BAB 12 : LUKA

1.3K 91 1
                                    

"Perasaan luka tak pernah hilang walau waktu terus berlalu. Luka itu masih sama dan tak ada penawar."

My playlist now : Jonghyun – Lonely ft. Taeyeon

우는 얼굴로 나 힘들다 하면
Uneun eolgullo na himdeulda hamyeon
Jika aku mengatakan bahwa semuanya sulit sambil menangis
정말 나아질까
Jeongmal naajilkka
Akankah menjadi lebih baik?

🌜🌜🌜🌜🌜

Minggu menyapa. Tak ada hal menyenangkan bagi mahasiswi seperti Anta selain tak ada tugas yang harus dikerjakan di hari libur seperti ini.

Sejak semalam. Waktunya dihabiskan untuk melihat kartun kesukaannya yakni Doraemon yang memiliki kantung ajaib yang melegenda.

Walaupun Anta sangat menikmati tontonannya. Tapi sejak subuh pula, Anta sudah disibukkan dengan membersihkan kamar yang sedikit berantakan karena tugas yang menggila, beberapa minggu kemarin.

Semisal, tugas yang diberikan hari ini, tapi dikumpul besok. Bagaimana ia tidak strong -stres tak tertolong- saat tugas yang diberikan tak sedikit.

Mengganti sprei yang entah kapan terakhir kali ia ganti. Anta menemukan ponsel yang tergeletak mati tak berdaya di pojokan ranjang. Ia berjalan membawa ponselnya menuju meja belajar dan men-charger tanpa menghidupkan layar ponsel.

Meninggalkan ponselnya begitu saja, Anta melanjutkan kembali pekerjaannya.

Tangannya dengan telaten memungut sampah gumpalan kertas di ujung ranjang dan membuangnya di tempat sampah yang letaknya di sebelah meja belajar.

Tugasnya hampir selesai. Keringat mulai membanjiri seluruh tubuhnya yang gerah karena belum mandi.

Dan sekarang adalah tugas terakhir. Yakni, membersihkan bingkai foto yang menggantung di dinding kamar dan bingkai foto di atas lemari kecil dekat ranjang yang berisi foto almarhumah Sang Mama.

Mengelap, Anta membawa bingkai foto itu menuju meja belajar. Mendudukkan diri, jari Anta mengusap lekukan wajah Mamanya yang tersenyum di balik kaca transparan.

Anta mengerahkan pandangannya menuju langit pagi yang sudah cerah. Sinar mentari mulai menunjukkan sinarnya. Ditambah awan putih yang berkumpul indah di langit biru, membuat Anta menarik senyumnya.

Ingatannya memutar kembali pada kenangan saat Sang Mama masih ada. Bagaimana mamanya berjuang keras untuknya agar mendapat dunia yang penuh kebahagiaan hanya untuk dirinya.

Padahal bagi Anta, tak perlu Sang Mama mencari tempat layak untuk dirinya berpijak. Hanya dengan Mamanya, ia mampu tersenyum dan kuat menghadapi dunia yang kejam padanya. Mama adalah rumah tempat ia pulang. Tanpa mama, hidupnya seakan tanpa arah.

Kematian mama Anta, sama saja seperti mematikan cahaya dalam hidupnya. Yang Anta tahu, ia hanya memiliki Sang Mama di dunia ini. Dan itu adalah pukulan berat agar Anta mampu bangkit seperti sekarang walau bayang itu masih ada.

Anta tahu mamanya sangat sedih, ia membenci semua lelaki. Hanya karena sosok pahlawan yang ia kagumi bersifat kejam layaknya penjahat.

Kini, dirinya sendiri di dunia ini. Dengan trauma atau phobia yang diidapnya. Dunia seakan menganggapnya berbeda, mungkin bagi mereka dirinya tak layak mendapatkan apa yang orang lain dapatkan. Padahal Anta hanya ingin sedikit saja kebahagiaan.

Airmatanya luruh, mengingat Reksa yang tak pernah meninggalkan dirinya walau dunia tak pernah memihak padanya. Reksa sama seperti sosok Mamanya yang selalu ada dan berusaha membuatnya bangkit dari keterpurukan yang menjerat.

Perasaannya terhimpit. Bukan dirinya ingin seperti ini. Ia hanya takut masa itu kembali hadir di saat dirinya ingin menemukan kebahagian.

"Ma, maafin Anta," gumam Anta yang tersenyum pilu. Anta telah berjanji akan melupakan semuanya. Tapi 4 tahun berlalu saat kematian Sang Mama. Semua ingatan yang menjerat luka itu masih sama.

Luka yang tak ingin ia miliki. Luka yang ingin ia hapus dengan berjalannya waktu. Tapi, luka itu masih sama tanpa penawar.

Masih dengan tangis, luka itu kembali hadir menyakitinya. Untuk terakhir kalinya, Anta ingin menangis sebelum ia menatap masa depan tanpa perlu menatap masa lalu yang hanya jadi pelajaran baginya.

🌜🌜🌜🌜🌜

Di belakang panggung, Reksa berjalan mondar-mandir. Perasaannya tak tenang. Sambil menimang ponselnya. Ia tak menemukan sesuatu yang dapat menghilangkan gelisahnya.

Sudah sejak pagi ia mengirim chat via WhatsApp yang tak kunjung dibalas oleh seseorang yang ia harap.

Kadang harapan tak sesuai dengan kenyataan. Padahal sejak semalam ia mulai membulatkan tekad untuk mengirimkan chat, yang akhirnya bisa Reksa kirimkan pagi tadi.

Pukul 14.00, Reksa bersama dengan teman band-nya akan tampil. Hari ini akan ada orang yang menyewa kafe untuk merayakan ulang tahunnya. Dengan band Reksa yang menjadi acara pembuka.

Mengetuk ujung sepatunya pada lantai keramik putih. Reksa menghembuskan napas kasar. Namanya sudah dipanggil oleh Kak Alex dan Reksa segera menyimpan ponselnya di tas gendong yang sengaja ia bawa.

Selesai manggung, Reksa kembali duduk di tempat semula. Menunggu namanya dipanggil kembali, 1 kali penampilan lagi. Ia dan teman-temannya akan berkemas pulang.

Selama jam berdetak. Spam chat yang ia kirimkan sejak tadi, tak menemukan balasan. Dan membuat Reksa mengacak-ngacak rambutnya gusar.

"Lo kemana sih, Ta. Gak mungkin tuh anak marah sama gue lagi 'kan," ucap Reksa pelan pada dirinya sendiri.

Getaran pada ponselnya membuat Reksa tersadar dari prasangkanya. Tapi pesan yang ia terima bukan pesan yang ia harapkan.

Matanya mengeja satu persatu huruf. Tapi pesan akan sarat perintah itu membuatnya tak bisa bergerak sama sekali.

Kontak dengan nama 'Papa' membuat Reksa bingung akan membalas apa. Menyetujui pesan itu sama saja meninggalkan masa depannya. Tapi jika membantah, sama saja ia memberi nyawanya untuk melayang secepatnya.

Papa
Pulang minggu depan! Atau Papa jemput paksa!

Menggeleng frustasi, pesan itu tak mau hilang dari layar ponselnya. Takutnya ia berdelusi semata.

Reksa tahu ia sekarang tak bisa apa-apa lagi sekarang. Jika Sang Papa memutuskan sesuatu, maka sesuatu itu harus dilaksanakan tanpa bantahan.

Menghembuskan napas pelan-pelan Reksa mengetikkan balasan. Tanpa Papanya minta, pasti Reksa harus mengiyakan perintah Sang Papa yang mutlak tanpa komentar.

Reksa
Iya, Pa.

Namanya kembali dipanggil. Tanpa sisa semangat, Reksa memaksakan senyum dan segera menuntaskan penampilan sebelum ia kembali ke rumah untuk memikirkan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang harus ia pilih.

🌜🌜🌜🌜🌜

Thanks untuk yang baca WIMY 💕

Happy Reading 😘

See you 💕❤🙇🙋

Binuang, Kalimantan Selatan.
Minggu, 12 Agustus 2018
Salam sayang 💕
tasyaauliah_

When I Meet You (Completed) #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang