8

17K 1.8K 100
                                    

Oke. Alasanku berbohong itu sebenarnya ada alasan. Meskipun aku dan teman-temanku tak pernah kontekan lagi, tapi aku telah mencari tahu terlebih dahulu soal karir mereka sekarang ini. Ya gimana. Aku kebanyakan kerja di rumah. Hidupku terus berhadapan dengan laptop. Semenjak dikabarkan Ogil akan ada reuni akbar, di detik itu juga aku langsung mengorek dalam soal kehidupan teman-temanku.

1. Ogil. Ya aku pernah mengenalkan soal dirinya. Dia adalah seorang MC. Bahkan dia pernah masuk tv meskipun cuma sesekali dan itu pencapaian yang luar biasa menurutku.

2. Fania. Cita-citanya menjadi artis. Ya dia sampai detik ini setahuku sering menghadiri casting-casting. Dia pernah masuk tv juga sama seperti Ogil. Kalau kuingat juga Fania jauh lebih cantik daripada SMA dulu. Dia jago dandan. Kemarin acara reuni saja banyak yang terpana melihat dirinya. Bukankah itu pencapaian yang oke juga?

3. Syahrul. Ya dia adalah programmer. Sejak SMA dia memang suka dengan komputer. Aku sering melihat di instagramnya dia foto dengan rekan kerjanya.

4. Jafar. Dia atlit dan saat ini sedang berusaha.

Argh! Kuremas rambutku kasar. Ya sebenarnya hanya itu teman-teman yang kukepoin detail. Sisanya biasa saja. Dan mereka lah yang memiliki pencapaian terbaik menurutku. Mereka bisa menggapai apa yang mereka inginkan semasa SMA.

Sedangkan aku? Aku ingat betul rasa percaya diriku ketika mengatakan cita-citaku menikah itu sangat meyakinkan. Bahkan aku tidak mempedulikan cibiran orang tentang cita-citaku yang konyol itu. Ternyata setelah aku pikirkan sekarang, itu adalah cita-cita terbodoh.

Aku tertawa terbahak-bahak sendiri sekarang. Kutenggelamkan kepalaku ke atas meja. Sampai kapan sih begini nasibku? Ya bukan hanya cita-cita konyolku saja yang tidak tercapai, tapi juga keuanganku. Di umur 25 tahun ini aku tidak punya apa-apa. Bahkan sampai detik ini, kedua orangtuaku di Semarang selalu mengirimkan aku uang. Ya akan kuceritakan tentang diriku.

Aku adalah anak bontot dari dua bersaudara. Kakakku adalah Divina. Dia berbeda 180 derajat denganku. Karirnya sangat oke. Dia saat ini menjabat sebagai salah satu manajer di perusahaan minyak. Ya Kak Divi adalah anak teknik geologi. Dia selalu juara umum. Hidupnya sangat membuatku iri. Apalagi ketika aku melihat suaminya adalah sejenis Mas Rega. Pria tampan dan bertubuh tegap. Pekerjaannya tak kalah hebat dengan Kak Divi. Ia bekerja sebagai salah satu direktur muda di salah satu perusahaan minyak. Apalagi Kak Divi melahirkan seorang anak lucu seperti Oim. Tapi jelas aku tidak pernah menunjukkan di depannya bahwa aku sangat iri dengan kehidupannya sebagai wanita.

Yang aku benci adalah keluargaku selalu menuntutku agar seperti Kak Divi. Harus masuk IPA biar gampang masuk jurusan apa saja. Tanpa mereka tahu bahwa aku sangat tidak suka dengan pelajaran menghitung. Sehingga tak ada cara lain yang kulakukan selain memberontak dan menjadi wanita badung. Sejak SMP aku sudah suka menulis. Aku suka berkhayal dan menuangkan segala sesuatunya dalam bentuk cerita.

Tapi Ayah, Ibu, Kak Divi, dan Bi Ita selalu menentangnya keras. Ketika kenaikan kelas dua, aku bilang ingin masuk ke kelas IPS, mereka menolak besar. Bayangkan, IPS saja mereka menolaknya. Apalagi jika aku masuk kelas Bahasa. Ya dulu ada tiga jurusan di sekolahku. Aku sudah mengalah hanya meminta agar masuk ke IPS dan mereka tidak mengerti itu. Bahkan semua keluargaku sudah angkat tangan dengan segala sikap nakalku.

Aku jarang mengerjakan PR, tugas, dan ketika ulangan aku isi asal-asalan. Yang membuatku tak habis pikir adalah kenapa aku bisa sampai naik kelas ya? Apa mungkin karena Bi Ita yang merupakan wali kelasku makanya ia membantuku? Entahlah. Aku tak pernah menanyakannya dan kalau bertanya bukannya jawaban yang aku dapatkan melainkan omelan.

Karena Ayah sudah pensiun, maka ia memutuskan untuk ke Semarang bersama Ibu. Ayah mempunyai tusaha di sana yaitu membuka usaha jualan sembako di sana. Ya duit pensiun yang ayah dapatkan dari perusahaannya terdahulu digunakan untuk membuka usaha. Bahkan Ibu juga ikut berjualan kue di depan rumah. Tidak hanya itu, ayah sebenarnya juga memiliki beberapa kontrakan di Jakarta sehingga uang terus mengalir ke dirinya.

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang