23

15.9K 1.9K 548
                                    

Maaf skrg updatenya ga begitu cepat kayak awal2 ya. Maklum aku pakai target hehhe

Vote dan komen plis.

Happy reading!!!

---------------------------------------------


Aku cuma bisa tercenung mendengar kata-kata Benja barusan. Apalagi melihat tatapannya yang seolah tertawa puas karena mengetahui rahasia terdalamku. Bibirku pun kelu tak sanggup mengatakan apa-apa. Oke. Mungkin jika teman-teman reuniku kala itu tahu bahwa aku berbohong, aku tak akan secemas ini. Tapi ini Benja loh. Sosok yang sangat ingin kuhindari jauh-jauh dari muka bumi ini. Dan kenyataan yang masih tak bisa kuterima adalah tangannya menyentuh anuku! Huaaaa.

"Iya, Dok. Saya harap sih Dokter bisa menjadi dokter yang baik buat Qinsy meskipun kalian sudah saling kenal. Ketika Qinsy harus melakukan pengecekan, saya harap Dokter benar-benar melakukannya berdasarkan tugas Anda sebagai dokter. Jangan ejek dia kalau misalkan dia bau atau jorok atau bagaimana pun. Saya pengen dia nyaman sama Dokter karena yang tahu rahasia Qinsy selama ini hanyalah Dokter Tika. Pasti dia malu sekali sekarang." Kak Divi menyambut kata-kata Benja barusan dengan nada lesuh.

Mau tak mau mendengarkan ungkapan Kak Divi membuat hatiku terenyuh dan agak tenang. Kak Divi tetaplah kakakku. Dia pasti tahu rasanya betapa malunya aku saat ini. Tapi meskipun Kak Divi baik, tetap ada sisi menyebalkannya. Dia mengucapkan diriku bau dan jorok lantang sekali di depan si Bentoloyo. Aku yakin ia pasti tertawa puas di dalam hatinya.

"Tenang, Bu. Saya pasti akan membuat Qinsy nyaman dengan saya. Mungkin pada akhirnya dia akan lebih nyaman dengan saya dibanding Dokter Tika sendiri."

Aku terbahak. Yang benar saja. "Mimpi," desisku pelan dengan mata yang terus mengarah ke bawah. Nyaman dari mana coba? Yang ada risih!

"Qin," tegur Kak Divi sambil menyikut lenganku. Aku hanya meliriknya sinis lalu kembali memandang ke bawah. 

Sebenarnya ingin sekali aku berteriak di telinga Kak Divi agar ia tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara diriku dan Benja. Tapi ya bagaimana. Mau berbicara dan sekedar berbisik pada Kak Divi saja membuat hatiku ketar ketir. Tadi saja mulutku gagap ketika ingin menjawab bahwa Benja adalah temanku.

"Yaudah, Dok. Terus Dokter kan udah obati miss v adik saya. Apa ada hal lain lagi yang perlu jadi perhatian kami? Karena mungkin sebentar lagi Qinsy akan menstruasi. Jadi pasti baunya akan muncul lagi. Selama ini Qinsy selalu kontrol ke Dokter Tika sebelum datang bulan, jadi baunya agak mereda."

Sekali lagi. Lebih baik aku mengunci mulutku. Biarlah Kak Divi saja yang mengoceh. Mana dentuman jantungku terasa sangat cepat. Mungkin hari ini bisa dibilang adalah hari terdagdigdug sepanjang masa yang pernah aku hadapi. 

"Sebentar ya, Bu. Saya akan bacakan dulu data saudara Qinsy hanya sekedar untuk memastikan bahwa datanya di rumah sakit ini masih valid." Mau tak mau hal ini membuatku mendongakkan kepala. Data masih valid? Maksudnya apa coba? 

Bola mata Benja pun tertuju pada lembaran kertas yang berada di tangannya. Kertas itu pasti berisi informasi mengenai penyakitku. Kuteguk ludahku gugup. Kutolehkan kepalaku ke samping menatap Kak Divi yang juga terlihat sedang menunggu Benja mengeluarkan suara. Lalu kembali memandang Benja. Aku juga melirik suster yang selalu setia berdiri di samping Benja dengan mata yang sesekali mengintip ke kertas yang dipegang Benja.

"Kali ini saya akan memastikan lagi ya. Saya harap ini dijawab jujur sejujur-jujurnya karena menyangkut kesehatan saudara Qinsy," ucapnya manis dan sangat dibuat-buat. Benja sempat melirikku namun, kemudian sepenuhnya ia fokus pada Kak Divi. 

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang