BAB 4 : NASIB

2.2K 145 4
                                    


"Takdir ditentukan Tuhan. Tapi nasib kita, tergantung pribadi kita masing-masing."

🌜🌜🌜🌜🌜

"Huh."

Reksa mendengkus dan merebahkan dirinya di ranjang kos-an. Tubuhnya terasa lelah akibat kuliah dari pagi sampai sore. Belum lagi tugas pribadi yang diberikan dosennya tanpa ampun.

Reksa menatap langit-langit rumah dengan perasaan hampa. Rindu terhadap Sang Papa dan kehidupannya di Kalimantan Selatan selalu terbayang diingatannya.

Jauh dari orang tua apakah memang semenyedihkan ini. Tapi Reksa menggelengkan kepalanya lemah.

"Ini adalah jalan yang lo ambil sendiri, Rek," gumamnya sambil menutup matanya dengan lengan yang ditaruh di wajah lelahnya.

15 menit memejamkan mata, Reksa memaksa tubuhnya untuk bangun. Sekarang, perutnya ingin dimanja. Dan badan lelahnya ingin disegarkan.

Dengan tertatih, Reksa mengambil handuk dan pakaian bersih. Azan magrib sudah berkumandang, ia harus segera membersihkan diri.

🌜🌜🌜🌜🌜

Selesai melaksanakan kewajibannya, Reksa mengambil piring dan sendok. Ia harus menuntaskan rasa laparnya akibat lupa makan siang di kampus tadi.

Membuka karet yang melilit bungkus nasi goreng yang ia beli di ujung gang. Reksa menikmati makannya dalam kesunyian.

Setelah selesai, Reksa membereskan peralatan makan dan membuang bungkus di tempat sampah. Reksa mengambil buku tabungan di laci meja dekat ranjang. Reksa akan merencanakan kehidupannya dengan baik walaupun berada jauh dari orang tuanya.

Membuka lembar terakhir, Reksa merenungkan nasibnya. Uang ditabungannya tidak akan mungkin cukup menampung semua kehidupannya di sini.

Nominal yang tidak melebihi harapannya, membuat semangatnya sedikit demi sedikit pudar. Andai saja Papanya tidak memblokir rekening yang diberikan Sang Papa saat ia baru menginjak masa putih abu-abu. Pasti kehidupannya akan cukup sampai ia lulus kuliah nanti.

"Masa gue minta sama Papa." Reksa berujar pelan sambil menimbang-nimbang buku tabungan yang berada digenggamannya.

Reksa teringat akan dua temannya, ide tiba-tiba muncul dalam pikirannya untuk bisa cukup hidup di sini, membuatnya antusias.

Mengambil kartu perdana baru, Reksa membuka casing ponsel pribadi miliknya. Ponsel pribadinya telah mati suri setelah ia menginjakkan kakinya di Semarang. Reksa mengantisipasi hal yang tidak ingin ia alami jika ponsel dengan kartu lama ia hidupkan.

Setelah ponselnya hidup, Reksa mengambil buku catatan dan membuka halaman terakhir yang berisi 12 digit angka nomor ponsel Rigel.

Reksa memikirkan keputusannya, ia membulatkan tekadnya. Reksa mengetik nomor Reksa dan menelpon.

"Hallo, siapa?" Reksa tersenyum saat mendengar suara Rigel masuk di indra pendengarannya.

Reksa segera menjawab, "Gue Reksa."

"Oh Reksa, ada apa bro?"

"mau bantu gue gak, Gel?" tanya Reksa penuh harap.

"Bantu apa emang?"

"Cariin gue kerja dong."

"Hah? Kerja!" terdengar nada terkejut dari Rigel yang berada di tempatnya.

"Iya kerja, demi kehidupan layak di sini, Gel." Reksa menjawab seadanya.

"Sebenarnya gue juga gak paham apa yang terjadi sama lo sekarang. Tapi gue bakal nyariin lo kerja. Entar gue kabarin lagi, Rek."

"Oke kalau gitu, makasih banyak ya, Gel."

"Yoi, sama-sama."

Setelah panggilan terputus, tak lama menunggu. Reksa mendapatkan kabar dari Rigel bahwa ada pekerjaan untuknya besok malam. Di sana juga tertera alamat tempat ia akan bekerja. Rigel juga menawarkan dirinya untuk mengantarkan Reksa ke tempat temannya yang memberi Reksa pekerjaan.

🌜🌜🌜🌜🌜

Malam yang dijanjikan tiba, Reksa menunggu kedatangan Rigel di depan rumah kos-annya.

Sesampainya di kafe yang dimaksud, Reksa menyiapkan dirinya dengan rapi, di sampingnya juga berdiri Rigel yang telah mengantarkannya ke kafe, tempat ia akan bekerja nanti. Setelah berkenalan dengan pemilik kafe, Reksa dipersilakan bekerja pada saat itu juga kalau Reksa siap. Dan Reksa menerimanya dengan senyuman.

Setelah ditinggal Rigel, Reksa sibuk melayani pelanggan yang silih berganti datang ke kafe. Baru bekerja, sudah banyak orang yang ia layani. Karena di kafe ia bekeja, kafe ini sudah lama berdiri dan tentu saja banyak pelanggan tetap karena kafe ini adalah kafe yang kekinian sesuai zaman now.

Reksa mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Kerjaan berikutnya yang harus ia kerjakan adalah mencuci piring dan cangkir kotor. Melihat setumpuk piring dan cangkir kotor, membuat mata Reksa melotot tak percaya.

"Sabar. Orang sabar disayang pacar," gumam Reksa yang mengelus dadanya.

Dengan hati-hati, Reksa mulai membasahi,mencuci, dan membilas piring. Dari sepengamatannya dulu pada Bi Lina, beginilah caranya mencuci piring dengan benar. Walaupun dulu Bi Lina mencuci piring sambil menggoyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan sambil menyanyikan lagu dangdut andalannya, tapi dirinya tak perlu seperti itu kan?.

Dengan telaten Reksa mengerjakan tugasnya, entah karena tangannya terlalu licin atau apa. Saat ingin menaruh piring di rak yang hampir tak terjangkau oleh tangannya. Tiba-tiba saja piring itu merosot dari genggaman Reksa dan malah terjun bebas menyentuh lantai. Tak sampai di situ saja, saat membawa nampan berisi beberapa cangkir, ia malah menabrak pelayan lain dan membuat cangkir itu bernasib sama dengan piring cuciannya tadi.

"Mampus dah, gue," ucap Reksa yang menepuk jidatnya, Reksa segera mengambil sapu dan serok untuk membersihkan pecahan kaca.

Pukul 22.00, Reksa dipanggil ke ruangan Kak Dito -pemilik kafe-. Reksa dipersilahkan duduk di hadapan Kak Dito. Kak Dito menatap Reksa dengan pandangan yang sulit sekali diartikan.

"Huh. Gimana ya, Rek." Kak Dito mengeluarkan suaranya dengan hembusan napas untuk memecahkan keheningan yang sempat terjadi beberapa saat.

"Gue sebenarnya gak tega sama lo. Tapi ini demi kebaikan kafe ini juga. Gue minta maaf banget. Lo gak bisa kerja lagi disini mulai besok." Setelah kalimat Kak Dito terdengar oleh Reksa. Reksa menghela napas, pasti alasannya karena pecahnya piring dan cangkir tadi.

Reksa menatap Kak Dito dengan raut wajah yang sudah berubah. "Tolong banget, Bang. Kasih gue kesempatan satu kali aja."

"Soal itu gue gak bisa, lo udah mecahin 5 piring dan 6 cangkir. Hari pertama lo aja gini, Rek. Apalagi kalau lo seminggu kerja di sini, kayaknya kafe gue bisa tutup," ucap Kak Dito yang sudah lelah. Dito sudah mendengar kabar dari pelayan yang lain bahwa Reksa tidak bekerja dengan baik dihari pertamanya.

Reksa mengangguk paham. Ia menerima ucapan Kak Dito walau hatinya menjerit meminta satu kesempatan lagi. Akhirnya Reksa keluar dari ruangan Kak Dito dengan gaji yang dijanjikan per hari tanpa potongan walau sudah membuat Kak Dito harus membeli piring dan cangkir baru lagi.

Di luar kafe, Reksa menatap langit malam yang terasa sunyi karena hanya ada beberapa bintang.

"Gini banget ya, nasib gue. Baru sehari kerja, udah dipecat aja."

🌜🌜🌜🌜🌜

Selamat tengah malam, di malam minggu.

Yeay akhirnya aku up, walaupun agak malam ya.

Gak mau banyak cuap - cuap. See you next bab, dear. 💕

Babay🙇🙋

Binuang, Kalimantan Selatan.
Sabtu, 04 Agustus 2018
Salam sayang 💕
tasyaauliah_

When I Meet You (Completed) #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang