Rambut hitam panjang yang sudah di tata rapi itu berkibar seiring berhembusnya angin musim semi. Mata bulat nan indah itu terlihat panik saat ia melirik jam tangan berwarna cokelat itu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit, sedangkan interviewnya hari ini dilaksanakan pukul sepuluh pagi ini.Setelah berpisah dari orang tua angkatnya, Mikasa menilih tinggal di flat kecil di Berlin, Jerman. Sebenarnya, ia juga bingung kenapa tiba-tiba terpikir untuk belanjutkan studinya di negara asing ini. Lagipula, waktu kecil dulu, sebelum kedua orang tuanya meninggal, Mikasa dan kedua orang tuanya juga pernah tinggal disini karena ayahnya berasal dari sini, sedangkan ibunya asli Asia, sebelum akhirnya mereka pindah ke Jepang, tempat asal ibunya.
Sebenarnya, ada satu alasan lain. Ya, itu tidak terlalu penting sekarang. Mikasa juga tidak pernah lagi melihatnya selama lima tahun terakhir. Tidak usah ditanya siapa. Mikasa sudah menyerah rasanya. Selama lima tahun, setiap tanggal 24 Desember, ia selalu mengirimi kado, tetapi tidak ada balasan. Jadi, tahun kemarin Mikasa berhenti melakukan hal tersebut. Tidak berguna.
Tapi ternyata Mikasa juga memiliki rasa takut. Ia tidak mampu untuk mengirimkan pesan email ataupun menelepon Levi. Lebih memilih mengiriminya hadiah dan sepucuk surat.
Suhu ruangan terasa semakin dingin saat satu persatu pelamar mulai dipanggil kedalam ruang interview untuk di wawancarai. Mikasa pikir, dengan kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di Berlin sudah cukup untuk menjamin masa kerjanya. Ternyat lebih sulit dari yang dibayangkan, saingannya terlalu banyak. Dan terlebih lagi, mereka cantik sekali.
Mikasa tidak tahu kenapa banyak perusahaan yang memilih pegawai yang cantik. Memangnya wajah lebih penting dari kinerja? Sudah ketiga kalinya ia melamar pekerjaan setelah memutuskan resign dari kantor lamanya, dan selalu tidak lolos pada tahap interview. Dan hal itu sempat membuat kepercayaan dirinya menurun drastis. Rasanya bodoh sekali ia meminta resign sebelum mendapatkan pekerjaan baru.
Udara yang masih terasa dingin karena sisa-sisa musim dingin membuat tubuh Mikasa mulai bergetar. Tangannya terasa dingin luar biasa. Mikasa menyisir rambutnya yang sedikit berantakan karena hembusan angin dengan jemari lentiknya. Kali ini, ia sengaja menenakan blouse tipis dan rok skinny tube selutut berwarna hitam dengan belahan cukup tinggi untuk meningkatkan penampilannya. Walau pada akhirnya tetap kalah dari perempuan-perempuan dengan penampilan totalitas.
Dan lagian, Mikasa kesini untuk mencari pekerjaan, bukan untuk menggoda sang atasan agar menerimanya. Untuk apa memakai make up tebal yang terkesan menor seperti itu? Bukan Mikasa sekali. Saat ini saja, dirinya sudah merasa tidak nyaman.
Tahun depan, Eren akan mengadakan pesta pernikahannya. Jika Mikasa masih belum mendapatkan pekerjaan, mau ditaruh dimana mukanya saat kembali ke Jepang dan menemui Eren dan orang tua angkatnya? Padahal saat meminta pergi, wajah Mikasa angkuh sekali karena yakin akan sukses di negara Eropa ini. Memalukan.
"....Ackerman,"
"Mikasa Ackerman!"
"Ah, ya!" Mikasa berseru refleks. Ia sontak menutup mulut dengan telapak tangan kemdian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, semua pelamar menatapnya. Ada yang menatapnya sinis, heran, dan memerhatikan penampilannya dengan wajah judging yang membuat kepercayaan diri Mikasa semakin drop.
"Silahkan," Mikasa mengangguk cepat. Ia berdiri dari duduknya dan mengekori lelaki yang memanggil namanya untuk masuk ke ruang interview.
Pintu kaca besar itu ia buka perlahan. Nyali Mikasa semakin menciut saat seorang interviewer wanita menatapnya dari atas hingga bawah. Perusahaan besar memang mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] KAICHOU
Short Story[COMPLETED] Total : 25 parts + extra part Kenapa kau yang selalu datang disaat seperti ini? -Mikasa Kenapa kau selalu seperti ini disaat aku didekatmu? -Levi +Bahasa +Harsh words +Baku speechlesslevi ©️copyright, 2018. Cerita ini terbentuk karena ku...