17

15K 1.7K 189
                                    

Boleh minta vote dan komen yang banyak? :))

Happy reading!!!

------------------------------------------------------------


"Bang, jangan lebay deh. Itu nggak sengaja juga. Gue itu kepeleset terus nggak sengaja narik Benja. Yaudah ketemu deh ...." Aku tak berani melanjutkan kalimat berikutnya.

Bang Mefra meremas rambutnya kasar. Wajahnya terlihat kesal sekali. Nih orang kenapa sih? Lagipula itu kan sudah lama. Tidak ada yang perlu diributkan. Herman.

Ia pun menatapku garang. "Ketemu bibir dan bibir kan? Itu sama aja artinya Benja udah cium lo, Qin!" serunya sangat lantang tak suka tanpa peduli kanan dan kiri. Orang yang melewati kami pun terang-terangan memandang ke arah kami sambil mengerutkan dahi.

Kuhela napasku panjang. "Bang, itu bukan ciuman. Itu kecelakaan. Jatuh. Lo paham nggak sih? Gue nggak pernah ciuman. Suer!" ujarku sembari mengacungkan jari telunjuk dan tengahku membentuk huruf V berusaha meyakinkan Bang Mefra.

"Lo kenapa sih, Qin, nggak pernah berubah?" Mataku mendelik begitu mendengar pertanyaan konyol Benja. Maksudnya berubah bagaimana?

"Nggak berubah? Maksud lo?" tanyaku tak mengerti. Tatapan matanya sangat tajam. Bahkan aku bisa melihat guratan urat di wajah putih bersihnya. Kembali kupandang Bang Mefra. Tatapannya sangat kosong seperti orang bodoh. Ini kenapa dua pria ini jadi aneh seperti ini sih?!

"Lo udah segede ini masih nggak bisa bedain apa itu ciuman atau nggak?" Benja malah balik bertanya. Kuteguk ludahku. Kenapa dia malah menanyakan hal itu? "Lo bilang udah nikah, tapi kenapa sampai di umur sekarang lo masih nggak ngakuin kalau kita udah ciuman?" 

Kepanikanku mulai muncul. Aku harus menjawab apa ya? Otakku mulai berpikir untuk mencari alasan yang tepat. Ih! Benja sama mengesalkannya dengan Bang Mefra ya! Lagipula kenapa sekarang kami malah membahas ciuman di tengah lorong rumah sakit seperti ini tanpa ada rasa malu sih?

"Ben, kayaknya nggak pantas deh kamu ngomongin masa lalu kalian di sini. Banyak orang lihatin kamu," tegur Papa Benja tepat di telinganya, tapi Benja masa bodoh. Ia terus menatap ke arahku dengan ekspresi nyolotnya itu. Papa Benja pun terlihat pasrah dan bingung. Ia terus berdiri di samping anaknya tanpa berbuat apa-apa. 

Bang Mefra, si sosok tak tahu tempat malah menambahkan, "Sekarang gue tanya sama lo, Qin, definisi ciuman apa sih?" Alisku saling menaut menatapnya bingung. Ini kenapa seolah Bang Mefra dan Benja bekerjasama menuntut jawabanku soal ciuman ini.

Aku pun mulai berpikir. Ciuman ya? Ciuman itu adalah sentuhan bibir antar sepasang kekasih. Mereka melakukannya penuh cinta. Pakai main lidah. Pokoknya romantis. Kulirik Benja. Sedangkan ketika bersama Benja waktu itu murni ketidaksengajaan. Kebetulan Benja yang ada di dekatku saat itu dan kejadian tak terduga itu terjadi. Kami bukan sepasang kekasih. Itu hanya menempel saja. 

Bahkan pada saat adegan putri salju di panggung ketika pangeran ingin menyelamatkan putri dari apel penyihir, aku tak berani membuka mataku. Ya saat itu ada adegan di mana pangeran harus mencium putri agar putri terbangun. Tentu saja jarak wajahku dan Benja sangat dekat kala itu. Jantungku degdegannya bukan main mengingat kejadian barusan sungguhan antara diriku dan Benja. Bahkan bisa dibilang selama kami ada adegan bersama, aku tak berani menatap Benja lama-lama. Semua latihan kami rasanya berbeda dan canggung dari yang di panggung. 

"Ciuman itu ketika ada dua pasangan saling suka sama suka dan keduanya mengakui bahwa mereka emang ciuman," jawabku lantang. 

Suasana pun hening sebentar. Bang Mefra kembali tampak berpikir sementara Benja terus melihatku tanpa kedip. Pria itu gila ya? Tapi benar kan kata-kataku barusan?

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang