16

14.9K 1.7K 122
                                    

Please apresiasi gue dengan vote dan komen yang banyak plis. Makasih :)

Happy reading!!!

-----------------------------------------------------------------


Ya Allah, aku degdegannya bukan main. Kenapa sih kelas kami harus mendapatkan drama musikal sebagai persyaratan lulus naik kelas? Ya masing-masing kelas kebagian ujian praktik yang berbeda. Ada yang membaca puisi, menulis jurnal, dan kelasku kebagian drama musikal. Bahkan Guru Bahasa telah menyediakan panggung khusus untuk kelas kami di mana bisa tampil di depan anak kelas lain serta kakak tingkat kami. Guru juga bilang bahwa kami akan bekerjasama dengan anak ekskul drama untuk properti, hanya saja pemeran utamanya harus dari kelas kami.

"Oke. Coba buka gulungan kertas kalian ya. Itu peran yang akan kalian mainkan," seru bu Guru begitu semua anak-anak telah mengambil gulungan kertas dari dalam botol yang beliau taruh di atas meja guru.

Anak-anak telah duduk di kursinya masing-masing. Ekspresi kami semua tampak degdegan menantikan peran apa yang akan kami dapatkan setelah membaca isi gulungan kertas ini, Termasuk aku yang terus berdoa agar aku lebih baik jadi pohon saja. Aku tak mau berperan penting di sini. Jangan sampai. Bisa kudengar mereka berbisik-bisik berharap agar mendapatkan peran utama. Di depanku ada anak yang paling pelit bicara. Dia lah satu-satunya orang yang tampaknya biasa saja. Sementara di sebelahnya ada wanita yang selalu mengintilinya ke mana-mana terus tersenyum ceria dan bisa kudengarkan samar-samar ia berkata ....

"Semoga aja aku jadi putri saljunya ya, Ben. Dan kamu jadi pangerannya. Ya ampun, aku nggak kebayang gimana dekatnya kita nanti." Perempuan yang tak pernah mengobrol denganku. Padahal aku duduk di belakangnya. Ya dia hanya mengobrol dengan Benja--si pria pelit kata. Berbicara dengan anak kelas hanya di kala butuh saja.

Benja hanya diam tidak meladeni ucapannya. Ya sama halnya dengan Winie, Benja pun termasuk pria yang jarang sekali mengobrol denganku. Ia berbicara padaku hanya ketika mengabsen kami. Ya ia adalah ketua kelas di sini. Winie sekretarisnya.

"Oke, kalian bisa buka ya gulungannya," perintah Bu Guru.

Jantungku berpacu cepat. Semoga aku jadi pohon. Semoga ya Allah .... Tapi semua hanya ilusi belaka karena isi gulungan kertas ini bertuliskan Snow White! Aaaaaaa tidaaaak! Bagaimana ini bisa terjadi?! Kenapa harus aku?! Bu Guru pun mulai menanyakan peran-peran pendukung seperti pohon, tanaman, pengawal, serta kedua orangtua putri salju. 

Itu artinya sebentar lagi, ia akan menanyakan siapa yang akan memerankan tokoh penting di drama musikal ini. Bisa kusaksikan, ada sepuluh orang yang belum mengacungkan tangannya. Itu artinya yang tersisa di antara kami, ada yang menjadi kurcaci, penyihir, putri salju dan pangeran!

Mataku terbelalak ketika aku menyadari bahwa Winie dan Benja juga belum mengacungkan tangannya. Kulirik ke anak-anak yang belum mendapatkan peran, siapa kira-kira dari mereka yang akan jadi pangeran? Huaaaa kan di putri salju ada adegan ciuman pangeran membangunkan putri. Huhuhu. Apa jangan-jangan Benja? Ya Allah kaku sekali jika dengan pria itu.

"Yang dapat peran tujuh kurcaci siapa?" tanya Bu Guru lantang. 

Tujuh orang anak pun segera mengacungkan tangannya tinggi. Senyum sumringah puas tercetak di wajah mereka. Argh! Pasti mereka bahagia sekali. Ya peran kurcaci itu termasuk peran yang aman, tapi termasuk penting. Aku tak sanggup membayangkan reaksi mereka begitu tahu bahwa aku yang dapat peran putri saljunya. Ya selama kelas sepuluh ini, teman-teman sekelasku biasa saja. Kami berteman akrab dan aku tak ada masalah dengan siapa pun. Bahkan bisa dibilang aku memiliki banyak teman. 

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang