“aku gak boleh hamil… ya aku gak boleh hamil…” kataku dalam hati
“tapi…. Tapi aku ingin sempurna sebagai wanita… aku ingin merasakan melahirkan, menyusui atau mengasuh anak, kenapa dia gak memperbolehkan aku untuk hamil” kataku lirih dengan air mata masih turun.
Aku memasuki kamar Radya dan menggendongnya… “andai mama bisa hamil, kamu mau punya adik kan sayang, tapi… tapi papa gak izinin, apa mama gak pantas untuk hamil?” kataku
Aku melihat Radya tersenyum sambil memegang pipiku.
“kamu mau punya adik? Sabar ya sayang… suatu saat pasti kamu punya”
Aku berbaring di kasur dan berniat menidurkan Radya, malam ini aku tidur disini saja, aku gak mau ketemu dia malam ini, hati aku sakit atas kata – katanya tadi.
30 menit aku berusaha menidurkan Radya dan tak lupa dengan melakukan ritual sebelum tidur, walau sakit tapi setiap hari aku melakukan hal itu agar bayi ini bisa merasakan kasih sayang mamanya.
Aku mendengar suara pintu dibuka dan melihat sosok pria sedang berdiri melihatku, dengan cepat aku pura – pura tidur.
“Nara kamu sudah tidur?”
“kenapa tidur disini?” mungkin dia mengira aku sudah tidur.
“selamat malam cintaku… tidur yang nyenyak, jangan terlalu dipikirin kata – kata aku tadi ya” dia mencium keningku.
Deg
Deg
Deg
Cintaku? Apa maksudnya? Dan kenapa jantung ini sekarang tiap berdekatan dengan dia gak bisa berdetak dengan normal ya.
Setelah memastikan dia pergi, aku bangkit dan memegang kening dan dadaku… apa dia cinta aku? gak… gak… tapi dia bilang cintaku..
Flashback on
Setelah 8 tahun kepergian kakak gendutku ke amerika, aku mendengar kabar selama itu pula dia tidak pernah kembali ke Indonesia, kata orang – orang dia melanjutkan kuliahnya disana, jika ditanya apa aku masih menunggunya, ya aku menunggu dia kembali, buat apa aku menunggunya? Aku ingin minta maaf langsung dan ingin merajut tali persahabatan. Tapi jujur dari lubuk hatiku aku ingin memiliki dia bukan sebagai sahabat tapi “kekasih”, walau aku sudah pacaran dengan pria lain.
Hingga suatu hari papi memberitahu bahwa aku akan di jodohkan dengan anak temannya. Papi menyuruh aku bertemu dengan pria yang akan dijodohkan, aku menolak karena aku kalo ingin menikah hanya dengan kakak gendutku, tapi aku memberitahu papi bukan karena kakakku tapi karena aku sudah pacaran dengan Restu.