BAB 20 : PAMIT

1.1K 89 3
                                    

"Aku pergi bukan untuk meninggalkan. Karena kamu memiliki masa lalu, aku pun juga memiliki masa lalu yang harus kuselesaikan."

🌜🌜🌜🌜🌜

"Tuan Muda."

Panggilan itu membuat tubuh Reksa membeku. Ia sangat mengenali panggilan dari belakang tubuhnya, itu adalah panggilan dari suara yang ia kira tak akan pernah datang.

Mungkinkah waktu yang telah Reksa tunggu tiba sekarang?

Tidak ingin salah paham. Reksa memutar tubuhnya ke belakang. Tubuhnya dan mulutnya diam. Semua pergerakan tak dapat Reksa lakukan lagi sekarang.

Reksa mengutuk dalam hati. Kenapa di saat yang tak tepat, orang-orang itu datang menjemputnya. Apalagi sekarang seluruh mata memandangnya heran.

Reksa menghembuskan napas. Memaksa dirinya untuk tenang. "Kenapa?"

Mata Reksa memperhatikan salah seorang dari itu maju mendekatinya.

"Tuan Besar menunggu kedatangan anda Tuan Reksa."

Reksa mengangguk paham. Dari pesan yang dikirimkan oleh papanya. Reksa sangat tahu bahwa papanya sangat menunggu kehadirannya untuk pulang. Walau Reksa tak tahu akankah kepulangannya disambut baik oleh Sang Papa.

"Kalau gue gak mau, gimana?" tanya Reksa tenang. Reksa tahu bahwa Anta mulai tak tenang sedari tadi.

"Sesuai perintah. Kami akan membawa Tuan Muda pulang secara paksa."

Mendengar jawaban Pak Hakim yang pasti membuat Reksa mengerti situasi ini. Tak ada alasan lagi untuk dirinya tak pulang agar tak menemui papanya itu.

"Hm... Oke, gue bakal ikut kalian. Tapi, kalian bisa tunggu di kost-an gue. Gue mau nyelesain urusan dulu." Reksa berucap sambil memandang satu persatu orang suruhan papanya.

Pak Hakim kembali membuka suara. "Maaf, Tuan. Tapi kami tak bisa meninggalkan Tuan. Karena pesan dari Pak Baran, takutnya Tuan Reksa akan kabur lagi."

Reksa menghembuskan napas kasar berkali-kali. Pikirannya kalut. Lantas ia mengangguk. Reksa benar-benar menyerah. Dirinya akan menghadapi kenyataan yang ada.

"Gue harus nganter Anta pulang dulu. Kalian bisa ikutin kalau kalian merasa gue bakal kabur lagi."

Semua orang berbaju hitam itu mengangguk. "Iya, Tuan."

"Mau pulang?" tanya Reksa lembut. Pancaran mata yang tadi berbinar, lenyap entah ke mana. Walau senyum itu masih terbit di bibir Reksa. Anta mengerti, bahwa cowok itu sedang tak baik-baik saja.

"Iya."

Reksa menggandeng tangan Anta keluar dari kafe. Langkahnya menuntun pada mobil Tante Elara yang tadi terparkir.

Orang-orang yang selalu mengikuti Reksa itu menawarkan diri untuk menyupirkan Tuan Mudanya. Tapi Reksa menolak, ia akan menghabiskan sedikit waktu lagi untuk berduaan dengan Anta.

Anta bungkam. Banyak pertanyaan yang berkecamuk di otaknya. Tapi ia lebih memilih diam daripada banyak bertanya. Karena Anta yakin, Reksa akan semakin tak baik-baik saja.

Mobil berhenti tepat di pekarangan rumah Tante Elara. Di pintu utama, Tante Elara menyambut mereka berdua, tapi Reksa dapat menangkap raut keterkejutan Tante Elara saat menyaksikan orang-orang berbaju hitam itu berdiri tak jauh di belakangnya.

"Ada apa ini, Anta?" tanya Tante Elara penasaran. Reksa berjalan mendekat dan mencium tangan tante muda itu.

Reksa tersenyum lembut. "Gak ada apa-apa kok, Tan. Reksa pamit ya, mungkin gak akan main ke sini lagi beberapa hari ke depan.

Tante 'kan tau, Reksa anak perantau. Nah, Papa katanya lagi kangen sama Reksa. Makanya Papa jemput Reksa pakai orang suruhannya itu. Jadi Tante gak usah kaget, siapa orang yang ada di belakang itu."

Tante Elara mengerti. Tapi ia masih penasaran dengan identitas Reksa. Kenapa sampai di jemput seperti ini jika Reksa harus kembali pulang.

Menepis prasangka buruk, Tante Elara mengangguk dan mendoakan keselamatan Reksa.

Reksa beralih menatap Anta yang sedari tadi bungkam.

"Hey. Gue pamit, ya. Maaf gak bisa nemenin lo lagi di bawah pohon beringin. Gue harus balik ke rumah. Untuk yang di belakang sana, itu orang suruhan Papa. Nanti gue ceritain semuanya sama lo setelah gue balik lagi ke sini.

Jaga kesehatan. Jangan telat makan. Gue pamit. Semoga waktu masih berbaik hati buat mempertemukan kita di lain kesempatan. Sampai jumpa. Maaf, gue harus pergi sekarang," ucap Reksa yang mengacak-ngacak rambut Anta dan melambaikan tangannya tanda salam perpisahan.

Reksa tersenyum lebar dan melambaikan tangan sebentar sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil yang di bawa oleh bodyguardnya itu.

🌜🌜🌜🌜🌜

Menempuh perjalanan yang cukup panjang. Reksa tiba saat tengah malam menjelang.

Tatapannya mengedar, memandang rumah megah yang berdiri di depannya. Tak ada yang berubah, semuanya tetap sama seperti dirinya meninggalkan rumah ini secara diam-diam dari papanya.

Sekarang ia kembali lagi. Menginjakkan kaki di rumah yang dipenuhi dengan kenangan yang menguar menyesakkan dada.

Bayang-bayang Sang Mama membuat Reksa semakin merasakan sesak di dadanya. Tersenyum kecut, Reksa sadar. Semuanya tak lagi sama.

Mamanya telah meninggalkannya. Meninggalkan kenangan yang tak bisa sedikit pun Reksa lupakan.

Reksa melangkahkan kaki. Langkahnya terasa berat ketika dirinya sudah sampai di ambang pintu itu.

Tangan Reksa bergetar. Terasa sulit membuka pintu yang membuat kenangan beberapa bulan terakhir terputar.

Reksa menggeleng. Mengusir segala pikiran yang hanya mampu melukai dirinya. Tangannya perlahan mendorong pintu yang menjulang tinggi.

Reksa kembali melanjutkan langkah. Tapi baru lima langkah melangkah. Sebuah suara mengintrupsi.

"Sudah belajar jadi anak durhaka kamu, Rek!"

Reksa menatap suara yang berasal yang dari seseorang yang duduk di sofa yang berada di sebelah kanannya.

Reksa melihat Sang Papa yang menatapnya penuh Amarah. Reksa menguatkan hati bahwa ia harus menyelesaikan masalah ini.

Reksa menatap papanya dengan nanar. Luka itu kembali menyentaknya pada papanya yang sekarang mungkin sudah bahagia bersama istri barunya.

"Pa...." Reksa memanggil lirih. Sudah lama sekali ia tak memanggil papanya. Rindu itu ada. Dan menguap setelah melihat keadaan papanya yang baik-baik saja.

🌜🌜🌜🌜🌜

Binuang, Kalimantan Selatan.
Selasa, 28 Agustus 2018
Salam literasi 💕
tasyaauliah_

When I Meet You (Completed) #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang