25

16.1K 2.2K 317
                                    

Lagi-lagi nggak mencapai target. Sedih hehehe. Target kan 800 aja. Padahal itu nggak banyak. Tapi nyentuh aja nggak. Cuma yaudalah. Update aja hehehe.

Maaf ya kesannya pamrih. Tapi bener deh terkadang vote atau komen itu bisa buat semangat. Apalagi kalau kalian juga follow akun ini. Kalian baca tapi nggak follow aku sedih gimana gitu hehe. Banyak mau ya aku :( maaf :(

Yaudah happy reading!

-------------------------------------------------------------- 


Ya Allah ya Allah, tiap getaran dari ponselku, tiap itu juga rasanya pacuan jantungku berdetak kencang seolah ingin copot. Mati aku mati. Angkat tidak ya? Bahkan tanganku ikut bergetar melihat nomornya yang terus berada di layar ponselku. Benja mau apa coba? Ini sudah jam sebelas malam loh. Kenapa dia ingin menelponku di tengah malam seperti ini?

Dahiku terus mengerut memandang nomornya. Ya sampai detik ini aku memang belum menyimpan nomor Benja di kontakku. Entahlah. Dengan pekerjaanku yang serba mentok sebagai penulis mau pun penjual online membuatku enggan membuka diri ke orang lain. Bahkan aku sampai tidak punya media sosial saking takut ketahuan betapa tidak suksesnya diriku sekarang. Sosok Qinsy yang pernah menjadi bintang di sekolah sirna beberapa tahun kemudian.

Mungkin karena saking lamanya, getaran panggilan telpon dari Benja berhenti. Aku lega setengah mati. Kuhela napasku panjang. Jantungku pun mulai berdetak normal. Tapi sayang, itu cuma penenang sejenak saja karena ponselku kembali bergetar. Benja menelponku lagi! Argh!

Tentu saja telpon darinya membuat jantungku ketar-ketir. Aku pun beranjak sambil berjalan bolak-balik terus melihat namanya. Argh! Pria ini selalu saja membuatku panik. Dia itu mau bicara apa ya Allah? Mau mengejekku karena kebohonganku sudah ketahuan oleh dirinya? Mau membuatku makin malu lagi dengan mengumbar semua kekonyolanku? Apa mau mengejek bau ketekku? Atau mungkin anuku yang telah ia sentuh?! Argh! Banyak sekali spekulasiku. 

Haruskah aku mengangkatnya? Tapi aku malu berat. Belum siap! Seorang Benja gitu loh. Dokter muda dan ganteng yang punya followers 13K menelpon seorang penulis yang karirnya sedang merosot dan baru saja kemarin naskahnya dilempar oleh produser ternama. Itu memalukan tidak sih? 

Dan lagi-lagi telpon darinya mati. Aku pun berhenti mondar-mandir. Kuteguk ludahku berharap semoga Benja tak menelponku lagi. Mataku membesar saking degdegannya. Ini gila. Benja itu seumur hidup selalu membenciku loh. 

Qin, angkat. Gue tahu lo masih melek. Sekali lagi nggak lo angkat, gue kasih tahu soal status belum menikah lo ke anak-anak angkatan kita :)

Mataku terbelalak membaca pesan WAnya. Gila ya! Cara kerja pria ini selalu mengancam dan mengintimidasi lawannya sampai ke akar-akar. Dia pikir dia siapa?! Lagipula apa urusannya sih masalahku dengan dia? Kebohonganku tidak berdampak besar kan dengan kehidupannya. Ah kalau begini tak ada cara lain lagi. Aku harus menyemprot dirinya!

Dan benar sesuai ancamannya barusan, Benja kembali menelponku. Tanpa banyak berpikir pun aku menerimanya. 

"Apa?!" tanyaku teriak begitu menekan tombol hijau pada layar ponselku.

"Ya ampun, Qin. Kaget gue," jawabnya dari seberang sana tanpa beban sama sekali.

Kali ini rasa panikku berganti menjadi kesal. "Lagipula mau lo apa sih nelpon gue jam segini? Pakai ancam-ancam segala. Lo udah gede kan? Udah jadi dokter pula. Cara lo kayak anak kecil tahu nggak!" omelku tiada henti.

Sialnya, aku malah mendengar kekehannya dari sana. "Habis kalau nggak digituin, lo nggak akan angkat telpon gue."

Tentu saja aku makin meledak mendengarnya. "Terus lo mau ngapain nelpon gue? Hah?!" tanyaku ketus.

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang