Page 1

29.6K 998 6
                                    

Kalau bukan gara-gara kejadian di hari itu, nasibku tidak akan berakhir begini. Semua keluh kesah dan dilema ini adalah akibatnya. Mau jungkir balik atau menelan racun, dia tak akan hilang dan tetap bertengger manis di sana. Di celah hatiku, yang secara tak sengaja ia masuki, dan terjepit kuat-kuat, hingga sebulan ini aku sudah dibuat frustasi.

***

"Pagi, Pak River." Dengan sengaja aku menyapanya ketika ia baru datang dan masuk ke ruang tamu.

"Pagi, Li," balasnya singkat dengan sedikit senyum dan sepintas tatapannya padaku yang hanya sekedar formalitas itu.

Pak River pun berlalu, melewatiku dan aku langsung menghela panjang, sepanjang tatapan mataku yang mengekorinya hingga menghilang di sudut ruang.

Ah, benci sekali aku dengan rutinitas seperti ini!

Kalau bukan karena degup jantung yang gak karuan dan rasa penasaran ini, aku pasti masih di ruang desain dan menghabiskan waktu istirahat dengan candy crush dan sejenisnya.

Bukan duduk di ruang tamu ini dengan penuh harap.

Memang apa yang bisa kuharapkan?

***

Menatap monitor siang ini membuat kepalaku senat-senut. Bukan karena sakit kepala. Bukan. Tapi karena dia, orang itu, yang sudah kubilang membuatku frustasi sebulan ini.

Iya, aku masih ingat, masih jelas sekali rasanya. Ketika tubuhnya mendekat, aromanya menguat, dan bibirnya yang melumat. Yah, semua sangat jelas. Aku bisa menggambar adegan itu bulat-bulat di atas kertas HVS ini menjadi sebuah komik pendek. Ini memang gila. Tapi aku yakin bukan mimpi.

Jadi bagaimana bisa ini bukan mimpi?!

Sedangkan siang tadi dengan santainya ia berlaku seolah tak ada yang terjadi, kembali ke realiti dan aku hanya seorang buruh gambar yang biasa ia jumpai.

Kau sudah berhalusinasi Liliona!

Tapi siapa yang bisa menjadi tempat berbagiku di pabrik ini? Teh Filda? oh dia pasti menganggap aku gila. Mbak Citra? bisa tertawa membahana dia. Divisi lain? tak ada kandidat sama sekali. Tidak. Kupikir bukan keputusan yang tepat menceritakan hal ini pada orang pabrik. Apalagi membahas seputaran owner, bahkan anaknya, lalu ditambah hal nyeleneh yang sudah terjadi padaku ini. Aku pasti dikira cari perhatian, atau bahkan cari mati. Tentu saja, jika sudah sampai di kuping bapaknya. Si Pak Dharma.

***

Genap tiga puluh hari aku menjadi agak gila. Gila tidak dalam arti sebenarnya, tapi bagaimana otak ini telah menerima realita, menyimpan momen, merekam dan merasa. Semuanya yang terjadi di tiap detail saat itu, tapi aku selalu berusaha mengingkarinya setiap hari.

Karena aku tak ingin percaya.

Tapi tak bisa dan lagi-lagi tak bisa.

Hampir tiga puluh tahun hidupku, tidak pernah sesuatu menjadi serumit ini selain di pabrik dan isinya. Tapi kali ini urusan hati yang nyatanya lebih parah. Aku terus saja mengingatnya, menyimpannya, dan ia terus bertengger di sana dengan tidak sopan.

Tapi mau bagaimana lagi. Yah, akhirnya aku hanya bisa mengatakan itu. Ini mungkin menjadi masalahku sendiri, entah dengan orang itu.

Tapi dia sudah menyita hatiku sejak saat itu, dan sialnya harus kuakui.

Yah, aku mulai menyukai River sejak bibirnya seenaknya saja menekan bibirku malam itu, dan memang terjadi, apalagi dia melakukannya padaku dengan sadar, dan atas keinginannya sendiri.

Mengklaim ciuman pertamaku.

***

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang