"T-Taruhan?"
Dikatakan bahwa setiap manusia memiliki satu dosa yang secara alami muncul atas dasar paksaan. Taruhan... suatu perbuatan yang beresiko mendapatkan hukuman dunia maupun di akhirat. Hanya keberuntunganlah yang membuat para manusia bisa menikmati taruhan tersebut dengan perasaan layaknya seorang pemenang dan memuaskan diri mereka.
"Seluruh uang di dompetku saat ini adalah taruhanku untukmu Ar, bila aku kalah. Sebagai gantinya, kamu harus mendatangi sports center bersama kita berdua apabila kamu yang kalah." ucap Steve sambil memperlihatkan isi dompetnya di atas meja.
Dengan uang kertas berwarna merah sebanyak itu, tak mungkin aku mau menolak taruhan yang ia tawarkan. Aku rasa itu cukup adil melihat sebagai gantinya aku harus menuruti isi email misterius itu lagi.
"Oke! Tapi aku yang menentukan permainannya, karena kalianlah yang memaksaku melakukan ini." kataku sambil beranjak dari duduk ternyamanku.
"Silahkan, silahkan, lagipula aku pasti menang." balas Steve santai.
"Game tersebut adalah ini!" aku mengeluarkan frisbee kecil dari tasku. Jujur saja, aku sendiri tidak berniat membawa mainan seperti ini di dalam tasku apalagi kubawa ke area kampus. Namun karena tidak sengaja terbawa, ada baiknya kugunakan saat ini. "Frisbee-jump, favoritku."
"Ah! Ide bagus Ar, aku sudah berlatih terus menerus demi menguasai permainan ini. Aku siap membuatmu memakan ucapanmu sendiri!" ucap Steve semangat.
"Mmm... bisa jelaskan apa maksud permainan ini? Aku tidak paham." Tiana menarik baju kami berdua.
"Sepulang kuliah! Oke!" seruku
"Oke!"
"Ayolah kalian para pejantan, jelaskan padaku!" ucap Tiana yang masih menarik baju kami berdua. "Haah... lagi – lagi aku dilupakan."
Setelah kembali dari waktu istirahat dan menyelesaikan pelajaran yang bahkan tidak bisa kuingat sedikitpun. Kami berdua bersiap melakukan taruhan kami di parkiran motor, cuaca yang mendung semakin mendukung kita berada di luar ruangan saat ini. Tiana yang berdiri di sebelahku menyerahkan dirinya sebagai juri pada permainan kita.
"Baiklah, aku harap kalian akan baik – baik saja setelah melakukan hal ini. Serius deh, mengapa sih harus di tempat parkir? Ada lapangan rektor seluas itu dan kalian memilih parkiran motor. Jenius." ujar Tiana melihatku dengan tatapan tidak percaya.
"Beruntung kamu masih bisa melihat secara langsung pertandingan frisbee yang langka seperti ini. Tentu saja ketika kamu melempar frisbee itu di sekitar parkiran ini, kita akan melakukan aksi loncat – loncat layaknya parkour kau tahu? Itulah yang menjadi daya tarik permainan ini Ti, cobalah suatu hari nanti." jelasku.
"Haah... terserahlah, aku hanya tak habis pikir kenapa aku harus berteman dengan dua bocah seperti kalian. Kepintaran kalian ternyata tidak diimbangi sikap kalian yang kekanak – kanakan seperti ini." ujar Tiana menarik nafas panjang.
Tak mempedulikan kritikan dari Tiana, aku pun bersiap di sebelah Steve yang tampak sudah bersemangat sejak aku mengatakan tentang permainan ini. Tatapannya fokus menunggu Tiana melemparkan frisbee itu ke arah yang dia suka.
"Oke siap! Satu... dua... tiga!!!" teriak Tiana dan mulai melemparkan frisbee itu sejauh yang ia bisa.
Piringan plastik itu terbang cukup jauh membuatku segera lari mengejarnya. Melompati beberapa motor yang terparkir memang terbilang cukup beresiko, apalagi mengetahui fakta bahwa beberapa kendaraan mahasiswa di sini terbilang cukup mewah. Bahkan uang tabungan orang tuaku saja pasti tidak akan bisa mengganti kerusakan kendaraan – kendaraan di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distrust (Completed)
General FictionHIGHEST RANK: #5 in Indonesia (02-04-2019) #30 in Mystery (27-7-2018) #10 in Kutukan (12-08-2018) 3 orang anak kecil mengalami sebuah mimpi buruk dalam hidup mereka. Berbekal sebuah imajinasi belaka, mereka memberanikan diri membaca sebuah buku beri...