4 | Broken

5K 649 128
                                    





Air mata Mikasa menetes perlahan. Pesan terakhir yang dikirimkan oleh sosok bernama Ivel itu terlalu menyakitkan. Seakan-akan ia akan pergi jauh nantinya.

Mikasa mengusap gelang pemberian Ivel pelan. Ia mengusap air matanya. Ia tidak tidur semalaman, ia takut matanya semakin bengkak. Hari ini adalah Valentine Day, ia tidak bisa berpenampilan buruk saat bertemu Eren nantinya.

Pesan yang ia kirimkan setelah pesan terakhir dari Ivel, lagi-lagi tak kunjung dibalas.

Mikasa duduk dari posisi yang sebelumnya berbaring. Ia keluar dari kamarnya, menuju dapur. Membuka kulkas, dan mengambil dua bungkus cokelat buatannya dari dalam kulkas.

Ia menatap kedua bungkus cokelat itu. "Ah, kenapa dua bungkus? Memangnya untuk siapa satu lagi? Orang itu?" Mikasa mulai bermonolog.

Bahkan jika kau perempuan, aku tak masalah memberi cokelat ini. Ia tersenyum samar.

"Kami bahkan mungkin tidak akan bertemu." Lirihnya sendu. Ia mengambil lagi beberapa bungkus kecil cokelat dari kulkas. Beberapa bungkus cokelat wajib untuk teman-temannya.

"Mikasa, kau tidak tidur?"

Mikasa menoleh pada ibu angkatnya itu. "Ah, aku tiba-tiba terbangun. Aku mau melihat cokelat yang aku buat semalam." Ucap Mikasa. Ya, itu tidak sepenuhnya bohong.

"Matamu merah, kau baik-baik saja?" Tanya Carla, ibu Eren dan ibu angkat Mikasa.

Mikasa mengusap matanya pelan. "Mungkin karena baru bangun tidur, kalau begitu aku kembali ke kamar.." Ucap Mikasa. Ia meninggalkan Carla yang masih menatapnya.

🌸🌸🌸

Mikasa menyembunyikan cokelatnya dibelakang tubuh saat ia melihat Eren sedikit jauh berjalan dihadapannya. Apa ia harus menyerahkannya sekarang? Atau, sepulang sekolah mengajak Eren ke rooftop sekolah? Menurut pengetahuan Mikasa. Rooftop adalah tempat sakral untuk menyerahkan cokelat.

Plak!

Kepalanya ditepuk dengan pelan. "Kenapa kau menyembunyikan cokelatmu? Hampiri dia, dan berikan." Ucap Levi membuat Mikasa melotot sambil menyembunyikan cokelatnya.

Ia menatap sinis Levi. "Kau pikir semudah itu, hah? Ini sama saja dengan pernyataan cinta, kau tahu, kan?" Cerocos Mikasa. Levi hanya diam menatapnya.

Mikasa tidak pernah tahu jalan berpikir Levi. Apa yang disembunyikan lelaki itu dibalik wajah dan ekspresi dinginnya. Yang hanya ia tahu, lelaki ini menyebalkan dan suka seenaknya.

Tidak ada hal yang baik padanya.

"What are you thinking, Brat? Are you thinking of me?" Petanyaan Levi membuyarkan lamunan Mikasa.

Ia mendelik tajam pada Levi. "Percaya diri sekali, dasar pendek sinting!" Ketus Mikasa.

Lelaki yang sedikit lebih pendek darinya itu menepuk kepalanya sekali lagi. "Aku seniormu, bocah sialan! Hormati sedikit." Katanya.

Mereka berjalan beriringan menuju gedung sekolah. Mikasa sudah tidak melihat Eren lagi dihadapannya, Mikasa menyimpan kembali cokelatnya dan berjalan dibelakang Levi.

"Levi-senpaai!" Panggilan itu tidak hanya membuat Levi menoleh, Mikasa tanpa sadar juga melihat ke belakang.

Ia melihat Petra berlari kecil menghampiri Levi, rambut pendeknya yang berwarna caramel bergoyang perlahan, jangan lupakan sebuah kotak cokelat cantik di tangannya.

Petra berhenti dihadapan Levi, masih dengan Mikasa di belakangnya. Petra menyodorkan kotak cokelat berwarna merah muda berbentuk hati itu pada Levi. Levi mengulurkan tangannya, menerima.

[✔️] KAICHOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang