BAGIAN 33

12 1 0
                                    

"Hei amico? Apa kamu sudah sadar?" suara Steve muncul ketika kesadaranku kembali.

"Iya, aku rasa." jawabku singkat sambil memegangi kepalaku yang pusing.

"Lihat ini! Aku yakin ini akan membuatmu lebih baik." ucap seru Steve sambil menyodorkan ponselnya yang berisikan foto – foto perempuan berbikini di depan mataku.

"Dasar setan!" teriakku sembari mengambil ponsel Steve dan mulai membuangnya ke sampingnya.

"HP-ku!" teriak Steve histeris yang beranjak mengejar alat komunikasinya itu.

Dengan keadaan yang masih belum sepenuhnya kembali, aku berusaha menanyakan kejadian yang sebenarnya terjadi padaku. Aku tentunya butuh penjelasan yang lebih daripada sekedar menanyakan keadaanku, apalagi ketika semua yang ada di sini sudah kembali seperti semula. Mengingat sebelumnya aku harus bertahan hidup di dunia hitam putih tanpa ada seorangpun yang bergerak kesana kemari.

Cella dengan bentuk merpatinya tidak terlihat sedikitpun di mataku, begitu pula Tiana yang tidak mengeluarkan hawa keberadaannya sedikitpun di sekitar sini. Namun tampaknya alam sudah mengerti segala kesulitan yang telah kualami selama ini. Maka dari itu petir menyambar dan membuat aula yang gelap menjadi terang dalam sekejap, memberikanku wajah sedih dari seseorang yang kukenal.

Aku segera bangkit dan menerobos orang – orang yang mengelilingiku saat aku pingsan tadi. Segera kupecepat langkahku menuju Tiana yang terlihat sedang berdiri tak jauh dari pintu aula. Dilihat dari ekspresinya, tampaknya dia sudah menyadariku berjalan ke arahnya, sehingga ia berusaha melarikan diri dariku dengan nekatnya melewati hujan deras.

"Tia... Linda! Tunggu!" panggilku pada Tiana.

Aku sebenanrya tidak ingin membasahi diriku dengan air hujan apalagi di waktu yang sudah malam seperti ini. Namun kalau tidak segera mencegahnyai, bisa – bisa aku tidak akan bertemu dengan Tiana lagi.

"Hei! kamu mau kemana?" tanya Aura yang tengah membawa makanan dari depan pintu.

"Nanti saja tanya – tanyanya! Sudah dulu ya"

Mengatakan hal semudah itu tentunya tidak akan semudah dengan konsekuensi yang kudapatkan. Aura pasti akan mencari tahu hal yang tidak lazim dariku setiap kali dia bisa melakukannya. Sayangnya aku tidak terlalu peduli dengan itu, aku lebih peduli dengan Tiana saat ini.

Bayangan hitamnya masih terlihat di mataku, meskipun dalam beberapa tempat pengelihatanku terganggu dengan derasnya hujan yang mengguyur kota malam ini. Semoga saja aku tidak mengejar orang yang salah, karena akan terasa sangat sia – sia bila aku mengejar orang lain setelah bertarung dengan hujan deras seperti ini.

"Aaarrrrgghh!!!" teriak seseorang yang datang dari arah barat laut.

Tanpa mengetahui maksudnya, dia menabrakku begitu saja. Beruntung aku sudah bersiap terlebih dahulu sehingga benturan yang kurasakan tidak terlalu sakit meskipun membuat tubuhku jatuh tersungkur di atas tanah. Orang itu masih merintih kesakitan akibat perbuatannya sendiri, sambil memegangi tulang rusuk kirinya, dia berusaha berdiri di depanku.

Sosok kurus dengan baju merah panitia pameran seni yang masih melekat di tubuhnya terlihat dari balik hujan. Perlahan orang tersebut mulai menunjukkan wujud aslinya, wajah kantuk dibarengi dengan tubuh kurus, itulah yang kulihat di depanku persis.

"Denis, apa maksudnya ini?" tanyaku yang masih berlutut di atas tanah.

"Aku yang harusnya bertanya seperti itu. Apa maksudmu mengejarnya?"

"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padanya. Aku mohon padamu, jangan buatku harus melewatimu secara paksa." ucapku tegas selaras dengan tubuhku yang sudah berdiri tegap lagi.

Distrust (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang