14 | Be Patient

3.7K 489 35
                                    



"Hanji-senpai,"

Tubuh Hanji menegang saat mendengar suara yang sangat ia khawatirkan memanggil namanya. Oh, matilah ia, disaat seperti ini Hanji malah ketahuan membuka loker milik Mikasa.

Dengan perlahan Hanji menutup kembali loker tersebut, dan menoleh ragu pada Mikasa.

"Ha-hai," Sapa Hanji kikuk. Setelah rasanya tertangkap basah mencuri, mana biasa bersikap biasa saja.

"Apa yang kau lakukan di lokerku?" Tanya Mikasa bingung. Sebenarnya tidak masalah, sih. Lagipula, isinya hanya sepatu dalam ruangan. Tidak begitu penting, Mikasa hanya heran saja.

Hanji menggaruk tengkuknya yang mendadak sedikit gatal. Bingung ingin menjawab apa. Levi memberinya kepercayaan untuk memasukkan kado White Day diam-diam, tetapi Hanji malah mengacaukannya.

"Aku-- aku melihat seseorang memasukkan sesuatu disini. Ya! Itu!" Jawab Hanji dengan tawa canggung. Mikasa melangkah mendekat, memeriksa isi lokernya.

Dan benar saja, ada sebuah kotak kado disana. Kotak kado berwarna putih dengan motif polkadot dan pita merah muda.

Ah, hari ini White Day dan bertepatan dengan berakhirnya festival. Pasti itu kado dari orang tidak dikenal itu. Karena saking tidak semangatnya ia, Mikasa bahkan tidak sempat untuk sekedar melihat kalender.

Mikasa menggumam pelan, paham betul dengan kado-kado seperti ini di hari tertentu. Mikasa hampir lupa dengan hal ini karena masalahnya dengan sang ketua.

Menyadari sesuatu, Mikasa melihat ponselnya, tetapi tidak ada pesan masuk dari nomor tersebut. Mikasa yakin, yang memberinya kado masih orang yang sama.

Mikasa menatap Hanji. "Ini untukku, kan?"

Hanji mengangkat bahu. "Mungkin?" Mikasa melirik Hanji sekilas sebelum mengambil kotak tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.

"Kalau begitu aku duluan, Senpai." Pamit Mikasa dengan senyum tipis. Hanji tersenyum lebar dan mengangguk cepat.

Baru bisa bernapas lega saat Mikasa menghilang di koridor. Hanji memukul kepalanya pelan, merutuki kebodohannya.

"Aku lama?"

Hanji menoleh pada Erwin yang menatapnya. Gadis itu mendesah berat sambil mengangguk. "Aku hampir ketahuan." Curhat Hanji. Erwin menepuk kepalanya beberapa kali.

"Bukunya sudah kau masukkan?"

Tangan Hanji terangkat, jari jempol dan telunjuknya menyatu membentuk huruf O.

"Aman!" Balasnya kemudian.

Erwin memberikan jempolnya pada Hanji. "Good job, Honey." Hanji tertawa kikuk sambil memukul lengan Erwin salah tingkah.

"Ngomong-ngomong, kapan kau mengambilnya?" Hanji menatap manik Erwin, lelaki itu membalas tatapannya dengan senyum lebar.

"Aku melihat bukunya diatas nakas saat membantu Levi packing." Erwin melanjutkan. "Karena penasaran, aku mengambilnya diam-diam, lalu membacanya dirumah. Dan ide ini muncul begitu saja. Lagian, kau juga sudah tahu isinya, kan?"

Hanji mengangguk membenarkan. "Sayangnya, sudah cukup lama semenjak terakhir kali aku membacanya. Levi menyogokku."

Jitakan kecil hinggap di kepala Hanji. Gadis itu meringis kecil. "Kau yang mau disogok. Padahal aku selalu membayar makan siangmu."

Hanji tertawa canggung, "Masih kurang,"

Erwin berdecak tidak percaya. "Sejak kapan kau punya malu padaku?" Tanyanya.

[✔️] KAICHOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang