13

16.3K 1.8K 232
                                    

Insya Allah, aku akan update cerita ini mungkin setiap hari. Jadi bolehkah aku memohon bantuan kalian sebagai bentuk apresiasi atas cerita ini dengan menekan tombol bintang dan komen yang banyak? Terimakasih :)

Happy reading :))

-----------------------------------------------------------------------

"Ehm ehm maksud gue ...." Bang Mefra terdengar kikuk. Ia memelototiku panik. Jantungku degdegannya bukan main. Otakku pun mulai berputar. Ya Allah ya Allah, apa yang harus aku lakukan sekarang? Kata apa yang bisa aku ungkapkan agar kebohongan ini tak ketahuan? Bisa mampus diriku kalau Benja tahu aku menipu semua anak-anak termasuk dirinya kemarin.

"Maksud Bang Mefra, Dia kenal dan dekaaaat banget sama suami gue! Iya itu! Jadi, suami gue nitipin sesuatu ke Bang Mefra, kalau ada yang nanya siapa suami gue maka Bang Mefra anggap aja dirinya suami gue hehe. Maklum dengan tubuh kayak gini kan orang-orang banyak nyangka gue perawan hehehe."

Entahlah. Aku pasrah. Aku tidak mampu berpikir lagi apa yang aku lontarkan barusan itu masuk akal atau tidak. Tatapan Benja terlihat tidak yakin mendengar jawabanku. Sementara tatapan papanya lebih terkesan bingung. Menyebalkannya lagi, Bang Mefra malah diam seolah tampak berpikir. Makin keki tidak sih? Dia itu kebiasaannya suka ngomong tanpa dipikir terlebih dahulu.

Suasana hening seketika. Bang Mefra masih saja berpikir. Duh, aku rasa oonnya Bang Mefra dari dulu tidak hilang-hilang deh. Tak ada cara lain. Kutendang saja kakinya pelan, tapi ....

"Kenapa lo nendang kaki gue sih, Qin?"

Alamakjang! Kenapa aku bisa salah sasaran seperti ini sih?! Bang Mefra masih tampak berpikir. Lagi-lagi aku dibuat bingung oleh Benja. Aku pun menatapnya. Ia langsung mengelus kakinya  yang tak sengaja kutendang. Padahal tendanganku pelan loh.

"Sori, tadi ada yang kayak nyentuh kaki gue. Gue kira kucing." Bodo amatlah Benja mau menganggapku apa. Duh, hatiku ketar-ketir melihat reaksi Bang Mefra. Sebenarnya dia kenapa sih? Dia memikirkan apa? Dahinya tak berhenti mengerut. Sumpah, ingin kujitak kepalanya itu. Sayang saja, ada papanya Benja di sini.

"Lalu sebenarnya kalian itu siapa? Mefra suami Qinsy apa bukan?" Papa Benja kembali membuka suara. Tuh! Sampe orang tua loh yang bertanya dan Bang Mefra tetap bergeming di tempat. Asli, manusia ini kenapa sih?

Sebaiknya kupanggil saja dirinya, tapi kuurungkan niatku karena ....

"Akhirnya gue ngerti, Qin." Ia pun menepuk tangannya seolah memenangkan undian. "Iya! Gue itu teman dekat suaminya Qinsy. Seperti yang Qinsy bilang tadi bahwa suaminya menitipkan dia ke gue. Jadi kalau ada yang nanya soal suaminya Qinsy, maka secara otomatis gue akan mengenalkan diri sebagai suaminya. Jadi, ya gue bukan suami Qinsy. Tapi akan berpura-pura menjadi suaminya."

"Jadi kamu suaminya apa bukan, Mef?" tanya Papa Benja lagi.

Tiba-tiba Benja tertawa kecil sendiri dan kembali dengan lagak tak pedulinya. Ya ia kembali mencomot makanan di depan kami dan mengunyahnya. "Memang yang namanya kualitas batu tidak akan pernah menjadi berlian," gumam Benja di sela makannya.

Aku dan Bang Mefra saling bertatapan bingung. Batu? Berlian? Maksudnya?

"Jadi sebenarnya hubungan kalian berdua apa? Maaf, saya sudah tua. Kalimat kalian tadi terlalu panjang."

Bang Mefra pun menarik napasnya dalam dan mengeluarkannya perlahan. "Belum menjadi suami, Pak ...," ucapnya lirih.

"Bang!" Kali ini aku sudah tak tahan lagi. Bang Mefra tuh mengacaukan ya! Aku menyesal menerima ajakannya ke mari. Bang Mefra pun kaget. Aku rasa aku harus pergi dari sini. Menghabiskan waktu di sini hanya menggerus emosiku.

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang