24

16.5K 2.2K 366
                                    

Walaupun belum mencapai 500 komen yaudah aku update aja karena ada beberapa dari kalian yang sampai spam komen. Sumpah, terharu bacanya. Tapi maaf ya kadang sebagai penulis itu butuh apresiasi.

Sekarang nggak pakai target komen deh. Susah.

Target vote aja ya mencapai 800 vote. 800 loh! Semoga kalian berbaik hati mau pencet bintang. Komen tetap ya tapi :p

Happy reading!!!


-----------------------------------------------------------


"Huaaaaa Qinsy! Maafin gueeeeee ...," pekik histeris Kak Divi sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah.

Karena Kak Divi yang terus mengango seperti orang begok, membuat diriku terpaksa untuk menyetir pulang. Ia sepertinya benar-benar tak menyangka bahwa mulutnya kali ini sungguh merugikanku luar biasa. Salah sendiri punya mulut bocor. Apa saja diceritakan ke orang lain. Nyahok kan dia karena tahu sekarang bahwa Benja adalah teman SMA-ku. Dan akhirnya begitu di perjalanan dia terus berteriak meminta maaf padaku penuh penyesalan.

"Lain kali mulut lo dijaga, Kak, makanya. Sumpah deh gue tadi tuh kesal banget sama lo," tukasku marah.

Kak Divi mengerucutkan bibirnya. "Lo nggak bilang kalau dokter itu teman SMA lo ya, Qin!" sergahnya tak terima.

Kutatap dirinya sinis. "Lo ngoceh mulu, Divinaaaa! Harusnya lo peka dari awal gue teriak itu kenapa? Ini lo malah centil banget pas lihat Benja. Astaga, Kak! Bahkan pas gue masih di ruangan, lo malah ngobrol panjang lebar sama si Benja tanpa peduli sama gue!" ucapku kesal.

"Ya Allah, Qin. Udah lama gue nggak lihat cowok seganteng dia. Putih, tinggi, apalagi senyumnya itu. Meleleh gue. Seganteng-gantengnya Rega, tetap aja pesonanya kalah sama si Benja." Ia masih terus membela dirinya yang jelas-jelas sudah salah.

Jelas saja mendengar ucapannya membuatku makin panas. "Tapi nggak buat lo jadi begok juga, Kak Diviiiii. Mana pakai ralat segala. Sumpah deh, ralatan lo itu malah buat dia mikir nih kakak adik sama oonnya ya. Allahuakbar! Benja tuh jenius, Kak! Lo ingat nggak sih sama cowok pas SMA yang gue bilang songong suka nyeletuk pedas banget dan selalu ngaduin gue kalau bolos ke guru-guru. Tapi pintarnya naudzubilah. Itu dia! Bentoloyo Kampret itu!"

Kembali Kak Divi membuka mulutnya lebar syok. "Yang lo bilang sekali lihat lembar buku bisa langsung hapal sama isinya?" Aku mengangguk cepat. "Cowok yang lo bilang orang terganteng di angkatan lo?" Kembali aku mengangguk cepat. "Astaga! Dia yang jadi pangeran pas acara drama musikal putri salju itu bukan sih, Qin?"

Aku menoleh cepat ke arah Kak Divi. Seketika ia langsung tertawa terbahak-bahak. "Kok lo masih ingat aja sih?!" pekikku kuat. Untungnya sekarang sedang lampu merah dan mobil yang kubawa dalam keadaan berhenti. Kupelototi Kak Divi yang sangat kesenangan ini.

"Qinsy, itu pertama kalinya dalam hidup gue lihat lo mau tampil di depan umum dan cantiiiiik banget. Cuma saat itu berkali-kali gue dengar Ayah sama Ibu nggak berhenti muji lo. Apalagi pangeran lo saat itu ganteng banget. Masya Allah. Nggak ada yang bisa lupain momen itu, Alqinsy ...."

Memang sih setelah acara drama musikal itu, aku dan keluargaku langsung makan besar di kafe bintang lima. Ayah benar-benar bangga dan tak berhenti kalimat pujian meluncur dari bibirnya. Apalagi Ibu. Nilaiku untuk ujian itu juga sangat bagus karena Bu Guru bilang bahwa aku benar-benar bagus berakting sebagai putri salju. Bita juga berkali-kali memuji dan memberitahu bahwa semua guru terpesona akan kemampuan aktingku.

Dan sebenarnya bukan itu topik intinya. Melainkan .... "Bukan itu maksud gue. Kenapa lo malah ingat soal pangerannya?!"

Kak Divi kembali terbahak. "Qin, mana ada sih perempuan yang lupa sama cowok ganteng? Haha. Meskipun cuma sehari, tapi gue masih ingat jelas sama muka muda tuh dokter. Gila ya. Waktu muda ganteng. Sekarang malah tambah ganteng. Parah deh. Kok bisa gitu ya?" decak kagum Kak Divi.

Cita-cita : MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang